Bagian 5

110 10 39
                                    

Mohon maaf sebelumnya, judul ceritanya aku ganti 😌 karena merasa kurang cocok. Semoga masih tetap suka ya 😇
Selamat membaca! 😊

--000--

Arga sangat panik dan membuka laci meja belajarnya Zerina, mungkin saja dia bisa menemukan nomor telepon temannya.

"Apa dia menginap di rumahnya Riri? Terakhir kali kan dia bersama Riri." Arga menggeleng, dia tahu Riri bukanlah teman akrab Zerina jadi tidak mungkin dia menginap di rumahnya

Arga kembali mencari nomor telepon teman Zerina. Seingat Arga, Zerina selalu mencatat nomor telepon temannya disebuah buku.

"Alhamdulillah ketemu."

Arga mencari nama Dira. Iya Dira. Karena Dira sahabatnya Zerina. Setelah ketemu nomor Dira, Arga langsung mengambil ponselnya dan mengabaikan panggilan dan pesan yang masuk. Arga langsung menelepon Dira.

"Assalamualaikum." salam Arga saat panggilan tersambung

"Hah?" Dira sepertinya terkejut karena seorang laki-laki meneleponnya sepagi ini

"Assalamualaikum. Ini Dira kan?" tanya Arga lagi

"Wa'alaikumussalam. Iya ini Dira. Ini siapa ya?"

"Ini Arga, abangnya Zerina."

"Oh bang Arga. Ada apa bang? Apa yang terjadi?"

"Zerina ada di sana?"

"Zerina? Enggak ada bang. Zerina enggak pulang?"

"Enggak Dir. Ya sudah kalau kamu enggak tahu dimana Zerina. As... "

"Tunggu bang!" di seberang sana, Dira tampak bingung merangkai kata-kata. "Hmm... Dira ikut cari Zerina ya bang."

"Oh. Kamu mau cari dimana?"

"Belum tahu bang. Nanti Dira kabari lagi."

"Baiklah. Assalamualaikum. "

"Wa'alaikumussalam."

Panggilan pun terputus. Keduanya masing-masing bersibuk mencari Zerina. Sementara di restoran, Zerina terbangun karena mendengar suara adzan dari masjid yang tak jauh dari restoran. Zerina mengerjapkan matanya, melihat ruangan yang gelap dan merasakan kepalanya bersandar pada sesuatu yang empuk.

"Apa sebelum aku tidur, lampunya aku matikan? Enggak mungkin, aku kan takut gelap. Tu... tunggu dulu, terakhir kali kan aku terjebak di restoran bang Arga. Lalu kenapa ada bantal yang empuk?" batin Zerina

Zerina mengangkat kepalanya pelan dan menggerakkan kepalanya ke kanan.

Jleb!
"Fandy? Jadi aku bersandar di bahu Fandy?"

Zerina terkesiap. Dan berjalan pelan ke toilet sebelum Fandy bangun. Untungnya lampu toilet tak dimatikan jadi Zerina bisa berwudhu dengan jelas.

"Ya ampun. Kok bisa sih aku tidur dengan bersandar di bahunya si abang ketus?" Zerina mengingat kembali apa saja yang dilakukannya tadi malam, mereka mengungkapkan alasan terjebaknya di restoran lalu setelahnya hening dan mereka kelelahan.

"Iya, aku kelelahan. Tapi aku tidur pakai jarak kok. Ah sudah lah, lebih baik aku berwudhu sebelum waktu sholat subuh habis."

Fandy sebenarnya menyadari pergerakan Zerina saat bangun tadi. Diam-diam Fandy menyunggingkan senyum. Sebenarnya dialah yang menggeser duduknya agar Zerina bisa tidur dengan bersandarkan bahunya. Fandy kasihan melihat Zerina yang tidur dengan kepala yang berulang kali melayang.

Rasa HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang