Tidak semua orang mampu mengatakan yang sebenarnya, karena menurut mereka menyembunyikan luka adalah jalan terbaiknya.
•000•
Baru masuk kelas, Axel langsung menghampiri Celyn yang sudah satu minggu terakhir ia lihat.
Hanya ada Celyn di sana, semua anak belum masuk ke kelas, mengingat kalau ini masih terbilang cukup pagi.
"Celyn, akhirnya lo berangkat juga." kata Axel senang ketika melihat Celyn duduk di tempat biasanya, setelah sekian lama ia tidak melihat gadis itu duduk di sana.
Celyn mendongak, ia tersenyum tipis ke arah Axel yang menatapnya dalam. "Iya Axel."
Axel kemudian duduk di sebelah Celyn, ia memandang lekat mata gadis itu. "Darimana aja? Gua khawatir."
"Celyn ada di rumah kok, Xel." kata Celyn dengan santainya, seolah-olah kini ia lupa dengan beban pikirannya.
"Gua ke rumah lo setiap hari, Lyn. Tapi lo gak pernah bukain gua pintu, terus hp lo juga gak pernah aktif," kata Axel lalu memandang lurus ke depan. "Maaf, gua udah terlalu jauh bahas masalah pribadi lo."
Celyn tidak menjawab, ia hanya diam sembari memejamkan matanya sebentar lalu menghela nafasnya.
Tanpa Celyn sadari, Axel memperhatikan gerak-geriknya. Axel tersenyum tipis, kini Celyn kembali. "Nanti malem ada acara gak, Lyn?"
"Celyn gabisa."
"Tanpa lo berfikir lagi? Lo nolak ajakan gua dalam tiga detik." kata Axel membuat Celyn menatapnya cukup kesal, mungkin dia risih. "Oke, gua gak maksa lo, maaf."
Setelah mengatakan itu Axel duduk di tempat biasanya, yaitu di belakang. Tidak butuh waktu lama, Tasya datang dengan wajah cemberutnya, namun setelah melihat Celyn tengah duduk, gadis itu langsung merasa senang.
•000•
"Max kenapa sih akhir-akhir ini dia bolos terus?" tanya Rangga, ia mulai kepo dengan sikap Max yang akhir-akhir ini cukup berbeda.
Tentu saja perasaan itu juga di rasakan oleh Ivan dan Tristan, tapi anehnya Max tidak merasa di curigai oleh ketiganya, laki-laki itu bersikap seperti biasa, namun tidak bagi ketiganya.
Menurut ketiganya, Max itu seperti menyembunyikan sesuatu dari mereka, ntah itu masalah cintanya dengan Celyn atau keluarganya, yang jelas Max tidak pernah mau mengatakannya.
Tristan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Gua juga gak tahu, Ga."
Rangga langsung menatap Ivan yang tengah memainkan ponselnya, biasalah laki-laki itu sok sibuk.
Paham dengan tatapan Rangga, Ivan menyimpan ponselnya lalu mengangkat bahu. "Gua juga gak tahu."
"Lo tanya langsung dong, Ga. Kali aja dia butuh bantuan kita," usul Tristan yang langsung di angguki oleh Rangga.
"Iya bener juga, yaudah biar gua tanya nanti." kata Rangga lalu mulai fokus pada ponselnya.
Setelah beberapa menit sibuk dengan aktifitas-nya masing-masing, Max datang sembari menenteng tasnya lalu duduk di sebelah Rangga.
Membuat Rangga langsung menyimpan ponsel lalu menatap Max. "Max lo punya masalah ya?"
"Masalah apaan?" tanya balik Max.
"Ya lo punya masalah gak, makanya kita nanya." kata Tristan yang akhirnya ikut-ikutan nimbrung.
Max menatap mereka bingung. "Emang gua punya masalah apaan si?"
"Lah si bego malah nanya kita." kesal Rangga. "Kita tanya nih ya sekali lagi Max, lo punya masalah gak?"
"Hehh gua tanya sama kalian, emangnya gua punya masalah apa?"
"Udah ah gua pusing dengernya," kesal Tristan sembari menatap tajam keduanya. "Buat lo, Max. Lo kalo punya masalah apapun itu, cerita sama kita, kali aja ada jalan keluarnya."
"Lah siapa juga yang punya masalah." cibir Max membuat mereka semakin kesal, dan menyesal menanyakan apakah Max mempunyai masalah atau tidak.
•000•
"Satu minggu lebih, kemana aja lo Cel?" tanya Katherine yang tampaknya sedari tadi ingin menanyakan hal itu.
Celyn tersenyum tipis. "Celyn ada di rumah kok."
"Terus kenapa gak sekolah? Lo bikin semua orang jadi khawatir tau gak?"
Mendengar hal itu, Celyn menundukkan kepalanya, ia merasa bersalah karena telah membuat semua orang khawatir. "Maaf."
Katherine menghela nafasnya. "Lain kali jangan kayak gini lagi, Cel."
Tasya mengelus punggung Celyn. "Kat, udah. Jangan bahas itu lagi."
"Tapi kalo Celyn gak di omongin kayak gini, dia bakalan keterusan, Sya!" ucap Katherine dengan nada yang cukup tinggi, membuat semua yang ada di kelas menatap ke arah mereka bertiga.
Tasya menatap Katherine, sedangkan Celyn masih menundukkan kepalanya. "Kat, lo jangan kayak gini lah, kasian Celyn." kata Tasya membela Celyn.
Lagi-lagi Katherine menghela nafasnya, setelah itu ia bangkit dari duduk. "Celyn, gua bilang apa? Seharusnya lo udah lama putusin tuh cowok, kalo udah gini mau gimana lagi coba?" lalu Katherine keluar dari kelas.
Celyn menatap Tasya. "Sya, Celyn ngerasa bersalah banget udah bikin kalian khawatir. Maaf."
Tasya memeluk Celyn, ia mengerti keadaan sahabatnya yang satu ini. "Gapapa, udah jangan di pikirin. Yang penting sekarang lo udah bebas kan dari Max? Si cowok brengsek itu."
Celyn diam, ia tidak tahu harus berkata apalagi. Karena dari mulut mereka belum satu orang pun yang mengucapkan kata 'putus'.
•000•
Akhirnya yang di tunggu-tunggu datang juga, yap, jam istirahat. Dengan cepat Max memasukan semua barang yang ada di meja ke kolong.
"Ke kantin?" tanyanya dengan semangat, berbeda dengan sikapnya yang tadi pagi.
Rangga menatapnya berbinar. "Kuy!"
Tristan bangkit dari duduknya, di susul oleh Ivan. "Ayok."
Dengan semangat 86 mereka keluar kelas beriringan, tapi langkah mereka terhenti karena Tasya berlari ke arah mereka berempat.
Tasya langsung menatap Max sembari mengatur nafasnya, membuat mereka semakin kepo kenapa Tasya ada di sini.
"Kenapa?" tanya Max dingin karena kesal Tasya tidak kunjung juga mengatakan apa maksudnya datang ke sini lalu menatapnya seperti itu.
"Sya, tarik nafasnya lalu buang pelan-pelan. Santai aja," kata Tristan cukup terdengar dingin namun perhatian.
"Celyn pingsan, dia di bawa ke UKS!"
"Jadi, ini maksud lo datang kemari? Sayangnya gua gak butuh berita yang lo bawa ini." kata Max lalu berjalan melewati Tasya begitu saja, namun ia kembali berbalik menatap Rangga dan yang lain. "Ayok, katanya mau ke kantin."
Maaf ya aku jarang update, terus sekarang updatenya kemaleman 😂
Tapi yang pasti aku bakalan sering update kok, tenang aja😙See you next part 💛💛💛
KAMU SEDANG MEMBACA
Young Mom
Teen Fiction[FOLLOW DULU BARU BISA BACA] Judul sebelumnya: I'm (not) fine Menjadi istri sekaligus ibu di umur tujuh belas tahun bukanlah impian Celyn, bahkan tidak terpikirkan sedikitpun olehnya. Tapi, Celyn harus menerima kenyataan kalau di umur tujuh belas ta...