Makasih yang udah follow 😠
Komen juga dong, spam gpp.Part ini berbeda lho...
17+
Lamat-lamat aku mendengar suara air hujan yang sepertinya dengan brutal menubruk genteng bangunan sederhana ini. Rumah Bude.
Suara hujan di luar seolah menemani kesendirianku, Bude ada di rumah Manda (sepupuku yang baru melahirkan)."Untung keburu sampai rumah." gumamku. Syukurnya aku langsung pulang setelah menyelesaikan shiftku di toko.
Aku mungkin terlihat cukup tangguh secara fisik (terbukti dari tinjuku yang dulu bisa membuat orang masuk rumah sakit hanya dengan beberapa kali pukul, tapi sekarang aku nyaris tidak pernah menggunakan kepalan ini untuk berkelahi) dan terlahir dengan massa otot juga bentuk tubuh yang cukup bisa dibanggakan. Apa mungkin menurun dari Bapakku?
Tapi dari fakta baik di atas, tubuhku juga cukup sensitif dengan air hujan. Aku bahkan bisa langsung terserang pilek tak lama setelah terkena air hujan.
Pernah suatu waktu aku memaksa mengantar pacarku pulang saat keadaan hujan. Pacarku yang tau bagaimana kondisi tubuhku jelas menolak. Tapi selagi dia bersamaku, aku merasa dia tanggung jawabku, jadi aku tetap harus mengantarnya pulang.
Lalu omelan pacarku atau mungkin lebih cocok disebut mantan pacarku tak terhindari lagi. Aku pasrah, karena memang dia juga sangat manis kalau sedang mengomel dengan mulut kecilnya yang menyukai semua makanan dengan bumbu kacang (batagor, siomay, ketoprak, dan antek-anteknya).
Mungkin aku terkesan seperti cowok gagal move on, tapi hal itu agaknya benar.
Setelah pertemuan yang diprakarsai Tuhan itu terjadi begitu saja beberapa waktu lalu, isi kepalaku cukup kusut. Padahal hidupku sedang lurus-lurus saja tadinya, antara lurus atau datar.
Masalah tidak kelihatan hilalnya. Pekerjaanku lancar, keluargaku juga sehat, belum lama ini bahkan sepupuku melahirkan bayi perempuan yang lucu.Tapi perempuan itu, Si Pengacau itu, akhir akhir ini tidak lelah mondar-mandir di pikiranku.
Sabrina Bartolomeo.
Aku lalu mempertanyakan kemana perginya jiwa playboyku yang semasa sekolah menggelora?
Sekarang bahkan perempuan bukan fokusku. Maksudnya bukan berarti aku jadi tidak ingin mempunyai hubungan dengan perempuan. Tapi banyak hal lain yang harus kupikirkan, seperti pekerjaanku sebagai pegawai dari salah satu toko granit (yang syukurnya mau memberi kesempatan untuk mantan napi sepertiku) dan kadang aku menjadi penerjemah film yang bersifat freelance. Itu karena kemampuan Bahasa Inggrisku yang cukup mumpuni tanpa aku harus kursus. Apa mungkin Bapakku keturunan kaukasian atau seseorang dengan bahasa Inggris sebagai bahasa sehari-harinya lalu pindah ke negara ini?
Ah meski sudah cukup lama tinggal dengan Bude, aku masih belum tau bagaimana kira-kira Bapakku. Cerita Bude hanya berhenti sampai saat Ibu bercerita kepada Bude tentang gebetan masa SMA yang diyakini Bude sebagai Bapakku. Dari cerita Bude, aku hanya bisa menyimpulkan jika Bapak (mungkin) satu SMA dengan Ibu. Itu saja.
Setelah mereka (Ibu dan Bapak) lulus lalu Ibu mengetahui dirinya hamil, Ibu kabur karena pasti Ibu akan jadi aib keluarga dan akan dicecar tanpa tamat oleh nenekku atau mungkin dipaksa kawin dengan siapapun (Kata Bude, Nenek sangat kolot pemikirannya).
Ibu kabur bersama aku yang saat itu masih gumpalan darah atau mungkin baru zigot.
Sedangkan Bapak, yang memang dari awal jati dirinya tidak pernah diketahui keluarga Ibu mungkin saat itu sudah pergi, entah kemana.
Bapak sudah pasti bukan orang yang bertanggung jawab.

KAMU SEDANG MEMBACA
Soulhate
Fiksi Remaja17+ ⚠ Na jatuh cinta sejatuh-jatuhnya sama Kak Fikran, tapi Na gak suka orang yang gak bisa bertanggung jawab sama masa depannya. "Kita putus aja ya kak." Itu adalah kalimat pengganti kata kiamat bagi Fikran. Picture from Pinterest.