Menggali Lagi

1.1K 44 10
                                        

Aku masih 16 tahun saat kabar kehamilan teman SMP-ku menghebohkan grup besar alumni SMP.
Saat itu aku bahkan belum tahu persis bagaimana proses pembuatan bayi. Oh iya, tentu sejak kecil aku tahu bahwa orang harus menikah dulu untuk bisa menghasilkan bayi.
Tapi praktiknya aku buta. Saat materi reproduksi di kelas 8 diberikan aku hanya menganggukkan kepala tanpa ada hal yang masuk ke otak.

Aku baru mengerti semua itu di SMA, berkat teman-temanku yang dengan sabar dan penuh rasa bersalah menerangkan setiap istilah mesum yang hanya ku anggap angin saat SMP.
Dan juga berkat dia...

Jangan anggap dia cabul. Dia adalah orang yang tidak pernah membiarkanku dipermalukan atas ketidaktahuanku. Jadi apapun yang tidak aku tahu, akan selalu ku tanyakan padanya.

Kak Fikran sedang membantu ibu kantin mengganti lampu saat aku datang. Ini kali kedua aku melihatnya jadi tukang lampu dadakan.

"Fik, anjay coba liat sini." Kak Edho memotret Kak Fikran yang lalu direspon jari tengah oleh Kak Fikran.

Maisha sedang tidak masuk saat itu, jadi aku makan dengan teman yang lain sebagian dari kelas sebelah, salah satunya Fitri. Teman-teman bilang dia naksir berat sama Kak Fikran tapi hal itu tidak benar sebab ia yang pertama kali mencocok-cocokan aku dengan Kak Fikran (kemudian saat aku kuliah aku mendengar kabar ia menikah dengan salah satu guru kami).

Namun, karena desas desus Fitri yang naksir berat pada Kak Fikran sudah tersebar luas maka setiap Fitri dan Kak Fikran berada di kantin. Kawanan kelas Kak Fikran habis-habisan meledek dan
mencomblangkan keduanya.

Di sisi lain, aku yang setelah kegiatan MOS memiliki kontak dengan Kak Fikran merasa tidak enak hati. Rasanya Fitri dan Fikran terdengar sangat cocok.

Maka aku memutuskan membagikan nomor Kak Fikran ke Fitri, kalau kalau desas-desus tersebut benar adanya.

3 hari setelah aku membagikan nomor Kak Fikran ke Fitri. Kak Fikran meminta untuk bertemu denganku. Saat itu hujan deras. Aku dan Kak Fikran terjebak di sekolah, dan itu gara-gara aku menunda pertemuan karena harus kerja kelompok dulu.

"Kamu pikir sopan bagiin nomor orang sembarangan?" Kak Fikran langsung mengomeliku setibanya aku di kelas yang dijanjikan.

"I-iya Kak, maaf harusnya aku minta izin dulu." jawabku gemetar.

Siapa yang tidak takut pada pria jutek yang besar tinggi seperti dia.

"Percuma, gak akan diizinin juga." ucapnya.

"Terus gimana Kak, apa aku beliin kartu baru aja?" tawarku penuh rasa bersalah.

"Gak usah, Na." ia kemudian memunggungiku seperti orang ngambek.

Lucu sekali, rasanya aku ingin memeluk tubuh besarnya itu.

Ah gila!

"Cuma nomormu yang ku simpan." ucapnya setelah ia membiarkan keheningan menguasai untuk beberapa detik.

"Maksudnya?" tanyaku dengan muka tolol.

"Saya gak save nomor adek kelas yang gak ada kepentingan sama saya" ucapnya memperjelas.

"Oh iya, sekali lagi maaf ya Kak."

(Saat itu aku tidak menyadari bahwa kalimarnya adalah sebuah kode keras untukku)

"Saya bisa maafin kamu dengan satu syarat." ucapnya lamat-lamat. Suaranya hampir saja dikalahkan suara hujan.

"Apa Kak?"

"Boleh kamu peluk saya? Saya kedinginan nunggu kamu." ucapnya sambil membalikkan badan lagi ke arahku.

Aku terkejut, sangat. Tuhan langsung mengabulkan keinginan ngawurku.

"Eum... bo-boleh." ucapku gugup.
Lalu setelah itu aku perlahan mendekat dan memeluk tubuhnya, hangat sekali saat itu. Wanginya betul betul betah dihirup.

Kita berpelukan cukup lama waktu itu, kemudian saat pelukan kami akan terlepas aku merasakan ciuman di rambutku. Aku lagi-lagi terkejut.

"Saya antar pulang."

Itulah pertama kali aku melihat sosok fragile dari seorang Fikran. Ayah dari anakku.

Orang yang ku harapkan bunyi langkahnya memenuhi lorong rumah sakit dan muncul dari pintu krem itu.

Hatiku linu, pendambaan ini sesak sekali. Aku terus meyakinkan diri sambil mengelus perut besarku. Anakku akan keluar beberapa jam lagi.

Tapi Kak, kenapa kita tidak pernah sekalipun membicarakan nama untuk calon anak kita? Maksudku, 6 bulan itu kita banyak berbincang tak karu-karuan. Random sekali.
Kenapa tak pernah kita berbincang soal itu.

Nama anak.

Aku gali ingatanku kembali untuk mencari itu, tapi nihil.
Apa kamu sebenarnya tidak mau anak?

Aku bingung. Semoga dia tidak marah karena orang tuanya tak menyiapkan nama.

Sampai berjumpa, nak. Tolong panggil ayahmu dengan kekuatan ajaibmu. Aku mohon...

[Vibes Fikran & Sabrina waktu masih kinyis-kinyis mode PDKT]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[Vibes Fikran & Sabrina waktu masih kinyis-kinyis mode PDKT]

_____________Bersambung_____________

Aku kaget tiba-tiba rame, beberapa ada yang minta up cepet.
Mumpung ada kesempatan aku kabulkan.

Semoga tahun baru bisa lebih rajin up yaaa

Thanks yang udah sampai sini, jaga kesehatan 🥰

Denpasar, 15 Desember 2022

SoulhateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang