•Empat

4.7K 246 1
                                    

“Cel lo gapapa kan?” tanya Tasya yang baru saja datang.

Celyn menggelengkan kepalanya. ”Celyn gapapa Sya, emangnya Celyn kenapa?”

“Apanya yang gapapa coba, mata lo sembab Cel.” tegas Tasya.

“Lha terus kenapa kalo sembab? Celyn gapapa kali, Sya." ucap Celyn sambil terkekeh.

“Gua tau lo Cel, gua tau lo kenapa kenapa. Gua, lo, sama Katherine. Kita udah temenan dari kelas satu SD Cel, dan lo masih belum percaya sama kita berdua?” tanya Tasya yang tidak habis pikir.

"Celyn gamau aja kamu sama Katherine ikut-ikutan kena masalah gara-gara, Celyn juga gamau nyushin kalian.” lirih Celyn, kini ia menatap Tasya dengan sendu.

Tasya merangkul pundak Celyn, berusaha menguatkan sahabatnya ini. ”Kalo emang lo belum bisa sepenuhnya cerita sama gua atau Katherine, gapapa. Jangan di paksa, kalo emang lo bener-bener butuh temen buat curhat lo bisa chat kita ya Cel.”

Celyn mengangguk lalu tersenyum. ”Makasih ya Sya, makasih. Kalian selalu ada di saat Celyn lagi kayak gini.”

Bel sudah berbunyi, siswa maupun siswi memasuki kelasnya masing-masing, sekarang hampir semua murid sudah memasuki kelas XI IPA 4, namun tidak dengan Katherine.

“Katherine kemana, Sya?” tanya Celyn sambil menghadap ke belakang, karena kini Tasya pindah duduknya, Tasya duduk tepat di belakangnya dengan Katherine.

“Oh iya gua sampe lupa, dia lagi sakit katanya. Ini suratnya gua bawa, supirnya tadi nganterin ke rumah.” Jawab Tasya sambil menunjukan surat tersebut.

Celyn hanya menganggukkan kepalanya. ”Gimana kalo nanti pulang sekolah jenguk Katherine?”

Tasya tersenyum. ”Boleh. Tapi gua ga bawa mobil, gimana Cel?”

“Yaudah, naik Bus aja." jawab Celyn dengan santainya.

Guru yang mengajar dikelas XI 4 pun mulai memasuki kelas.“Selamat pagi anak-anak” Sapa guru itu dengan sopan.

“Pagi bu” ucap siswa-siswi serempak.

“Disekolahan kita mendapati mempunyai murid baru, lebih tepatnya dikelas kalian disini, dikelas XI IPA 4." ucap Bu Nurhayati sambil tersenyum. “Sekarang kamu boleh masuk.” Lanjutnya, seolah-olah menyuruh.

Yang disuruh pun langsung memasuki kelas. ”Silahkan kamu perkenalkan diri kamu, agar teman-teman yang lain bisa lebih dekat dengan kamu.” ucap Bu Nurhayati sambil berjalan untuk duduk dibangkunya.

Laki-laki itu tersenyum manis. ”Perkenalkan nama saya Axel Reynald Khanza, panggil aja Axel. Saya pindahan dari Bandung, dan semoga kita bisa menjadi teman baik.” ucapnya sambil tersenyum manis, hampir saja senyum manis itu mampu menghipnotis semua siswi yang ada dikelas.

Bu Nurhayati tersenyum ke arahnya. ”Cukup Axel?”

Axel mengangguk. ”Cukup Bu.”

“Kalau begitu kamu duduk disebelah Celyn.” ucapnya sambil menunjuk ke arah bangku yang kosong.

Celyn tersentak kaget ketika ada yang memanggil namanya. ”Maaf Bu, ini tempat sahabat Celyn, Katherine. Dia lagi sakit jadi gabisa masuk."

“Cuman hari ini, Celyn.” kata Bu Nurhayati lembut.

Celyn mengangguk pasrah.”Yaudah iya Bu.”

Axel tersenyum lalu melangkahkan kakinya menuju ke bangku yang tadi ditunjuk gurunya itu, ia melirik sekilas ke arah Celyn yang sedang memperhatikan guru didepan.

Axel mengulurkan tangannya. ”Gua Axel Reynald Khan-“

“Udah tau, kan tadi didepan bilang kayak gitu” ucap Celyn lalu matanya kembali pokus menatap guru yang sedang menjelaskan materi.

•000•

Max tidak memperhatikan guru yang tengah menjelaskan didepan, karena rasanya malas, apalagi sekarang pelajaran Bahasa Inggris. Pelajaran yang paling Max benci.

Yang anehnya, Max itu sebenarnya laki-laki bodoh, tapi ntah kenapa ia bisa masuk ke kelas IPS-3 bersama Ivan dan Tristan. Begitupun dengan Rangga, ia juga bodoh.

Padahal ini baru semester satu, tapi ntah kenapa Max sudah tidak fokus, akhir-akhir ini ia sangat malas untuk masuk sekolah.

"Max, coba jelaskan apa itu Giving Instruction?" tanya Pak Budi, dia ternyata sadar kalau sedari tadi Max melamun di saat jam pelajarannya.

Dan yang aneh menurut Max, kenapa guru bahasa Inggris dikelas ini malah laki-laki? Di tambah Pak Budi itu terkenal dengan sikap tegasnya, Max benci guru tegas.

Bukankah seharusnya guru bahasa Inggris itu wanita muda dan cantik? Kan bisa tuh nanti Max deket-deket sama mereka. Kalo cantik.

Max masih belum sadar kalau dipanggil oleh Pak Budi, sampai akhirnya Rangga menginjak kaki Max. "Max dipanggil Pak Budi," bisik Rangga.

Max terpelonjat kaget karena Rangga menginjak kakinya dengan cukup keras. "Brengsek lo!" bentaknya, ia lupa kalau ada Pak Budi yang masih mengajar di depan.

"Max!" bentak Pak Budi lalu menghampiri tempat duduk Max dan Rangga.

"Duh, mati gua." ucap Rangga pelan namun masih bisa di dengar oleh Max.

Berbeda dengan Tristan, dia malah terkekeh geli melihat tingkah Rangga dari belakang, ia tebak pasti Rangga sangat takut saat ini.

"A-apa Pak?" tanya Max, dengan santainya dia mengucek mata di depan Pak Budi.

Pak Budi selalu membawa penggaris besi ditangannya, padahal dia bukan guru matematika, tapi katanya penggaris besi itu untuk memukul tangan anak-anak yang nakal, seperti Max misalnya.

Max meringis kesakitan karena tangannya baru saja dipukul dengan keras oleh penggaris besi milik Pak Budi. "Awshh, sakit Pak."

"Makanya perhatiin yang saya jelaskan tadi di depan!" katanya lalu kembali memukul tangan Max. "Coba saya tanya lagi, apa itu Giving Instruction?"

Max diam membuat Pak Budi kembali memukul tangannya. "Lagian ngapain aja dari tadi, Max? Kamu melamun apa sih?"

Max meringis. "Pak serius, tangan saya sakit banget, duhh." katanya mengalihkan pembicaraan.

Pak Budi langsung melihat tangan Max yang ia pukul tadi. "Ah gapapa kok, Max. Kamu kok lebay ya jadi cowok?"

Setelah mengucapkan itu, Pak Budi langsung kembali ke depan membuat Rangga yang berada di sisi Max bernafas lega. "Kalo sampe ada yang gak perhatiin pelajaran saya lagi, kali ini gak bakalan saya maafin."

"Cih, siapa juga yang mau maaf dari dia." cibir Max pelan.

•000•

Disisi lain, Celyn tengah sibuk menulis di bukunya, namun sedari tadi sepertinya teman sebangku Celyn berusaha menganggu aktivitasnya.

Karena guru yang mengajar dikelas mereka katanya sedang ke kantor sebentar, dan mereka hanya disuruh menulis apa yang tadi guru itu tulis dipapan tulis.

Celyn menghentikan aktivitas menulisnya, lalu menatap Axel, tentu saja membuat Axel kaget, laki-laki itu langsung menatap lurus ke depan.

"Kenapa?" tanya Celyn geram, karena  sedari tadi Kay menatapnya, ia risih.

Axel kembali menatap Celyn. "Lo cantik, Lyn."

Celyn diam sebentar mendengar Axel yang memanggilnya 'Lyn', itu kan panggilan Max untuk dirinya. "A-apa?"

"Lo cantik," setelah mengucapkan itu Axel terkekeh geli melihat raut wajah Celyn yang agak kebingungan.






Vote & komen jangan lupa 😙💛

Aku update sampe part 5 dulu ya, lanjut besok. Tapi komen dulu yuk yang banyak😙💛

Young MomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang