Kini semuanya berubah, Zidan tidak lagi menghindari Tania. Malah Sebaliknya, Zidan begitu lengket kepada bayi merahnya. Ia tidak mau jauh semeterpun. Sampai ketika dia belajar berjalan pun, Tania harus ikut andil.
Tania juga hanya nurut-nurut saja. Karena menurut penuturan dokter, mental psikolognya sedikit terguncang. Ia bahkan cuek kesemua, termasuk orangtuanya. Hanya Tania yang ada di fikiran Zidan. Tania hanya harus lebih bersabar lagi menyikapi Zidan yang semakin over protective.
"Mau kemana, sayang?"
"Ah, aku mau ke kamar mandi, bentar." ucap Tania seraya berjalan menuju kamar mandi.
Zidan menatap Tania sampai gadis itu menghilang tertutup pintu kamar mandi. Zidan sendiri sebenarnya masih tidak mempercayai mimpinya itu, ia takut kalau semuanya memang benar adanya. Benar jika Tania sudah milik orang lain. Namun selama satu bulan ini, memang tidak ada yang harus ia curigai.
Zidan menghela nafasnya lelah. Kakinya belum sembuh sempurna. Ia ingin bisa berjalan lancar lagi dan tidak lagi merepotkan semua orang apalagi Tanianya. Kadangkala matanya suka nyeri mungkin efek operasi. Namun, Zidan sudah bersyukur akan semuanya. Ia masih dikasih hidup dan masih bisa melihat dunia.
"Ngelamunin apa?" tanya Tania yang tiba-tiba sudah ada di sampingnya. Zidan tersenyum lalu menggeleng pelan bahwa tidak ada yang ia lamunkan.
"Sini, bobo sama aku."
Tania terkekeh dan tanpa sungkan naik ke ranjang rawat Zidan. Zidan memeluk Tania dengan penuh kasih sayang. Dan Tania pun menyambutnya dengan hangat. Mereka saling mencintai dan tidak ada hal yang patut untuk dipisahkan kecuali maut.
"Aku sayang kamu, Nia."
Tania mengangguk. Ia mengusap pipi Zidan yang tidur pasca koma satu bulan ini. Namun ketampanan yang dimiliki Zidan tidak pudar sedikitpun. Malah, Zidan semakin tampan dimatanya.
"Kenapa gak bales?" tanya Zidan ketar-ketir.
Tania menghela nafasnya pelan, "Aku juga sayang kamu, Zidan. Sayang banget. Melebihi diri aku sendiri. Melebihi sayang kamu ke aku. Jangan pernah raguin sayang aku, cinta aku ke kamu, Zidan."
Zidan terdiam lalu menggeleng pelan, "Maafin aku, Tania. Maaf."
Gadis itu hanya mengangguk dan memeluk Zidan dengan hangat. Tania mulai kehilangan kesadarannya dan mulai tertidur dipelukan Zidan.
"Kenapa aku raguin kamu yang udah dari lama sama aku? Harusnya aku gak ragu soal itu, bukan. Maafin aku." bisik Zidan ditelinga Tania. Iapun mulai menyusul Tania untuk tidur.
-
Zidan membuka matanya dan menoleh kekiri dimana tadi Tania tertidur disampingnya. Namun, sekarang tubuh gadis itu tidak ada disana. Zidan tertidur sendirian tidak ada Tania.
"Tania?"
Zidan mencoba berjalan keluar ruangan dengan menahan keseimbangan agar tidak terjatuh. Zidan ketar ketir mencari Tania yang tak kunjung muncul. Pikiran Zidan sudah negatif sekali. Takut Tania berpaling mencari lelaki yang tidak menyusahkan sepertinya.
Zidan menjadi cengeng. Ia menitikkan air mata karena tak kunjung mendapati Tania. Juga kakinyapun mulai sakit karena terlalu memaksakan.
"Zidan?"
Zidan membalik dan mendapati Tania yang berdiri bingung dengan tangan menenteng keresek. Dibelakang gadis itu seorang lelaki. Zidan segera memeluk Tania dan membawa Tania menjauh dari lelaki itu. Zidan super duper posesif.
"Dia siapa, Tania?"
"Dia Reno. Kamu lupa?"
Otak Zidan berfikir cepat. Ia ingat sekarang. Reno adalah lelaki yang mempergoki dirinya dengan Sari dulu dan lelaki itu pula yang menemani Tania selama Zidan melanjutkan kuliah di amerika. Mata Zidan menajam kearah Reno.
"Lo mau apa? Mau ambil Tania?" tanya Zidan.
Reno bingung. Memang ia kurang tahu dengan kesehatan Zidan. Hanya saja, Zidan terlalu berlebihan. Zidan seperti bukan Zidan yang dulu. Reno tersenyum miring mencoba menjaili Zidan.
"Kalau ia, emang kenapa?" tantang Reno dengan wajah tengil.
Mata Zidan melotot, "Sini lo berantem dulu sama gue!"
Reno terkekeh mengejek, "ngapain gue berantem sama orang sakit kek lo? Sembuh dulu!"
Gigi Zidan bergelematuk marah. Zidan pergi seraya menyeret Tania yang sedari tadi menonton perkelahian dua lelaki. Taniapun tahu bahwa Reno hanya bercanda namun reaksi Zidan sungguh diluar dugaan. Zidan masih sama, ia tidak bisa memgontrol emosinya.
"Udah, Zidan. Lepas tangan aku."
"Enggak! Nanti kamu diambil si Reno Reno itu!"
"Zidan! Reno cuman bercanda. Astaga." bentak Tania kelepasan.
Zidan diam menatap Tania dalam. "Kamu muak sama aku? Kamu kesal sama sikap aku, ya?" tanya Zidan dengan lirih.
"Maafin aku, Tania. Aku cuman takut kehilangan kamu. Aku takut kamu pergi kayak di mimpi aku,"
Tania mengambil kedua pipi Zidan karena lelaki itu mendunduk. "Kamu cuman harus percaya. Dari dulu kamu susah percaya sama aku padahal kita udah bareng-bareng dari kecil. Beri aku kepercayaan, Zidan. Maka semuanya akan mudah."
"Mudah?"
"Iya. Kamu bisa tenang karena memang kamu percaya sama aku. Karena memang aku punya kamu. Tania punya Zidan. Bukan sama yang lain. Kalaupun memang harus terpisah, aku jamin hanya maut yang memisahkan kita."
Mendengar penuturan Tania yang halus dan penuh pengertian rasa cemas Zidan mulai berangsur-angsur membaik. Benar kata Tania. Dirinya memang susah percaya dengan Tania. Dari dulu memang Tania tidak pernah melakukan hal yang ia lakukan dulu. Sebaliknya, Zidan yang selalu berselingkuh dibelakang Tania. Zidan yang selalu mengendalikan Tania. Hanya Zidan.
"Maafin aku, Tania. Mulai sekarang aku percaya sama kamu. Aku percaya kalo kamu cuman punya aku. Gak ada yang lain."
Tania tersenyum haru. Ia mengecup kedua pipi Zidan dengan sayang. Trauma Zidan dengan obsesinya tidak akan pernah lepas meskipun lelaki itu selalu janji. Namun, Tania tidak pernah mempermasalahkan itu.
Zidan dari umur sembilan tahun dinyatakan mengalami Gangguan obsesif-kompulsif (OCD) atau adanya pikiran dan obsesi yang tidak terkendali terhadap sesuatu, sehingga mendorong penderitanya untuk melakukan suatu aktivitas secara berulang-ulang. Hanya saja Zidan masih dalam tahap ringan. Ia tidak terlalu obsesi dengan kebersihan, lelaki itu lebih obsesi kepada apa yang Zidan punya. Obsesi kepada apa yang Zidan inginkan.
Zidan juga mengalami gangguan kecemasan. Ia selalu cemas berlebihan apalagi ketika lelaki itu benar-benar berbuat salah. Seperti waktu dirinya melakukan mengonsumsi obat-obatan. Namun, Tania selalu mengerti Zidan. Mereka sama-sama membuntuhkan. Mereka sama-sama obat untuk saling menyembuhkan.
***
Satu part lagi selesai. Kenapa selesai? Karena udah mentok, mhueehhe..
Udah males bikin konflik lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tania Jolie(SELESAI)
Teen FictionBagusnya, follow sebelum membaca... Tania kira, semua yang ada di diri Zidan sudah ia ketahui dari luar maupun dalam. Namun semuanya salah ketika zidan tiba tiba menghilang dan Tania dibawa ke singapura oleh ayahnya. "jangan pergi lagi, jangan zid...