Warteg Bude Sar

2.3K 49 0
                                        

"Rin, aku bawain ya tasnya?" tawar Irza.

"Gausah, gue bisa sendiri kok." Sabrina terus berjalan menyusuri koridor kampus, dibuntuti Irza.

"Rin, kamu tau kan kalau kamu bisa minta bantuan aku? Aku gini gini juga pinter." Irza mencoba mengimbangi langkah Na, meski kadang dia kembali berada di belakang Na saat ada mahasiswa lain dari arah berlawanan yang juga melewati koridor.

"Tau kok Za, tapi gue masih bisa sendiri kok." tolak Na masih mencoba bersabar. Pasalnya tindakan Irza yang membuntuti Na sudah mulai jadi pusat perhatian.

"Rin, aku ini anak dari pemilik kampus ini lho. Apa kamu sama sekali gak tertarik sama aku?"

"Lo pikir gue matre?" cicit Na.

"Bukan Rin, eum maaf ya. Tapi setidaknya kasih gue kesempatan buat deket sama lo."

"Oke, sekali. Tapi kalau emang gak ada kemajuan tolong stop ya. Gue lama-lama risi tau gak." ungkap Na pada akhirnya, Na sudah capek jadi pusat perhatian. Harusnya sih sudah terbiasa karena saat SMA juga Na pacaran sama most-wanted boy. Tapi dia dan Irza punya imej yang berbeda.

"Deal ya Rin?" Irza mengulurkan tangannya.

"Deal." Setelah menjabat tangan Irza, Na segera pergi menuju kelasnya.

"Rin," panggil Irza.

Na mengembuskan nafas berat tapi meski begitu dia tetap menoleh.

"Kamu cantik banget kayak Raisa."

Ucapan Irza menuai kehebohan dari beberapa mahasiswa yang sejak tadi memperhatikan mereka.

***

Semua orang tahu Irza cinta mati sama Na. Irza bisa melakukan apapun buat terus menjaga Na jadi miliknya. Irza gak posesif tapi Na adalah mimpinya, sebuah fantasi yang ternyata ada di kehidupan nyata.

Bentuk wajah, mata, bibir, senyuman, rambut hitam, lalu jangan lupa tubuh ramping, dengan bokong padat, dan payudara kecil yang imut menurut Irza.

Bagi Irza, Na adalah tipe idealnya. Baik fisik maupun personalitas. Na perempuan sederhana dengan sejuta pesona.

"Yang ma'em yuk." ajak Irza yang daritadi menemani Na yang sedang sibuk dengan laptopnya.

"Kamu udah lapar lagi?"

"Iya nih, yuk yuk."

"Yuk." Na menurut, ia menutup laptopnya.

"Mau makan dimana?" tanya Irza.

"Tumben nanya."

"Yang jangan rese, aku lagi mau sayang sayangan aja sama kamu."

Hari ini Irza manjanya pol.

"Warteg Bude Sar aja yuk." ajak Irza.

"Ngapain nanya aku kalau gitu."

Warteg Bude Sar adalah salah satu tempat bersejarah mereka. Karena disitulah moment mereka resmi jadi sepasang kekasih.

Warteg Bude Sar ada di sebrang kampus Na, warteg langganan Na selama 4 tahun kuliah. Karena selain bisa ngutang juga free wifi buat anak kuliah. Canggih kan.

"Assalamualaikum, Bude apa kabar?" sapa Na.

"Waalaikumussalam, nduk. Bude baik, yaampun tak kira sopo. Kamu apa kabar, nduk?"

"Na baik bude, Na biasa ya."

"Kalau masnya, eum sek sek, Mas Reza kan? Mas Reza mau sama apa?"

"Irza Bude, saya sama kayak Na ya."

Na refleks melirik Irza, Na gak biasa dipanggil dengan nama kecilnya oleh Irza. Bukan Na gak suka. Tapi Na langsung teringat seseorang yang  selalu manggil Na dengan panggilan 'Na' dan dengan nada yang khas.

"Oalah Mas Irza toh, sek yo." ucap Bude Sar menyiapkan menu yang dipesan.

"Dulu kita jadian disini ya yang." ucap Irza.

"Iya."

"Berkah banget tempat ini."

"Iya menurutku juga, Bude Sar sama tempat ini gak akan aku lupain."

"Keknya aku juga mau lamar kamu disini deh."

"Hah?"

"Mau gak, yang?" tanya Irza.

"Apa?"

"Na mau gak jadi istriku?"

Detik itu juga Na terpaku, antara gak menyangka kalimat itu akan keluar dari mulut Irza atau membayangkan orang yang ada di hadapannya sekarang adalah orang lain.

____________Bersambung____________

Lama juga ya gak update

Follow sayah ya

Vote!!!

SoulhateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang