"Mai, nyontek dong."
Maisha mengerutkan dahinya. Jarang jarang siswi yang punya semangat belajar tinggi seperti Ina meminta contekan.
"Lu belum?"
"Belum."
"Tumben." heran Mai, "Abis ngapain lo sampe gak sempet ngerjain."
"Kepo!" Na memalingkan wajah, suasana jadi gak nyaman bagi Na.
"Ah tau gue. Nih nih!" Maisha menyodorkan bukunya.
"Thanks Mai." Na mulai menyalin jawaban dari buku Mai.
"Lo gak takut?"
"Hah?"
"Lo ngelakuin banyak hal sama dia, kalau misal pahitnya lo putus, lo yakin gak akan nyesel?" tanya Mai.
Mai bukan teman yang naif, dia sudah tau dari lama bahwa sahabat kecilnya itu cukup intens melakukan percintaan dengan pacarnya.
"Penyesalan gue buat saat ini putus sama dia." ungkap Na begitu saja.
Maisha berdecih.
"Cih 'buat saat ini'.""Mai, gue dan dia sama sama mau. Jangan beranggapan dia doang yang salah."
"Gue gak nyalahin pacar lo. Tapi gue maunya lo pacaran yang sehat aja. Kayak gue sama Edho."
"Jangan ngejudge gaya pacaran gue. Lagian pacaran sehat kayak lo itu kayak gimana? Dipukul? Dikatain? Lo pikir gue gatau Kak Edho sering ngatain lo?" ucap Ina.
Maisha pada dasarnya hanya khawatir pada sahabatnya, tapi karena yang dia katakan tidak sesuai dengan isi hatinya, ini menjadi rumit.
"Sama kek pacar lo, karakter pacar gue juga rada beda. Kenapa lo bilang gitu, Na?" Maisha selalu terlihat ceria, tapi kali ini teman teman sekelas mereka yang tidak istirahat ke kantin pertama kalinya melihat Maisha meneteskan air mata.
"Gue tau lo khawatir sama gue, tapi gue juga. Kenapa lo gak biarin orang khawatir sama lo? Kenapa lo terus yang khawatirin orang?" Ina pun sebenarnya menahan air mata.
Teman-teman sekelas mereka yang menyaksikan hanya terdiam, beberapa ada yang menghampiri mereka dan coba menengahi.
Suasana kelas Ina menjadi sangat tidak nyaman sampai bel masuk berbunyi. Bahkan sampai KBM selesai.
"Mai, tungguin." panggil Ina, "Pulang sama siapa?"
"Sendiri."
"Gak sama Kak Edho?"
"Lo kan tau dia ketos, sibuk." Mai menjawab tanpa ekspresi, tidak seperti biasanya.
"Tuh udah ditungguin." Maisha menunjuk keberadaan Fikran dengan dagu. Dia lantas pergi keluar gerbang sekolah.
Ina merasa bersalah. Pasti Maisha sangat tersinggung dengan ucapan Ina. Dan juga, Ina sudah lama tidak pulang bareng Maisha. Na merasa sudah mengkhianati persahabatan mereka yang sudah 12 tahun.
Ina harusnya lebih peka dengan keadaan Maisha apalagi setelah tau Maisha tidak terlalu diperlakukan baik oleh Kak Edho.
"Mau motoran dulu sebelum pulang?" tanya Fikran.
"Kemana?"
"Kemana pun yang kamu pengen."
"Aku mau ke taman kota, beli batagor disana."
Fikran tersenyum mendengar keinginan pacarnya yang menggemaskan itu.
"Yuk naik."
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Soulhate
Genç Kurgu17+ ⚠ Na jatuh cinta sejatuh-jatuhnya sama Kak Fikran, tapi Na gak suka orang yang gak bisa bertanggung jawab sama masa depannya. "Kita putus aja ya kak." Itu adalah kalimat pengganti kata kiamat bagi Fikran. Picture from Pinterest.