BAB 4

18.1K 1.1K 81
                                    

"Selamat pagi, tuan Arthur..." sapa Bella lembut. Ia membungkukan sedikit punggungnya untuk menyapa tuannya.

Seperti ucapan Doris, Bella membuka tirai kamar tepat jam sembilan pagi. Bersamaan dengan bangunnya Arthur fernandez. Pria itu masih belum membuka suaranya sambil duduk di atas ranjangnya, menatap kosong arah sinar matahari.

Bella mengamati Arthur fernandez. Sepertinya pria itu begitu menikmati sinar matahari yang menembus tubuhnya.

Bella mendorong kursi roda dan membantu Arthur fernandez untuk duduk disana. 

"Apa anda mau sarapan di luar? Cuaca hari ini benar-benar bagus. Aku akan membantu anda untuk menikmati sinar matahari di luar sana"

Bella mengigit bibirnya gugup. Benar, Bella sangat gugup. Berhadapan dengan pria yang belum mengeluarkan suaranya sejak kemarin membuat Bella berpikir keras agar suasana di antara mereka tidak ada kecanggungan.

"Namaku..."

"Bella..."

Ucapan singkat dari Arthur fernandez membuat Bella cukup terkejut. Bella pikir, Arthur fernandez tidak mendengarkan perkenalannya kemarin. Tapi sepertinya Bella salah. Pria itu mengingat namanya.

"Aku pikir anda tidak memperhatikanku waktu itu, jadi aku berniat memperkenalkan diriku lagi pada anda, maaf." kata Bella. "Tapi sekali lagi aku ingin memperkenalkan diriku langsung kepada anda. Namaku Bella, Bella weston. Aku adalah pengganti Doris, aku berjanji akan melayani anda dengan baik, Tuan Fernandez"

Perkenalan yang cukup mendebarkan. Sampai akhirnya pria itu meminta Bella untuk mengantarnya ke ke halaman belakang untuk menikmati sarapan paginya.

*

Mereka keluar lewat lift yang tersedia di kamar Arthur fernandez. Lift tersebut dibuat khusus untuk pria itu sejak dokter menyatakan jika Arthur Fernandez mengalami kelumpuhan pada kakinya.

Bella berdiri di belakang kursi roda Arthur fernandez. Nampaknya, dugaan Bella benar, jika pria itu begitu menikmati sinar matahari saat pagi hari. Pagi tadi, Bella bangun lebih awal agar tidak terlambat saat membuka tirai untuk Arthur fernandez.  Rasa kantuknya tiba-tiba terasa sangat jelas ketika kejenuhan mulai melandanya. Berdiri di bawah terik sinar matahari membuat Bella merasa lemas. Tentu saja, pria itu tidak membiarkannya membawa payung untuknya. Bella juga tidak berani menawarkan diri pada pria itu. 

Perut Bella juga sedikit lapar karena ia belum sempat sarapan karena gugup. Bekerja dengan pria kaya seperti ini adalah pengalaman baru untuk Bella. Ia tidak pernah merawat seorang tunanetra dan lumpuh pada kakinya seorang diri seperti ini. Bella tidak mau membuat sedikitpun kesalahan pada pekerjaannya kali ini. Ia akan menjalaninya dengan baik. Karena enam bulan lamanya tidaklah lama.

"Berikan aku segelas sampanye..."

"Sampanye?" Alis Bella mengkerut.

Bella  melihat satu botol sampanye di meja makannya. Ia baru menyadari jika disana juga ada dua gelas yang siap digunakan untuk minum, dan beberapa potong  croissant dan buah-buahan di piring.

"Tidak, anda tidak boleh meminum sampanye saat perut anda belum diisi apapun, tuan. Lagipula, tidak baik untuk kesehatan anda..."

Arthur fernandez terdiam sejenak sebelum akhirnya menjawab larangan Bella.

"Apa kau sedang berusaha mengaturku?" katanya membuat perut Bella melilit. Suara tajam dan penuh kekuasaan tampak terdengar di telinga Bella. Dan semua itu  berhasil membuat nyali Bella menciut dalam sekejap.

"Maaf," kata Bella pada akhirnya.

Bella menuangkan sampanye ke gelas yang sudah tersedia di meja makan berukuran kecil itu dengan tenang. Namun, Bella tidak memungkiri jika dirinya juga gugup.

MA BELLE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang