Bagian 30

23 1 1
                                    

"Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui."

(QS. Al-Baqarah: Ayat 216)

--000--


Setelah pesta pernikahan itu berakhir dan kembali ke kota perantauan, Zerina belum berniat kembali pulang ke rumah. Sudah dua kali lebaran Zerina menetap di kota perantauan. Bukannya ia tak merindukan tempat lahirnya, hanya saja ia takut bila harus bertemu kembali dengan Fandy. Katakanlah Zerina gagal move on. Sejak kejadian Mail menyapanya di pesta pernikahan Arga, Zerina kepikiran terus menerus hingga saat ini. Sepele memang, tapi berefek besar bagi Zerina.

"Ze lo kapan balik?" tanya Rani

Zerina mengangkat bahunya. Ia pun tak tahu jawabannya.

"Udah dua kali lebaran kita di sini, tahun ini gue balik deh Ze. Kasian orang rumah nanyain terus. Lo enggak balik? Siapa tau calon lo udah nungguin. Hahaha."

"Apaan sih Ran. Nanti aku tanya Bunda dulu, kalo disuruh pulang ya aku pulang. Kalo enggak ya menetap di sini," jelas Zerina

"Jangan menghukum rasa rindumu dengan ketidakpastian ini Ze."

"Iyain aja deh. Ke depan yuk, beli batagor!" elak Zerina, ia merasa harus menyudahi pembicaraan ini

"Eh ayok! Enak nih panas panas, sambil beli es ya Ze."

Kalau soal makanan, Rani memang teman yang pas. Apapun masalahnya, kalau ditawari makanan ia akan seketika lupa dengan yang lainnya.

"Aku traktir," pungkas Zerina

Begitu tiba di lokasi Zerina dan Dira harus bersabar dikarenakan antrean pembeli yang begitu panjang. Memang batagor ini batagor yang enak dan murah, tak heran bila banyak orang yang rela mengantre.

Ingatan Zerina kembali berputar tatkala ia dibelikan batagor oleh Arga sewaktu kecil. Waktu itu Zerina menyuruhnya membeli batagor yang lewat di depan rumah, namun Arga malah membelikannya bakso. Memang keduanya adalah makanan favorit Zerina, tapi saat itu ia ingin makan batagor bukannya bakso. Alhasil Arga hanya cengengesan bahkan menertawai ekspresi kesal Zerina. Mengingat itu kembali berhasil membuat Zerina tersenyum kecil.

"Ze jangan senyum-senyum dong, lo beli berapa?" tanya Rani

"Eh iya, samain aja deh."

Rani menggeleng melihat sikap Zerina yang selalu minta disamakan ketika memesan makanan.

--000--

Hilda memijit pelan pelipisnya. Akhir-akhir ini ia jadi sering lelah, walau kegiatannya kini hanya berfokus pada tanaman. Mungkin faktor usia.

Ia mengambil ponselnya lalu menekan sebuah nomor penting di sana.

"Halo, Assalamu'alaikum?"

Walau hanya beberapa kata namun berhasil memberi rasa hangat pada Hilda.

"Wa'alaikumussalam, apa kabar sayang? Udah lama enggak telpon."

"Takut ganggu waktu bunda sama tanaman baru, hehe," jawab Zerina dengan kekehan kecil di akhir kalimatnya

"Halah ada aja. Bentar lagi Bunda punya cucu nih, enggak mau ikutan nunggu?"

"Alhamdulillah, kak Rumaysa udah mau lahiran? Kapan Bun?"

Rasa HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang