28 ; Back Home

7K 698 18
                                    

Sudah beberapa hari Winter terbaring lemah di kasur rumah sakit dan sudah beberapa hari juga Karina selalu bolak balik.

kini sudah hari ke-7 Winter tertidur pulas, masih tetap sama Karina yang berada di sisi Winter. Karina ke rumah sakit setelah pulang sekolah dan kembali ke rumah saat pukul 21.00, dirinya kembali ke rumah hanya untuk tidur, makan dan ganti pakaian sekolah. Hari ini sudah hari minggu yang di mana sudah seminggu yang lalu Winter berjanji padanya akan mengajak Karina pergi jalan.

"Winter, kamu ga mau bangun? Aku Kangen. " Tiap hari Karina mengucapkan itu, bahkan nada ucapannya tak berubah.

Joy dan Yeri sedang berada di rumahnya sekarang bisa dibilang mereka sedang melakukan berjaga giliran, kini hanya ada Karina sendiri di kamar rawat.

"Aku juga kangen." Karina terkejut dan menegakkan duduknya, seperti suara Winter. Jari Winter bergerak jadi tadi Winter mendengar ucapannya?

"W-winter?" Karina ragu, tetapi Winter seperti memberi anggukan pelan.

"Udahan dong nangisnya, aku ga suka liat kamu nangis kayak gitu." Winter menghapus air mata yang mengalir di pipi Karina.

"Iya aku ga nangis lagi! Tapi kepala kamu pusing? Atau badan kamu ada yang sakit?"

"Kamu di sini aja aku udah ngerasa sembuh, kamu lucu banget tau ga? nangis cengeng kayak anak kecil." Winter terkekeh pelan.

"Ish kamu mah baru juga sadar udah ngeselin, aku tiap hari ke sini buat liat kamu tapi pas kamu udah sadar malah gini." Sebal Karina, merajuk seperti anak kecil.

"Setiap hari? Manis banget sih mba nya, takut aku pergi ya? Oh iya, mamah sama kak Yeri kemana?"

"Kamu jangan bilang bakal pergi gitu, aku ga suka tau. Mamah kamu sama kak Yeri lagi pulang dan sekarang bagian aku buat jagain kamu."

"Yaudah sini, tidur di sebelah aku. Aku mau peluk kamu." Winter menepuk lahan kosong di sebelah dirinya. Karina menuruti keinginan Winter.

"Dari kapan kamu sakit kayak gini?" Karina membenarkan posisinya, sekarang mereka saling berhadapan.

"Udah 2 tahun semenjak aku dinyatakan menderita leukimia. Alasan aku dulu ga pernah selalu ada buat kamu ya itu, aku harus rajin sering-sering check up dan kemoterapi, tapi untungnya 6 bulan terakhir ini kondisi aku membaik tapi entah kenapa pas malem pulang dari nganter kamu kepala aku pusing, demam dan aku mimisan. " Winter mengelus pelan kepala Karina, kini Karina tengah ada dipelukannya.

"Aku minta maaf, Winter. Aku ga pernah mau dengerin kamu, padahal kamu lagi berjuang melawan penyakit." Karina merasa bersalah, sungguh mengapa ia tak pernah menyadari bahwa Winter sakit parah sejak dulu. Tapi sudahlah seperti pepatah yang mengatakan 'nasi sudah menjadi bubur' apa boleh buat?

"Hey... Kamu ga salah kok, aku aja yang ga pernah cerita ke kamu. Jadi kamu ga usah merasa bersalah, ya?" Winter menenangkan Karina, menggusap pelan jari jemarinya.

"Kenapa ga bilang ke aku kalo kamu tuh punya penyakit serius?" Karina akhirnya bertanya, ini pertanyaan yang benar-benar ia pikirkan sejak lama.

"Aku ga mau terlihat lemah sama kamu, aku ga mau keliatan kalo aku ini penyakitan. Aku takut kalo kamu tau aku ini sakit, kamu jalin hubungan sama aku bukan karena rasa suka, tapi karena rasa kasihan."

"Kenapa kamu mikir kayak gitu?pokoknya sekarang kamu harus tau kalo aku sayang banget sama kamu."

Winter terlalu gemas, sampai dirinya bertanya apa ini beneran Karina atau anak paud nyasar ke kamarnya?

"Kamu tuh gemes banget tau ga? Kayak anak tk lagi ngomel sama ibunya." Winter mencolek hidung Karina lalu mencubit pipinya.

"Kok aku di samain sama anak tk? Ah, kamu mah ngeselin." Merajuk sepertinya memang hal biasa yang Karina lakukan baru saja tadi hatinya meluluh lihatlah kini merajuk.

"Habis kamu hobinya ngambek, terus tiba-tiba jadi kayak anak kecil." Semakin erat saja Winter memeluk Karina.

"Ih terserah. Eum, oh iya Aku suka banget sama surat yang kamu buat. " Seru Karina seperti anak kecil diberi permen.

"Surat? Oh, surat yang aku titip ke Isa?"

Karina mengangguk, "Kamu lagi bobo pulas gitu aja bisa romantis, aku ga ngerti lagi."

"Tapi kamu suka kan? Itu aku bikin buat kamu, kalo suatu saat nanti aku ga bisa ada di samping kamu selamanya kamu bisa mengenang pake surat itu."

"Kamu ga boleh bilang kayak gitu! Aku yakin kamu pasti sembuh. Ah, soal surat aku suka banget! ." Karina mulai nyaman berada dipelukan Winter, ditambah dada Winter yang bidang menurutnya enak sekali dipakai untuk bersandar.

"Kamu tau? itu surat berisi puisi karya bapak Sapardi Djoko Darmono. Sebenarnya aku ga terlalu tertarik sama sastra kayak gitu, tapi aku ga sengaja nemu puisi itu dan aku coba baca, ternyata maknanya sama seperti apa yang aku alami." Winter berucap panjang lebar sesekali dirinya mencium kening Karina yang sudah nyaman dipelukannya.

"Emang maksud dari puisi itu apa? Kalo aku liat kamu tertarik banget bahkan sampai jadiin itu surat buat aku." Karina mengangkat kepalanya kini mereka berhadapan.

"'Aku ingin mencintaimu dengan sederhana.' itu bisa diartikan aku mau mencintai kamu dengan apa adanya. 'dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu.' dan 'dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada' itu diartikan rasa cinta itu ga perlu diucapkan dengan omongan semata tetapi harus dibuktikan dengan tindakan." Jelas panjang lebar dari Winter, sungguh Karina setelah mendengar penjelasan dari Winter merasa bersyukur karena gadis itu bisa kembali padanya. Jika ada 100% persentase maka Karina menilai 99,9% persentase rasa sayang dia untuk Winter, 0,01% lagi untuk kekurangan Winter karena menurut Karina manusia tidak ada yang sempurna.

Kini keduanya tertidur pulas di atas ranjang, tak lupa pelukan hangat dari Winter untuk Karina yang sangat erat. Sudah sekitar 2 jam mereka melakukan itu, kata orang-orang itu dinamakan 'cuddle' lucu sekali.

"Jin, kata lo si Winter udah ciuman belum?" seru Ryujin di depan pintu kamar rawat, dirinya bersama Yujin dan Ningning. Niat mereka akan menjenguk Winter, belum ada yang tau jika Winter sudah sadar.

"Siuman bego, emang otak lo berfungsinya jelek banget." Yujin menabok pelan kepala Ryujin sedangkan Ningning terkekeh pelan. Ada-ada saja memang kelakuan mereka, padahal kini sedang di rumah sakit.

"Nah itu, gue lupa padahal dari semalem udah ngafalin... astaga mata gue udah ga suci." Ryujin berteriak pelan untung saja Yujin segera membekap mulutnya.

"Diem Ryu, orangnya lagi tidur." Ucap Yujin pelan.

"Nyenyak banget ya pelukan gitu, dari pada ganggu mending besok kita ke sini lagi aja." Ningning ada benarnya, tak baik mengganggu orang yang sedang bermesraan, apalagi dua orang yang sedang berada di ranjang itu baru saja berbaikan. Akhirnya mereka bertiga memutuskan untuk pulang, tetapi baru saja mereka akan pergi ternyata ada Joy dan Yeri yang baru saja sampai di rumah sakit.

"Temen Winter, ya? Kenapa ga masuk nak?" Tanya Joy di ambang pintu.

"Ah, itu. Eum, liat sendiri aja tante." Jelas Ningninh sambil menunjukkan keadaan Karina dan Winter.

Mendengar perkataan Ningning, Joy dan Yeri mengikuti arahan yang ditunjuk Ningning, ternyata anaknya sedang tidur tetapi membuat sedikit terkejut karena anaknya bukan tidur sendirian melainkan berdua bersama Karina.

"Baru bangun bukan ngabarin atau apa, malah sayang-sayangan di ranjang, mana belum nikah." Ceplos Yeri, terkejut melihat kelakuan adiknya.

"Mending nikahin aja kak tuh berdua." seru Ryujin, sama seperti tadi Yujin memukul pelan kepala Ryujin. Mulut Ryujin memang tak pernah terjaga.

"Omongan lo kayak orang stress, Ryu." Ucap Yujin, dari pada mengganggu kenyamanan kedua orang itu, lebih baik Joy mengajak mereka semua pergi keluar sebentar, biar Winter dan Karina menikmati hal itu terlebih dahulu, sebagai orangtua Joy mengerti keadaan yang dialami Kedua gadis tersebut jadi ia membiarkannya.









Baru sadar udah cuddle aja, ciumannya kapan...

back home ; winrina✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang