Bab 38 ( Senandung Cinta Sholawat)

4.6K 442 13
                                    

 Assalamu'alaikum Sedantenipun,

Selamat bersua kembali,

Semoga kalian tidak lupa, tidak bosan, dan tidak hilang kesetian,

Lama nggak up, rasa rindu kian meluap-luap,

Bismillah, semoga banyak yang suka.

Mari, langsung saja.



Oh iya, Jika lupa alur cerita, boleh saja scroll ulang haha.

***

"Bilang nggak? Bilang, nggak? Aduh!" Kismi terlihat gelisah. Rumusan Kimia di buku coretannya tidak berhasil membuat pikirannya fokus kesana. Ada masalah lain yang mengusik pikirannya. Dan harus dituntaskan segera.

Kismi melirik sekilas kearah Kapten Gibran yang tengah sibuk menata kumpulan berkas-berkas miliknya di lemari dekat meja rias.

"Kapten!"

Suara lirih Kismi membuat Kapten Gibran mendongakkan kepalanya, "Hmm,"

"Itu!"

"Apa?"

"Kismi mau ngomong."

Kapten Gibran menatap heran pergerakan Kismi yang terlihat tak tenang. "Ya udah ngomong aja."

"Jadi gini," Kismi menjeda ucapannya, menarik napas dalam-dalam. "Apa yang dikatakan Ziyad tadi sore tidak benar, semuanya hanya fiktif belaka. Aku itu tidurnya benerannya nggak ngorok, nggak ileran, juga anteng banget."

"Terus?" tanya Kapten Gibran heran. Lalu kembali melanjutkan kesibukannya.

"Ya nggak ada terusannya sih, aku Cuma klarifikasi saja, kapten!"

"Tujuan kamu klarifikasi? Biar saya tidak percaya dengan ucapan Ziyad ya?" Kismi mengangguk ragu. Kenyataanya memang begitu.

"Kamu jaim sama saya ya, Kis?"

"Eh eh! Ya nggaklah, ngapain aku jaim sama Kapten Gibran. Tujuan klarifikasi agar tidak merebaknya berita yang tidak-tidak, begitu loh!"

"Halah, gayamu Kis, Kis! Dasar bocil!"

"Kapten Gibran ih! Aku tuh bukan bocil lagi, ini udah mau otw dewasa tau!"

"Jangankan KTP, buku nikah aja Kismi udah punya!" lanjut Kismi dengan suara lirih, tapi samar-samar masih bisa didengar oleh telinga Kapten Gibran yang tidak tuli. Apalagi jarak mereka tidak lebih dari lima meter.

Hening untuk beberapa saat, yang terdengar hanya gema syahdu Sholawat Nabi dan maulid Dibaiyah yang diiringi dengan hadroh banjari juga dari masjid dekat rumah mereka.

Kismi terdiam. Menatap kabut tebal yang memenuhi langit diatas sana. Menutup gemintang dan cahaya rembulan dari tanah tempat Kismi memijakkan kakinya. Bintang-bintang yang bersembunyi membuatnya tak dapat menghitungnya.

Suara merdu Sholawat Nabi menelisik relung hati Kismi. Lirik-liriknya yang sudah ia sangat hapal diluar kepala membuat bibirnya spontanitas mengiringi juga.

Anta Syamsyun, anta Badrun

Anta Nuurun Fauqa Nurin

Anta Iqsiru wa Ghali

Anta Misbahus Shuduri

Allah, Ya Nabi salam Alaika, Ya rasul Salam alaika.

Kismi ingat, sewaktu masih kecil dirinya selalu mengikuti Anita ke Majlis ibu-ibu Pecinta sholawat. Dengan penuh semangat, Kismi kecil ikut melantunkan sholawat dengan suara keras, meskipun saat itu lidahnya masih cedel.

Dahulu, sewaktu masih sekolah di madrasah ibtidaiyah (setara SD), seringkali dia mengikuti berbagai event perlombangan sholawat dan al-banjari yang seringkali juga berhasil menjadi juara. Meskipun suaranya tidak terlalu bagus-bagus amat, setidaknya lumayan bisa diterima gendang telinga. Faktor pendukung kemenangannya tak lain dan tak bukan karena pembawaannya yang fasih dan cukup lanyah dalam melantunkan lirik-lirik sholawat yang berbahasa Arab.

Sayup-sayup, lirihan lembut sholawat nabi yang keluar dari bibir Kismi membuat Kapten Gibran menatapnya sekilas. Wajah Kismi terlihat menyunggingkan senyum menikmati alunan Sholawat.

Tak bisa dipungkiri. Senyum manis Kismi mampu membius siapapun, menciptakan euforia dan denyutan aneh bagi penikmatnya. Tak heran, makanya banyak dari kalangan kaum adam tak berani menatap lamat-lamat wajah Kismi jika gadis itu tengah tersenyum. Khawatir jatuh hati. Karena jika sudah jatuh hati padanya, bukan hati yang didapat, melainkan kecewa.

Prinsip no pacaran Before akad-Kismi sudah diketahui banyak orang.

Kapten Gibran terkesiap. Berdiri mematung didepan lemari kayu jatinya. Setengah hampir terpesona dengan senyum dan raut wajah indah milik gadis yang barusaja dikatainya bocil tersebut.

Jika memandang perempuan lain yang bukan mahrom lebih dari satu kedipan adalah dosa, maka memandang Kismi adalah sebaliknya. Pahala mengalir melimpah ruah. Bukan lagi dosa yang didapat, melainkan kenikmatan yang tiada tara, bukan?

"Ten, Kapten? Kapten Gibran!"

Kapten Gibran tersentak, pikirannya yang sempat melayang dari alam sadar bubar ketika suara cempreng Kismi mengagetkannya.

"HM, iya Kis?" Gadis itu berjalan mendekati Kapten Gibran. Sedikit menciptakan degupan aneh di jantungnya.
"Ini uang kembalian yang Kismi pinjam tadi pagi," Kismi mengerahkan 3 lembar uang 10 ribuan.
"Yang 20 Ribu beneran dikasih kan hehe?"
"Simpan saja Kis"
"Ya nggak bisa, itu Kan milik Kapten Gibran!"
"Sekarang jadi milik kamu "
" Hehe jangan deh, Nanti Kismi sungkan Loh!"
"Halah gayamu Kis, santai saja. Lagipula, itu sudah menjadi kewajiban saya!"
Kismi terdiam mendengar kata 'kewajiban' yg dilontarkan Kapten Gibran.
Dalam pernikahan, kata kewajiban memang bermakna luas, tapi otak Kismi mengarahnya pasti kearah sana.
(Kearah mana sih? Ya kearah sana deh pokoknya)

"Ya nggak bisa gitu, pokoknya mah ini milik Kapten Gibran!" Kismi meletakkan lembaran uang kertas berjumlah 30 Ribu diatas meja rias tempat kapten Gibran tak jauh berdiri.

"Biar Kismi minta kalau lagi butuh dan kepepet saja, Kapten." ujarnya sembari kembali ke meja belajar.

Kapten Gibran menghembuskan napas berat.
" Terserah kamu saja deh Kis!" 

Keadan kembali hening.
Dua anak manusia yg telah terikat janji pernikahan tersebut sibuk di dunia masing-masing.

"Oh iya Kapten!"
"HM, apalagi Kis?"
"Besok kita pulang kerumah sore aja gimana?"
"Pulang ke rumah siapa maksud kamu?"
tanya Kapten Gibran Heran.
"Pulang kerumah Kismi lah. Semua orang dirumah sedang pergi ke Semarang kurang lebih selama seminggu. Jadinya lkasihan sekali rumah kalau tak dihuni!"

Kapten Gibran manggut-manggut.
"Terus, kamu ngajak saya untuk mengantar saja atau ikut menginap juga?" tanya Kapten Gibran lagi, sebenarnya dia sudah mengetahui, hanya saja ingin sedikit mengisengi Kismi.

"Sebenarnya Cuma minta antarkan saja sih, tapi tadi Ummi dan Bunda bilang kalau sekarang lagi musim maling, ngggak baik kalau Kismi pulang sendiri."
"Terus?"

" Ya nggak terus-terus. Intinya Kapten Gibran diminta menginap juga. Gimana?"
Kapten Gibran terdiam. Berlagak seperti orang yg menimbang² ucapannya.
"Oke, baiklah"

"Eits, tapi ada syaratnya Loh, Kapten Gibran jangan macam-macam."

"Astaghfirullah Kismi, macam-macam seperti apa yg kamu maksud ha?"

"Ya macam-macam tentang hal apapun itu."

"Astaghfirullah Kamu Kis, Kis."
Kismi nyengir kuda, merasa sedikit bersalah, tapi ya sudahlah. Tidak ada salahnya orang berjaga-jaga  kan?


***

Aduh, nyambung nggak? Nyambung nggak? Buat nyambung aja deh. hehe!

Aku sendiri juga merasa tulisanku semakin ngelantur kemana-mana.

Tapi ah sudahlah,

support cerita Kismi dengan bantu vote dan koment ya rek, love you full emmuach!

Kisah kasih Kismi (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang