Bagian 4

133 11 31
                                    

Di sinilah Zerina sekarang, duduk di taman kecil di depan restoran milik Arga dan Fandy.

"Jadi benar ini restoran abang dan si ketus itu?" tanya Zerina memastikan lagi

"Fandy dek, dia punya nama."

"Iya siapa pun itu. Kenapa abang enggak pernah cerita? Bahkan abang enggak pernah kelihatan sibuk."

"Jadi kamu pikir selama ini abang sibuk kesana kemari bareng Fandy buat apa?"

Zerina mengangkat bahu. "Nongkrong kali." ucapnya kemudian dengan santainya

"Astagfirullah. Kamu sih cuek banget sama abang. Selalu suudzan lagi sama abang."

"Ih abang, Zeze enggak begitu. Abang saja yang merasa begitu."

"Iya deh kamu yang menang."

Zerina tersenyum lebar hingga menampakkan deretan giginya lalu mengambil ponselnya dari tas. "Nih!"

Arga bingung melihat Zerina menyerahkan ponsel miliknya. "Apa?"

Zerina memutar bola matanya. "Telepon ayah sama bunda lo. Mereka kan harus tahu kalau anak lelakinya ini sudah berhasil membangun restoran." jelas Zerina

"Tidak usah. Nanti saja."

"Loh? Tunggu ayah sama bunda kembali dari luar kota?" tanya Zerina

Arga mengangguk.

"Nanti kalau tidak sempat?"

"Kenapa tidak sempat? Sesibuk apa pun mereka, pasti mereka akan menyempatkan untuk mendengar cerita kita."

Zerina mengangguk paham.

"Kita pulang sekarang ya. Sudah seharian kita di sini. Restorannya juga bentar lagi mau tutup."

"Oke. Eh tapi makanannya dibungkus ya bang." pinta Zerina dengan muka polosnya

"Iya iya, abang tahu kamu pasti ketagihan. Dari tadi makannya lahap banget."

"Iya bang enak banget makanannya."

"Iya tuh, Fandy pintar banget meracik resep. Resep makanannya saja sudah buat kamu ketagihan dan tergila-gila apalagi resep cintanya, mungkin saja kamu akan mati kelepek-kelepek. Haha."

"Ih abang kok begitu sih. Jahat banget bilang Zerina mati."

"Kan mati di dalam cintanya Fandy. Hahaha" Arga benar-benar puas menertawakan Zerina hingga membuatnya tertawa terpingkal-pingkal

Zerina pun cemberut. Tiba-tiba dia melihat seorang perempuan yang tidak asing dimatanya. Riri. Ah iya Riri, temannya waktu SMP.

"Riri!" panggilnya dan meninggalkan Arga yang sudah berhenti tertawa

"Riri? Memangnya dia punya teman selain Dira? Haha." Arga melihat Zerina yang sudah berjalan menjauhinya

"Dek, abang tunggu di mobil ya." teriak Arga dari kejauhan

--000--

"Oke, nanti aku hubungi kamu kalau kita jadi reuni ya. Assalamualaikum." pamit Zerina

"Oke. Wa'alaikumussalam."

Zerina menyimpan kembali ponselnya ke dalam tas. Tiba-tiba saja dia kebelet mau ke kamar mandi.

"Restoran sepertinya belum dikunci, abang juga enggak mungkin marah kalau aku ke toilet restoran."

Zerina pun melangkahkan kakinya masuk ke dalam restoran dan langsung mencari toilet. Tak perlu waktu lama, Zerina pun keluar dari toilet. Tetapi ia bingung kenapa ruangan restoran terlihat gelap dan sepi. Jangan-jangan? Zerina menggeleng, tidak ingin berpikir buruk. Ia pun berjalan lagi, memastikan keadaan yang sebenarnya. Dan...

Rasa HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang