Bella terdiam. Sampai akhirnya Arthur mengunci pintu kamarnya. Ia masih tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Ia ingin bertanya, tapi Bella meragukannya.
Arthur terlihat seperti seorang pria yang sedang seperti melakukan kesalahan besar pada seseorang. Ia sendiri tidak tahu akan memulai dari mana jika sampai Bella mempertanyakan segalanya.
"Kau bisa mengganti pakaianmu, Bella..." ujar Arthur. "Aku akan menunggumu disini..." imbuhnya. Arthur melonggarkan kerah kemejanya dan membuang dasi kupu-kupu yang sempat melekat di lehernya. "Aku sudah memperingatkanmu sebelumnya..."
"Apa?"
"Apa aku harus mengulanginya?"
"Kau hanya mengatakan untuk tidak memikirkan apapun yang akan teman-temanmu katakan. Dan aku—"
"Menangis" Arthur menoleh pada Bella dengan wajah kesalnya. "Kau menangis, Bella. Kenapa kau harus menangisi orang-orang seperti itu, kau bisa saja melawannya"
Artur melepas satu kancing kemejanya dan duduk di kursi. Mengambil segelas sampanye mungkin bisa membuat sedikit rasa kesalnya mereda. Arthur menenggaknya dengan cepat.
"Apa kau begitu senang dipermainkan mereka? Apa kau tidak bisa lari dan mencariku saja? Kau tidak harus menunggu kedatangan seseorang untuk mabntumu mengatasi masalahmu..."
Tanpa sadar, Bella kembali meneteskan air matanya. Ia memang hanya bisa menangis. Arthur tidak tahu, kekesalan Bella, rasa sedih Bella berasal dari pria itu. Perasaannya yang hanya dimiliki olehnya telah membuatnya sengsara. Ia hanya berpikir dirinya tidak lebih baik dari Rosaline. Sehingga ia terpengaruh dengan ucapan teman-teman Arthur. Bella juga baru menyadari jika perasaannya telah tumbuh bersamaan dengan waktu yang entah dari mana datangnya.
"Kau memarahiku?"
"Aku tidak memarahimu,"
"kau sedang melakukannya, Arthur" Bella menyeka air matanya kasar. "Bukankah sekarang seharusnya kau menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi?"
"Tentang apa?"
"Kau bisa berjalan. Dan kau bisa melihat..." Bella mengerutkan keningnya kecewa. "kau membohongiku selama ini..."
Arthur terdiam.
"Kau juga tidak perlu melakukan hal yang tidak ingin kau lakukan. Aku tidak memintamu hadir disana, membantuku dan memujiku setinggi langit. Kau tidak perlu melakukannya jika pada akhirnya kau menjatuhkanku ke dasar jurang setelahnya..."
"Aku tidak bermaksud seperti itu, Bella"
"Kau tidak perlu membohongi orang-orang dengan ucapanmu yang terlihat sangat manis dan penuh arti. Satu kebohongan akan menutupi kebohongan yang lain. Jangan pernah memasukanku ke dalam kebohonganmu, Arthur"
"Bella, aku tidak sepenuhnya berbohong padamu..."
"Kau tidak perlu memarahiku hanya karena aku menangis dan tidak melakukan apa-apa disana sedangkan kau tidak tahu inti dari permasalahannya"
"Aku tahu!" balas Arthur menggeram. "kau tersinggung karena mereka mengatakan kau hanya berniat mengincar hartaku, kau tersinggung karena mereka mengataimu kecil. Dan—" Arthur terhenti.
Bella kembali menyeka air matanya yang terus turun.
"sudahlah, kau memang tidak tahu apa-apa tentangku, Arthur" Bella berbalik. Ia menutup pintu kamar mandi dengan keras dan menyalakan showernya. Berharap air dingin bisa mendinginkan kepalanya yang panas.
Melihat Bella menutup pintu kamar mandinya dengan keras membuat Arthur mengeram kesal. Ia membanting gelas sampanyenya.
Apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa Arthur menjadi sangat marah saat melihat Bella dipermainkan seperti itu. Dan ia semakin marah karena Bella tidak bisa melakukan apapun disana. Hanya itu, hanya itu hal yang membuat Arthur kesal. Tidak ada yang lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MA BELLE (END)
RomanceCERITA DEWASA Bella Weston terpaksa menjalani hari-harinya untuk bekerja pada pria buta dan lumpuh karena harus menggantikan tugas Doris, rekan kerjanya. Bella tidak pernah berpikir jika keputusannya untuk tinggal di rumah megah milik Arthur Fernand...