31• OH SHUT UP!- Virtual

213 13 0
                                    

Meskipun kamu membuat dinding pembatas diantara kita. Aku akan mendobraknya meskipun berdarah-darah.
'Tania'



Tania menyandarkan tubuhnya kedinding, melihat Zidan tengah dibawa ke taman untuk menghirup udara segar oleh suster. Gadis itu beranjang mendekati sang suster lalu menjulurkan telunjuknya agar tidak berbicara.

Tania mengambil alih kursi roda itu. Sekarang, Tania yang membawa Zidan ke taman yang masih ramai. Gadis itu memposisikan dirinya di bawah Zidan dengan berlutut. Tangannya mengambil kedua tangan Zidan untuk disentuh. Dengan gemetar ia menyentuh tangan yang sudah lama ingin dirinya sentuh.

"Jangan kasihani aku."

Tania tetap diam meski Zidan berbicara seperti itu dengan datar. Zidan terlalu hapal dengan semua sentuhan-sentuhan Tania meskipun dirinya tidak bisa melihat. Zidan tidak mungkin harus mengamuk lagi agar Tania pergi. Maka, ia akan mengacuhkan Tania sekuat yang ia bisa.

"Pergi, Tania. Aku gak butuh kamu."

"Aku butuh kamu, Zidan."

"Jangan bercanda!"

Zidan tidak habis fikir dengan keras kepala Tania. Dia begitu gigih untuk terus berdekatan dengan Zidan meski lelaki itu selalu menolaknya mentah-mentah. Lagian apa yanh dibutuhkan Tania dari Zidan. Apakah menjaga Tania? Bahkan menjaga dirinya saja, Zidan tidak mampu.

"SUSTER!"

Tania hanya tersenyum miris melihat Zidan membuat dinding kokoh diantara mereka. Zidan sepertinya memang sangat membenci Tania. Tania harusnya sadar diri akan hal itu. Hanya saja, Tania ingin egois. Ia bisa saja meninggalkan apapun, kecuali meninggalkan Zidan. Tania benar-benar tidak mampu.

Akhirnya Zidan dibawa oleh suster keruangannya yang sudah dihuni beberapa bulan ini. Zidan masih dirumah sakit untuk menunggu siapa yang akan mendonorkan mata untuk dirinya.

"Zidan... Akhirnya kita dapat pendonor. Kamu bisa lihat lagi, sayang." Yola masuk dengan wajah yang begitu sumringah. Ia meraup pipi Zidan dan mengatakan informasi dengan begitu bahagia. Tarapun tak kalah bahagianya. Jagoannya akan kembali melihat dunia. Tara akan lakukan apapun demi sang buah hati.

Zidan hanya tersenyum simpul. Ia tidak tahu harus berbicara apa. Ia ikut bahagia karena akan bisa melihat dunia seperti dulu.

-

Aidan menggaruk rambutnya yang tak gatal. Hari-harinya sudah membuat Aidan kerepotan sekarang ditambah seorang gadis menangis tersedu-sedu di depannya.

"Aku gak mau putus, Aidan."

Aidan mengingat kapan dirinya pacaran dan putus dengan gadis itu. Sumpah demi apapun, Aidan tidak pernah pacaran sebelumnya. Ia hanya memberi sedikit gombalan-gombalan pada beberapa gadis di room chat nya.

"Aduh, adek. Idan gak pernah ketemu kamu sebelumnya."

"Yakan, kita pacaran virtual, kak."

Aidan menipiskan bibirnya mencoba untuk tidak tertawa. Apa tadi? Virtual? Tidak berguna sekali pacaran tapi virtual.

"Yaudah deh, maaf. Tapi kita harus putus. Gue gak bisa pacaran virtual."

"Ke-kenapa gak pacaran nyata aja. Aku kesini cape-cape nyari kakak." gadis itu semakin terisak. Tolong, bantu Aidan. Aidan mengedarkan pandangannya keseluruh tongkrongan yang ia huni. Mereka, teman-teman Aidan seolah-olah menulikan dan membutakan pandangannya dari Aidan dan gadis menangis ini. Padahal mereka benar-benar ingin tertawa keras.

Tania Jolie(SELESAI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang