Untethered Friend

872 47 5
                                    


[The story from Mingyu's POV]

.

.

.

Banyak yang bilang, dua insan manusia mustahil untuk tidak memiliki perasaan yang sama. Pasti salah satunya akan menyimpan sebuah perasaan lebih untuk yang lainnya. Bohong! Buktinya gue bisa bersahabat dengan perasaan yang sama. Gue dan Wonwoo, udah bersahabat baik selama 7 tahun.

Awal pertemuan kita terjadi di acara teater. Saat itu kelompok seni gue punya tugas untuk bantuin anak teater buat dekorasi perform mereka yang akan berlasung dalam 2 bulan lagi. Wonwoo anak teater. Waktu itu kita bisa kenal karena salah satu temen gue, Jeonghan memperkenalkan Wonwoo sama gue. Awalnya gue kira dia orang yang galak, tapi ternyata dia lebih perhatian daripada ibu gue.

Pernah suatu hari gue sakit dan orang tua gue ga ada di rumah. Wonwoo, yang bahkan ga gue kasih tau kenapa gue ga berangkat ke kampus, langsung dateng ke rumah dan bawain bubur ayam Pak Ali untuk gue. Bubur ayam langganan yang sering gue makan kalau ga sempat sarapan.

Dia yang tuangin bubur ke mangkuk, naburin kacang kedelai, ayam suwir, daun bawang, juga kerupuk diatasnya. Gue yang lihat hasil karyanya cuma bisa ketawa terus bilang, "Berasa makan makanan peserta master chef Indonesia."

Bahkan kita sempat untuk beradu pendapat tentang bubur diaduk dan bubur ga diaduk. Dia tim bubur diaduk dan gue yang sangat suka seni, tentu saja lebih milih bubur yang ga diaduk. Tapi bukan Wonwoo kalau dia memilih ga mengalah dan akhirnya gue makan bubur ga diaduk gue dengan Wonwoo yang kesal karenanya.

Pertemanan kami semakin erat, ketika gue, Wonwoo, dan Jeonghan memutuskan untuk buat usaha wedding fotografi kecil-kecilan. Itu juga sebagai bentuk rencana yang terlaksana gitu aja, tanpa ada persiapan dan hanya dua kamera yang kita punya. Kamera gue dan kamera punya Wonwoo. Alasannya, karena gue dan Wonwoo suka fotografi. Sedangkan Jeonghan kita ajak untuk jadi manajer.

Usaha itu awalnya ga berjalan lancar. Kita harus promosiin nama kita di mading kampus. Sebarin broadcast ke grup-grup angkatan bahkan kita pernah rela ga dibayar demi testimoni. Susah, itu yang kita rasain saat itu.

Seiring berjalannya waktu, gue dan Wonwoo sering disebut anak dempet. Kemana-mana kita selalu bareng. Ke cafe depan kampus, makan siang di warung pecelnya Bu Lastri, beli boba di emperan Indomaret bahkan kita makan satu bungkus cimol berdua karena waktu itu dia ga bawa uang dan dia kepengen cimol.

Kalau sepatu lihat kedekatan kami berdua, pasti dia minder. Kalau sepasang cincin nikah lihat pertemanan kami, pasti mereka minta cerai. Ya, bahkan anak-anak teater atau seni bakal nanyain ke Wonwoo atau gue ketika gue dan dia lagi ga barengan. Sedeket itu gue sama Wonwoo.

Setelah lulus dari kuliah, gue dan Wonwoo sepakat untuk buat wedding organizer dengan hasil uang yang kita dapat selama usaha kecil-kecilan. Tapi seperti yang kalian tau, buka usaha itu ga gampang. Tiga bulan berjalan, usaha kita minim pelanggan. Hingga akhirnya Jeonghan memutuskan berhenti dan bilang, "Kita ga akan laku. Gue cuma buang-buang waktu disini."

"Buang-buang waktu tapi lu embat juga uang hasil foto." Kata Wonwoo, gue setuju.

"Uang hasil foto juga ga akan menjamin gue makan tiap hari. Hasilnya cuma bisa gue beliin tas baru buat adek gue."

"Seni fotografi itu bukan cuma uang, tapi gimana kita mencurahkan semua isi hati kita disana. Uang bakal datang dengan sendirinya." Ucap gue ke Jeonghan.

"Dahlah males."

Usaha kami bubar, tapi gue dan Wonwoo tetap melanjutkan hobi sambil sesekali jalan-jalan dan mencari insipirasi.

LIVING WITH MEANIE | ONESHOT STORIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang