Bagian 18

87 7 3
                                    

Alarm telah berbunyi, pertanda subuh telah tiba. Meski bunyi alarm ponsel Zerina sudah berbunyi berulang kali, tetapi Zerina masih enggan untuk bangun dari tidurnya.

Merasa nyaman dan tak terganggu setelah bunyi alarm tak terdengar lagi.
Tapi kok?

Zerina meraih ponselnya yang berada di atas nakas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Zerina meraih ponselnya yang berada di atas nakas. Sungguh sial, sudah pukul enam. Ia pun segera bangun dari tempat tidur dan bergegas ke kamar mandi untuk berwudhu.

Selesai sholat, Zerina langsung merapikan mukena dan sajadahnya. Lalu turun ke bawah untuk menemui Hilda yang sedang menyiapkan sarapan.

"Bunda, Zeze kok enggak dibangunkan?" tanya Zerina saat melihat Hilda yang sibuk menata piring.

"Hah?" Hilda melongo. "Dari azan subuh bunda sudah bangunkan kamu, eh tapi kamu enggak sadar."

Zerina cemberut. "Untung saja masih ada waktu."

"Kebiasaan kamu mah, sholat di akhir waktu."

"Yee, enggak ya bun. Ini kan karena tadi malam Zeze begadang."

"Hah begadang? Kamu kenapa begadang? Enggak biasanya."

Zerina mengingat kembali hal yang ia lakukan tadi malam. Semalaman ia asyik melihat unggahan terbaru dari Facebook Fandy. Zerina merasa dirinya sungguh sudah di luar batas.

"Hei? Kamu kok melamun?" Hilda menyentuh pelan bahu Zerina dan Zerina pun gelagapan.

"Enggak apa-apa bun. Zerina lagi pengin begadang saja."

"Aneh kamu. Orang-orang pada pengin cepat tidur, biar tidurnya lebih panjang dan bisa istirahat dengan baik. Lah kamu malah pengin begadang."

Zerina tersenyum dan menunjukkan deretan giginya.

--000--

Hari ini hari Sabtu, malamnya tentu malam Minggu. Tidak seperti biasanya, malam Minggu Zerina selalu kelabu. Tapi kali ini, Zerina yakin malam Minggunya akan lebih menyenangkan. Keluarga dan teman-temannya berkumpul. Bukan sekadar merayakan perpisahan mereka dengan Alma. Hal ini juga dilakukan sebagai mempererat silaturrahmi antara Zerina, teman-temannya dan Alma. Bagaimanapun mereka pernah PPL di sekolah yang dipimpin oleh Alma.

"Bunda, arangnya cukup?"

"Sepertinya cukup, Ze. Bunda beli banyak tadi."

"Oh ya sudah. Kalau begitu Zerina ke kamar dulu ya, bun."

"Iya Ze."

Rio datang dengan membawa beberapa karung yang berisi arang dan wajahnya terlihat menghitam, sepertinya terkena arang. Hal ini sukses mengundang tawa Hilda.

"Kenapa?" tanya Rio panik melihat Hilda tertawa.

"Wajah kamu lucu, Mas. Hahaha," ucap Hilda disertai tawa.

Rasa HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang