Max, cowok jangkung itu baru saja merebahkan tubuhnya di atas kasur yang sudah beberapa hari ia tinggalkan, ia mendengus kesal mendengar ketukan keras dari arah pintu kamarnya.
Dengan sangat malas, ia kembali bangkit dan membukakan kunci pintu kamarnya. "Sabar." kesalnya.
Setelah pintu terbuka, Max membulatkan matanya kemudian menarik kasar lengan Celyn agar masuk ke kamarnya, lalu ia tutup kembali, takut-takut ada orang rumah yang mendengar percakapannya.
"Ngapain lo ke sini?" tanya Max dingin sembari menatapnya tajam.
"Aku hamil."
Max tidak bergeming.
"Aku hamil, Max.."
Max masih mematung di tempatnya.
"Usia kandungan aku udah 3 minggu.."
"Sialan, kenapa lo minta tanggung jawabnya ke gua? Lo gak ngerti? Usia kandungan lo bahkan lebih tua dibanding gua perkosa lo waktu itu." Max mengepalkan kedua tangannya, menahan semua amarah yang akan siap meledak kapan saja. "Bisa-bisanya lo minta tanggung jawab sama gua!"
"Tapi kamu yang perkosa aku, Max!" pekik Celyn, kini ia tidak peduli kalau seisi rumah Max tahu.
"Lo kira gua percaya?" tanya Max yang terdengar sangat menjengkelkan.
Karena terlalu emosi, Celyn menampar pipi Max dengan keras. "Aku mau kamu tanggung jawab!"
Max mengacak rambutnya prustasi. "Tanggung jawab apa, sialan?! Lo yakin kalo itu anak gua? Bukannya lo itu jalang yang sana-sini deket cowok?"
Celyn kembali menampar pipi Max, tamparan yang lebih keras dari sebelumnya. "Bahkan kamu lebih brengsek dari yang aku kira." tangannya kini sibuk mencari sesuatu yang berada dalam tasnya, namun benda yang ia cari nihil, tidak ada di dalam sana.
"Mending lo keluar." Max mendorong tubuh kecil Celyn, sampai-sampai wanita itu hampir terjungkal. "Gua nggak sudi punya anak dari jalang kayak lo, bahkan gua nggak tahu kalau itu memang anak gua, gua nggak yakin."
Mata Celyn memerah, tangannya mencari sesuatu yang berada di dalam tasnya, namun benda yang di carinya tersebut nihil, tidak ada di sana.
***
Malam ini sepertinya terasa sangat dingin di kulit lembut Celyn, dengan pakaian yang tidak terlalu tertutup, membuatnya cukup terasa kedinginan.
Namun sepertinya malam ini cukup ramai, terlihat jelas banyak anak-anak muda yang hanya sekedar berjalan-jalan bersama pasangannya di sekitarnya.
Celyn mengusap kembali perutnya yang rata, akankah ia bisa mempertahankan anak ini sendirian tanpa bantuan?
Setelah di usir secara paksa dari rumah Max tadi, membuatnya cukup kembali berpikir keras, haruskah ia menjalani hidup seperti ini? Kenapa Tuhan sangat tidak adil? Kenapa harus ia yang mendapatkan masalah besar ini? Kenapa tidak wanita lain? Ia tidak sekuat yang orang lain tahu.
Celyn memegangi kepalanya yang tiba-tiba terasa sakit, begitupun dengan tubuhnya yang terasa limbung.
***
"Kok gue ada di sini?"
Setelah beberapa menit akhirnya wanita cantik itu sadar juga, Ivano melirik sekilas, kemudian mengambil minuman yang berada di atas nakas. "Minum dulu,"
Venna menerima minuman yang di berikan Ivano, ia tersenyum tipis ketika melihat cowok itu cukup perhatian kepadanya. "Thanks."
Ivano memandangi Venna cukup lama, membuat wanita itu tersedak. "Jangan gitu lagi,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Young Mom
Teen Fiction[FOLLOW DULU BARU BISA BACA] Judul sebelumnya: I'm (not) fine Menjadi istri sekaligus ibu di umur tujuh belas tahun bukanlah impian Celyn, bahkan tidak terpikirkan sedikitpun olehnya. Tapi, Celyn harus menerima kenyataan kalau di umur tujuh belas ta...