35• OH SHUT UP!- Lamaran(2)

100 8 0
                                    

Tania gugup karena kedatangan lelaki yang seminggu lalu datang kerumahnya. Tak tanggung-tanggung, lelaki itu membawa kedua orangtuanya. Tania bingung harus melakukan apa. Karel yang ada di kursi single berdehem mencoba menetralisir kecanggungan itu.

"Ayah Tania masih muda ternyata. Kalian seperti adik kakak." ucap ibu dari pihak lelaki. Dokter Wildan.

"Ah, iya. Saya memproduksinya pas masih muda, hehehe." baginya, kehadiran Tania bukanlah aib. Ia harus bangga mendapatkan Tania dihidupnya.

"Oalah, pantesan. Bapak, Tania cantik, kan? Cocok buat Idan."

"Idan, nama saya tante." ucap Aidan. Nama panggilan untuk keluarganya. Aidan masih menelisik keluarga dokter Wildan. Ia tidak mau Tania jatuh ditangan yang salah. Aidan ingat, jika dokter dihadapanya adalah dokter yang menangani Zidan saat itu. Dan juga memberikan kartu nama pada Tania. Apakah sebegitu cepatnya kedekatan mereka sampai-sampai Aidan kecolongan.

"Jadi, pak Karel. Kedatangan keluarga kami untuk meminta izin melamar putri bapak. Awalnya saya ragu karena anak saya, Wildan memberitahukan ini dadakan. Saya tahu, Wildan ingin memiliki istri secepatnya karena umur Wildan pun sudah mapan untuk berumah tangga. Jadi, saya selaku ayah Wildan, ingin melamar anak pak Karel. Nak Tania."

Karel begitu terharu dengan ucapan ayah dari Wildan. Ia tidak menyangka mendapatkan lelaki gentle yang saat ini melamar putrinya. Apakah ini saatnya didinya merelakan putri satu-satunya.

"Saya tidak akan memberatkan apapun. Sebaliknya, saya serahkan semuanya kepada putri kami. Saya tidak mau memaksakan ketidak inginan putri saya." Ucap Karel dengan serius. Ia menatap Tania yang menunduk seraya memeluk tangan Sandra.

"Gimana, nak Tania? Mau jadi anak Ibu?" tanya ibu Wildan.

Tania mengerjap pelan. Ia menatap dokter Wildan yang menatapnya dengan mantap. Terlihat tidak ada keraguan dimata Wildan untuk meminang Tania. Tania jadi bingung. Ia masih belum move on dari Zidan. Namun, otaknya tidak sejalan dengan hatinya.

"Apa kita bisa pendekatan dulu. Saya baru bertemu dengannya satu kali." ucap Tania seperti berbisik.

"Boleh. Sampai kapanpun saya akan menunggu." Ucap Wildan di akhiri dengan senyuman nya.

-

Tania mengigit bibirnya gugup. Ini pertama kalinya dia berjalan berdampingan dengan orang asing. Yang akan menjadi suaminya nanti.

Wildan dan Tania kini tengah berjalan-jalan di suatu mall di pusat kota. Untungnya Wildan tidak ada tugas. Maka ia meminta ijin untuk libur. Ia ingin bersama Tania seharian ini.

"Kamu sudah tidak bersama Zidan, kan?"

Tania tergagap. Bagaimana Wildan tahu?

"Mas tahu. Mas akan selalu tahu tentang kamu, Tania." ucapnya. "Boleh saya memegang tanganmu."

Tania tidak pernah suka di pegang oleh orang asing. Namun, Wildan berbeda. Ia akan menjadi suaminya. Tania mengangguk tanda mengijinkan.

Meskipun awalnya canggung, ternyata Wildan bisa memposisikan dirinya dengan Tania. Umur yang lumayan jauh dengan Tania, tidak membuat Wildan merasa kolot. Taniapun yang awalnya merasa tidak nyaman, akhirnya bisa tersenyum dan tertawa.

"Mas, kenapa pilih aku jadi istri mas Wildan?" tanya Tania setelah mereka duduk di sebuah restoran cepat saji.

"Karena saya sudah menemukannya."

Alis Tania mengerut. "Sudah lama saya melajang. Jadi tidak salah kan saya mencari istri. Dan itu aku memilik kamu, Tania." ucap Wildan.

"Bukan itu maksud aku. Kamu tahu kan soal aku dan Zidan. Bagaimana kalo aku menolak?"

Wildan menghela nafasnya, lalu menatap serius kearah Tania, "Begini, kita realistis saja. Memang kamu mau terus menyakiti diri kamu sendiri?" tanya Wildan. Ia tahu kisah asmara Tania dan Zidan dari beberapa sumber. Contoh nya, Sandra selaku ibu sambung Tania.

Sebenarnya Sandra bukan cuek terhadap hubungan Tania dan Zidan. Sebaliknya, Sandra sangat muak. Meskipun Zidan adik dari temannya, tapi dia melukai putrinya. Sandra bahkan tidak rela jika nanti Tania benar-benar dengan Zidan. Lebih tepatnya, Sandra dan Aidan tidak terlalu bersikap terhadap Zidan. Tidak seperti Karel yang terus membuka pintu untuk Zidan, meski anaknya sendiri terus-terusan tersakiti.

Tania menggeleng. Ia kini sudah berfikir jernih. Ia harus hidup, ada atau tidak adanya Zidan di hidupnya. Tania tidak mau terus-terusan berada dilubang kesedihan yang ia buat sendiri. Sedangkan, mungkin Zidan sudah bahagia tanpanya.

"Jadi, Tania? Apa kita bisa memulai hidup baru sebagai suami dan istri?" tanya Wildan kembali melamar Tania lagi.

Tania menatap terharu kearah Wildan. Tidak menyangka mendapatkan lelaki yang serius kepadanya. Tania mengambil tangan Wildan yang tersimpan dimeja.

"Apakah mas bisa sabar, ketika hati aku masih ada Zidan?" tanya Tania. Ia harus benar-benar memberikan keputusan yang benar.

"Tidak perlu dihapus. Zidan akan selalu di hati kamu. Saya mendapatkan setengahnya saja sudah bersyukur." ucap Wildan yang semakin membuat Tania merasa mantap untuk menerima lamaran itu.

"Iya, mas. Aku mau."

Wildan kini tersenyum lebih lebar. Tersirat kebahagiaan dimatanya. Wildan ingin sekali memeluk Tania. Hanya saja sekarang dirinya berada di tempat umum.

"Terimakasih."

Tania Jolie(SELESAI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang