Bab 32 (Astaghfirullah, Kapten(2)!)

6.5K 507 49
                                    

Bismillah, semoga banyak yang suka hehe..

Assalamu'alaikum Gaes-gaesku yang tercinta.

Kembali lagi dengan rasa syukur yang Alhamdhulillah masih sama.

Sedikit curhat, karena saat ini aku sedang bermukim di Asrama dengan seambruk kegitan dan pesona Wifi-nya yang jan kembat kembut ini, maka mohon maaf jika daku seringkali ngaret update. Jadi yang pada tanya Kapan update nih? Kok lama kali? Udah pada tau alasannya 'kan! Harap maklum hihi

Oke langsung aja cuss!

***

Kapten Gibran melangkahkan kakinya lemas. Perjalanan dari Surabaya-Malang membuatnya merasa sangat lelah. Apalagi macet yang dialaminya hari ini, membuang-buang tenaga, kesabarannya, dan waktunya saja.

Hening dan sepi. Itulah yang dirasakan Kapten Gibran saat pertama kali memasuki rumahnya setelah sekian lama berlayar di berbagai belahan lautan. Biasanya, saat ia pulang sambutan hangat datang dari Ummi Aminah, Abah, dan Fahri. Membrondonginya dengan berbagai pertanyaan dan tagihan oleh-oleh dari Hilda juga.

Mbak Wati muncul dengan tergopoh-gopong dari arah dapur.

"Ladalah, Mas Gibran udah pulang to? Kok nggak ngabarin semua orang? Mau kasih kejutan ya? Udah nggak sabar pengen ketemu istri tercinta ya? Atau jangan-jang-"

"Assalamu'alaikum Mbak Wati!" Kapten Gibran menghentikkan ocehan panjang Mbak Wati yang jika tidak disela akan sepanjang gerbang kereta.

"Hehe Nggeh Mas, wa'alaikumsalam!" jawabnya dengan seringai

"Kemana semua Mbak Wat? Kok sepi?" Kapten Gibran meletakkan ransel besarnya di sofa, kemudian menyandarkan punggungnya yang lelah di sofa yang sama.

"Abah di masjid, Ummi di masjid, Mbak Kismi di masjid, dan Mas Fahri saya kurang paham pergi kemananya." Kapten Gibran manggut-manggut. Maklum dengan cara bicara asisten rumah tangga kepercayaan keluarganya. Jika yang ditanya orang lain, maka tentu saja jawabannya 'Semua di Masjid kecuali Mas Fahri!'. Begitu saja sebenarnya.

"Mau langsung makan malam dulu, ngeteh, atau bagaimana Mas Gib?" tanya Mbak Wati.

"Saya langsung mandi dulu aja deh Mbak, belum sholat isya' juga ini!" Tanpa menunggu komentar Mbak Wati, Kapten Gibran langsung beranjak kembali, menuju kamarnya di lantai atas sana.

Aroma strowberri. Aroma pertama yang menyapa indra penciumannya saat Kapten Gibran memasuki kamarnya setelah sekian lama berkelana. Tentu saja ini bukan ciri khasnya. Pasti ada orang lain yang berani menyemprotkan aroma buah-buahan tersebut di seluru sudut kamar miliknya yang biasanya hanya cukup menggunakan pewangi rasa original.

Tidak ada yang berubah dari tatanan kamarnya, semua masih terlihat sama seperti semula. Letak lemari, letak meja, kursi, tatanan buku, miniatur kapal, semua masih sama. Hanya saja kedua bola matanya gagal fokus pada handuk Biru bergambar hey tayo yang digantung di pojokan kamar.

"Astaga dasar bocah!" lirihnya dalam hati.

Kakinya langsung menuju ke kamar mandi. Perjalanannya yang melelahkan membuat sekujur tubuhnya terasa lengket meminta agar segera dibersihkan.

Kucuran air shower seakan merontokkan rasa lelah Kapten Gibran. Setelah berendam cukup lama, ia memutuskan untuk menghentikan ritual mandinya.

Cekreekkkk "Aaaaaaaaaaaghhhhhh! Astaghfirullah!"

Teriakan Kismi membuat Kapten Gibran tersentak kaget sekaligus malu.Tangan kanannya buru-buru menarik handuknya yang terletak tak jauh dari tempatnya berdiri.

Kisah kasih Kismi (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang