Bagian 19

91 6 21
                                    

Kesal. Ini bukan dirinya. Duduk santai, tersenyum manis dan mencoba untuk terlihat anggun. Zerina bukan orang yang seperti itu. Biasanya Zerina mondar-mandir, cekikikan atau bahkan tertawa terbahak-bahak dan yang lebih parah, jika ia sudah terkekeh bisa saja dengan polosnya ia buang angin.

"Assalamualaikum Zerina yang manis," ucap Husein yang ikut duduk di samping Zerina.

"Eh wa'alaikumussalam. Abang kenapa ke sini?"

"Abang lihat dari tadi kamu melamun terus. Kenapa?"

Zerina menunjuk dirinya sendiri dengan jari telunjuk. "Aku? Hah enggak."

"Dan kamu terlihat aneh, tidak seperti biasanya."

"Aneh bagaimana Bang?"

"Sok jaim begitu."

"Enggak. Apaan sih Bang."

Husein tertawa kecil. "Biasanya kamu lari ke sana kemari, ini kok tumben diam? Gugup?"

Zerina menggeleng dengan cepat.
"Siapa yang gugup? Aku? Kenapa aku gugup?"

"Biasa saja kali, Ze. Nih cara jawab kamu ... buat Abang semakin yakin kalau kamu gugup."

Zerina melongo mendengar ucapan Husein.
"Zerina enggak gugup Bang, enggak."

"Terus apa dong? Jaim kan?"

Zerina malas meladeni ucapan Husein, ia hanya menggeleng seraya mengalihkan pandangannya ke arah yang lain.

"Tahu enggak? Tadi sebelum ke sini, Fandy juga gugup," lanjut Husein setelah hening beberapa saat, sementara Zerina lebih memilih untuk menyimak.

"Abang ajak pergi ... eh dia malah diam. Kayak linglung begitu," tambah Husein.

"Ih Abang jahat banget, membuka aib adek sendiri."

"Dih, kan Abang cuma kasi tahu kamu. Eh kamu malah membela dia."

"Hah aku membela si Fandy? Big no!!" dengan cepat Zerina menggeleng tak setuju.

"Kenapa enggak?"

"Aku mah kesal banget sama adeknya Bang Husein. Sering banget marah sama aku pas main ke resto."

"Loh kenapa Ze?"

"Masa aku dimarahi. Dia bilang aku enggak boleh berbicara sama pelayan yang lagi bekerja, dan saat itu aku lagi bicara sama teman aku yang kerja di situ. Eh dia marah sama aku, padahal aku cuma tanya Bang Arga di mana," keluh Zerina yang sepertinya mulai emosi.

"Santai Ze, santai. Benar si Fandy begitu?"

"Iya kali Zeze menjelekkan orang di depan Abangnya sendiri."

Husein manggut-manggut. "Haha, nanti biar Abang tegur. Abang ke sana dulu ya, enggak enak kalau enggak ikut bantu."

Zerina mengangguk tapi beberapa detik kemudian ia menggeleng.
"Bang Husein mau menegur Fandy? Enggak jangan Bang," bisik Zerina

Husein tertawa kecil seraya pergi menjauh, membuat Zerina jadi panik.

"Ze sini, bantu Abang!" panggil Arga yang sedang bersama Fandy. Zerina tidak mungkin ke sana, apalagi Husein telah bergabung dengan mereka. Zerina menoleh ke sudut kanan, tempat Rio, Hilda dan juga teman-temannya. Tentu itu lebih aman.

"Ada yang bisa Zeze bantu?"

Tak ada yang menjawab, semuanya sedang fokus dengan tugasnya masing-masing. Ini membuat Zerina jengkel. Dikacangin.

"Bunda?" panggilnya lagi.

Hilda menatap Zerina sebentar.
"Kamu pijat Bunda Alma saja, kasihan sepertinya ia lelah."

Rasa HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang