"Max, mau makan?" tanya Jihan yang muncul di balik pintu kamar Max.
Max menatap ibunya. "Max laper, tapi Max males keluar kamar."
Jihan tersenyum manis, anaknya yang satu ini memang sangat manja, ia menghampiri Max. "Bunda ambilin ya?"
Max bangkit dari tidurnya kemudian tersenyum manis. "Serius? Max cape banget hari ini, Bunda."
Jihan mengelus rambut tebal anaknya. "Tentu, cape kenapa, hmm?" Jihan memperhatikan wajah anaknya. "Lho, muka kamu kok ini lebam sayang, kenapa?"
Tadi setelah Tasya dan Celyn menaiki bus memang Axel menonjoknya, dan sepertinya muka Max terlihat lebam. Ia memegangi wajahnya. "Max gapapa, Bun."
"Bunda obatin ya?" tawar Jihan, ia hendak meninggalkan Max namun laki-laki itu menahan lengannya.
"Ambilin Max makan aja, Max laper. Gak mau di obatin." kata Max seperti anak kecil yang tengah memohon.
Jihan terkekeh, ia kembali mengelus rambut tebal Max. "Yaudah, Bunda ambilin kamu makan dulu ya Max, sebentar."
•000•
Celyn tengah memperhatikan langit-langit kamarnya sedari tadi, pikirannya terus tertuju pada Max.
Apakah laki-laki itu sekarang marah padanya gara-gara ucapan Axel tadi siang? Huft, memikirkannya saja sudah membuat Celyn pusing.
Tangan Celyn kini mengutak-atik ponselnya yang tadi siang terlempar dan sedikit retak, sebaiknya Celyn segera mengganti ponsel ini, tapi uang darimana?
Orang tua Celyn tidak mau memperhatikannya, mereka terlalu memperhatikan Clarissa, apakah mereka juga lupa kalau Celyn juga anaknya?
Ponsel Max sepertinya sengaja di matikan, ia menghembuskan nafasnya kasar, sekarang Celyn harus apa?
Haruskah sekarang Celyn pergi ke rumah Max untuk menjelaskan semuanya? Tapi rasanya tidak mungkin, ini sudah pukul delapan malam, bagaimana jika nanti ia kena begal di jalan?
Celyn kembali merebahkan tubuhnya, bagaimana bisa ia melewati hari-harinya kalau terus menerus menerima masalah seperti ini?
Sedangkan Celyn tidak mau berpisah dengan Max, karena hanya dia yang Celyn punya untuk saat ini.
Bukankah Celyn itu wanita bodoh? Sudah jelas-jelas kalau Max itu laki-laki pemarah, dan jangan lupakan sikapnya yang semena-mena terhadap perempuan. Tapi masih saja Celyn mau bertahan.
•000•
Max membuka matanya perlahan karena gangguan sinar matahari yang menerobos masuk ke dalam kamarnya. Setelah melihat ke arah jam dinding, ternyata ini sudah pukul setengah tujuh!
Dengan pergerakan cepat Max masuk ke kamar mandi, mata yang tad belum buka sepenuhnya kini ia paksakan untuk membukanya.
Setelah keluar dari kamar mandi, Max langsung membuka lemari untuk mencari seragam sekolahnya, dengan pergerakan cepat tentunya.
Merasa sudah lebih baik dari sebelumnya, Max keluar kamar sembari menjinjing tas. Jihan yang tengah berdiri di dekat meja makan bingung melihat Max kelabakan. "Max, kenapa?"
"Max kesiangan Bun, kenapa Bunda gak bangunin Max?" tanya balik Max lalu memakai sepatunya di depan televisi, dan di dekat adiknya.
"Bunda kira kamu lagi siap-siap tadi." kata Bundanya sedikit menyesal tidak membangunkan Max.
KAMU SEDANG MEMBACA
Young Mom
Teen Fiction[FOLLOW DULU BARU BISA BACA] Judul sebelumnya: I'm (not) fine Menjadi istri sekaligus ibu di umur tujuh belas tahun bukanlah impian Celyn, bahkan tidak terpikirkan sedikitpun olehnya. Tapi, Celyn harus menerima kenyataan kalau di umur tujuh belas ta...