Aidan.
Karel memicingkan matanya, melihat tingkah kedua anaknya yang saling diam. Tania dengan muka sedih dan Aidan dengan muka sebal campur kesal.
"Kalian marahan?"
"Tau!" Sergah Aidan. Sedangkan Tania semakin melengkungkan bibirnya sedih. Aidan benar-benar kesal kepadanya.
Karel menghela nafasnya pelan. Ia tahu, bahwa putra satu-satunya itu sangat tidak menyukai Zidan. Tapi, Karel tidak bisa berbuat apa-apa selain putrinya kembali ke kehidupan Zidan.
"Kenapa kamu benci sama Zidan?"
"Gak ada alasan. Benci aja." ucapnya kepalang santai.
Tania tersentak mendengar ucapan Aidan yang begitu menyakiti hatinya. Tania sudah kepalang bucin sama Zidan tapi di sisi lain ia sangat menyayangi adiknya.
"Jangan gitu, Aidan. Mama gak pernah ajarin kamu benci sama orang." protes Sandra.
"Mama juga gak pernah ajarin anak mama yang satu itu disakitin kan. Jadinya gitu, Zidan terus, Zidan terus." dumel Aidan seraya mengacak-acak nasi di piring. Ia sudah tidak berselera.
"Permisi,"
Semua menoleh kearah seseorang yang bediri begitu mantap dengan baju kaos hitam serta celana denim hitam. Tania terdenyum melihat kedatangan lelaki yang menjadi candu baginya. Di sisi lain, Aidan menatap bengis sosok Zidan yang tengah tersenyum ramah.
"Ngapain lo kesini, hah!"
"AIDAN, GAK BOLEH GITU!" Bentak Sandra sang mama.
"TERUS AJA BELAIN DIA. GAK ADA YANG BERPIHAK SAMA IDAN! KAKAK LEBIH BELAIN ORANG YANG NYAKITIN KAKAK DARI PADA ADIK KAKAK. AKU BENCI KALIAN!"
Aidan melempar sendok dan garpu sembarangan lalu pergi setelah berteriak cukup nyaring. Sedangkan Sandra dan Karel cukup kaget dengan tingkah anak bungsunya.
Air mata Tania jatuh mendengar penuturan Aidan. Dia bukan tidak membela Aidan, hanya saja Tania tidak suka Aidan membenci Zidan. Tidak ada yang harus di benci dari Zidan, menurutnya.
"Biar ayah yang urus." setelah itu, Karel pergi menuju kamar sang putra.
Zidan hanya diam mendengar pertengkaran antara adik dan kakak itu. Konflik terjadi karena dirinya. Ia menjadi bahan masalah di antara keduanya. Cukup susah melunaki lelaki berumur 17 tahun seperti Aidan. Aidan bukan anak kecil lagi. Aidan adalah lelaki yang ingin terus menjaga kakaknya. Aidan marah adalah hal yang wajar.
Zidan mendekati Tania lalu memeluknya erat memberi kekuatan agar gadis itu berhenti menangis. Sedangkan Sandra hanya menggelengkan kepalanya melihat anak remaja sekarang.
"Maafin Aidan yah, Zidan." Zidan mengangguk. Walaupun Aidan benci padanya ia akan berusaha untuk membuat adik Tania percaya lagi padanya.
"Kak, aku mau ijin bawa Tania keluar ya?" ijin Zidan pada Sandra. Sama seperti kepada Karel, Aidan memanggil Sandra dengan sebutan Kakak. Ia belum cukup berani memanggil mereka ke hal yang lebih-lebih.
Sandra hanya mengangguk. Ia kembali menyantap makanan nya. Toh, Karel sedang mengurus Aidan. Sandra benar-benar lapar.
-
Karel merentangkan tubuh nya di kasur milik Aidan. Sedangkan bocah itu tengah duduk di balkon sambil misuh-misuh gak jelas. Di tambah ia melihat kakaknya dibawa oleh orang yang Aidan benci yaitu Zidan.
"Kenapa sih biarin kakak di bawa!"
"Kakak kamu yang pengen!"
"Tapi kan- Kakak bodoh apa gimana sih!"
"Coba deh kamu cinta sama orang!"
"Papi!!"
"Iya, Aidan."
Aidan menatap sebal ke arah Karel yang tengah menggesek gesekkan tangannya ke seprai kasur. Tampak begitu nyaman.
"Kenapa papi belain Zidan. Gak belain Aidan."
"Karena kamu gak tau yang sebenarnya terjadi." ucap Karel begitu tenang.
"Terus apa? Kenapa gak pernah ngejelasin dari dulu?" kesal Aidan. "Pih, aku ini udah besar. Aku berhak jagain Kakak. Kayak Papi jagain Kakak sama Bunda. Aidan udah 17 tahun!"
Karel tiba-tiba tertawa geli. Ia sampai memegang perutnya akibat geli yang tidak tertahankan. Aidan bingung dengan ke randoman ayahnya. Kenapa bunda begitu mencintai orang seperti ayahnya.
"Kamu baru 17, Aidan. Kamu masih labil. Kakak kamu masih labil. Papi kasih kalian kebebasan buat apapun kecuali sex, narkoba. Kalian minum-minum juga gak papa, tapi apa nyatanya kamu gak lakuin itu kan?"
"Nah, itu yang namanya dewasa. Iya papi tahu, kamu udah besar. Tapi nak, gak semua hal kamu bisa tahu cuman karena kamu ngerasa 'Besar'. Kamu harus cari tahu permasalahan apa yang terjadi baru kamu berfikir dengan kepala dingin." tandas Karel seraya menatap anaknya dengan serius.
"Tapi aku lihat dengan mataku sendiri, Zidan selingkuh dari kakak. Zidan selalu khianatin kakak."
"Yups, benar. Tapi sekarang apa? Zidan tetep sama kakak kamu kan? Walaupun dulu Zidan gonta ganti pacar, Zidan gak pernah bisa lepas dari Tania. Kamu tahu dari dulu."
Aidan diam. Memang benar. Sedari Aidan masih kecil, Zidan terus menerus dengan Tania. Begitupun Tania, gadis itu tidak pernah lepas dari Zidan. Mereka seperti perangko, saling melengkapi.
"Tapi aku benci Zidan. Dia buat Kakak kemaren kesakitan." Ucap Aidan begitu sedih. Ia melihat semuanya. Ketika kakaknya menangis diam-diam, ketika kakaknya seharian di kamar, ketika kakaknya melamun tanpa bisa di ganggu. Ia menyayangi kakaknya, Tania.
"Coba Aidan liat sekarang. Apa Tania masih sedih setelah kedatangan Zidan?" tanya Karel dengan sabar.
Aidan menggeleng. Bahkan Tania sekarang begitu sering tersenyum dan banyak makan.
"Malah sekarang yang bikin kakakmu sedih itu kamu, Aidan."
Aidan tersentak dengan penuturan Ayahnya. Apakah benar? Jika iya, Aidan harus segera meminta maaf pada kakaknya.
"Gak papa kamu benci sama Zidan, Aidan. Tapi kamu jangan kasar juga sama kakak kamu. Aidan sayang Tania kan?"
Aidan mengangguk. Jangan tanya sesayang apa lelaki itu pada kakaknya.
"Yasudah. Papi keluar dulu, mau pacaran sama Bunda. Bye... "
Bocah itu menatap jengah ayahnya. Dikala seperti ini, ada saja tingkah Karel.
-
13 Agustus 2021
Dari kamar jedag-jedug
KAMU SEDANG MEMBACA
Tania Jolie(SELESAI)
Teen FictionBagusnya, follow sebelum membaca... Tania kira, semua yang ada di diri Zidan sudah ia ketahui dari luar maupun dalam. Namun semuanya salah ketika zidan tiba tiba menghilang dan Tania dibawa ke singapura oleh ayahnya. "jangan pergi lagi, jangan zid...