Bismillah, semoga banyak yang suka hehe
Jum'at Berkah,
Jangan lupa Al- Kahfinya ya.
Semoga selalu bahagia.
Salam sayang, Emmuach!
***
Sepulang sekolah, Kismi dan Nadia menyempatkan untuk melihat-lihat aneka ragam keong yang dijual di luar gerbang sekolah madrasah Ibtidaiyah (setara SD) yang berjejer dengan sekolah mereka. Penjual tua yang sudah sangat mereka kenal dengan sabar menunggui kios dagangannya yang mulai sepi sebab murid-murid MI telah banyak yang pulang.
"Nad liat, yang ini lucu banget tau!" tangan kanan Kismi meraih salah satu keong berukuran standart. Tidak mini juga tidak jumbo-jumbo amat. Warna cangkangnya putih keabu-abuan.
Nadia mengikuti langkah Kismi, memilah-milih Keong lalu mengambilnya, "Lucuan yang ini tau!"
"Pakde yang ini berapa?" Kismi bertanya pada bapak tua penjual keong yang bersandar dengan pasrah pada tembok gerbang. Raut wajahnya terlihat amat lelal. Kismi sudah mengenali bapak ini sejak dia masih di Tsanawiyah (Sekolah setingkat SMP) karena bapak tua yang kerap kali Kismi panggil Pakde juga berjualan disana.
"Loalah Mbak Kismi toh? Yang itu harganya 2000 Mbak, naik 500 rupiah karna sekarang pasokannya semaakin sedikit Mbak!" Kismi tersenyum. Memilah-milih lagi.
Kismi ingat, waktu kecil dulu ia suka sekali memelihara keong yang dibelinya di sekolah. Langkahnya yang lambat, cangkangnya yang indah, ukurannya yang mungil, membuat Kismi mencintai para keongnya dan menganggapnya sebagai teman di rumah. Sampai-sampai Anita membuatkannya rumah mungil seperti rumah barbie yang terbuat dari kumpulan kayu stik.
"Assalamu'alaikum, anak ayah yang namanya Kismi kemana ya? Ayah datang membawa sesuatu nih!" Kismi yang saat itu masih berusia 8 tahun langsung menghambur ke arah dokter Harun.
"Ayah membawa apa memangnya?"
"Coba buka dulu genggaman kedua tangan ayah!" Dengan semangat penuh, Kismi membuka genggaman kuat tangan kiri dokter Harun, tapi dia tidak menemukan apa-apa.
"Kosong Yah!"
"Hmm, berati Kismi belum beruntung, coba lagi deh di tangan kana Ayah." Kismi manut. Dengan gerakan yang sama antusiasnya seperti tadi.
Kismi berhasil membuka genggaman kuat ayahnya dan menemukan seekor keong kecil dengan cangkang warnah putih telah bertenggger dengan indah disana..
"Wah lucu sekali Ayah!"
"Waktu ayah pulang dari sholat Jum'at tadi, ayah menemukan keong kecil ini di jalan. Ayah kira ini batu, hampir saja ayah menginjaknya Kis!"
"Wah kasihan sekali kamu keong, kamu tersesat ya? Pasti lapar banget ya sekarang?" Kismi meraih keong itu dari telapak tangan dokter Harun.
"Makasih ya Yah! Kismi janji mau merawatnya seperti keong-keong Kismi yang lain!"Dokter Harun mengelus lembut kepala putri keduanya yang saat itu belum mengenakan kerudung.
"Ya udah, Kismi langsung kasih makan ya, biar kamu nggak lapar lagi ya O'ong!" ujarnya saat itu. Sayangnya, tak berselang lama kemudian, keong temuan ayahnya yang ia beri nama O'ong mati. Membuatnya merasa menyesal karena tak bisa merawatnya dengan baik. Kismi menangis hampir setiap hari, membuat kedua orang tuanya bingung sendiri.
"Kismi sayang, bagaimana kalau keong-keong Kismi yang lain kita kembalikan saja ke habitatnya," bujuk Anita.
"Habitat itu apa Bunda?"
"Habitat itu lingkungan asli tempat tinggalnya, sayang!"
"Memangnya dimana lingkungan asli tempat tinggal keong Bunda?"
"Emb, habitatnya bisa di sawah, danau, sungai, ataupun rawa-rawa. Bergantung dari jenis keongnya." Kismi diam bergeming. Memikirkan anjuran yang dikatakan bundanya.
"Memangnya keong-keong Kismi tidak bahagia ya kalau tinggal bareng Kismi!"Kismi bertanya dengan ekspresi muka hampir menangis.
Anita tersenyum melihat putrinya, "Keong-keong Kismi bahagia kok tinggal bareng Kismi, tapi lebih bahagia lagi kalau tinggal di habitat aslinya, biar bisa hidup dengan bebas!"
Kism terdiam, memikirnya matang-matang.
"Terus, habitat asli keong-keong Kismi dimana? Sawah, sungai, danau, atau rawa Bunda?"
"Emb kita bisa mengantarkannya ke danau sayang, biar sekalian kita main-main disana. Kismi mau?"
Kismi terdiam cukup lama, sebelum menganggukkan kepalanya.
"Iya deh Bunda, gapapa. Biar keong-keong Kismi tidak mati seperti O'ong juga!"
"Seriusan kamu mau beli Kis? Kayak bocil aja tau!" sahut Nadia. Kismi menoel pinggang Nadia. Lalu berbisik, "Gapapa Nad, harganya murah juga. Itung-itung untuk menyenangkan Pakde nya tau! Lagipula aku juga udah lama banget nggak main sama keong, kangen nih!" Sejak kejadian waktu kecil dulu, dia memang tidak pernah memelihara keong lagi. Jika ia mendekat kearah Pakde penjual keong, hanya melihat-lihat saja.
"Piye Mbak Kis, jadi beli?"
"Saya pengen beli yang ini deh Pakde. Beli dua ya!"
"Harganya jadi 4000 Mbak!" Pakde itu meraih 2 keong dari tangan Kismi, lalu memasukkannya kedalam kotak kertas yang telah berlubang dari berbagai sudutnya.
"Ini ya Pakde uangnya."Kismi mengulurkan uang 20 ribuan.
"Loh, sebentar Mbak, Pakde tukarkan uangnya dulu ya. Nggak ada uang kecil soalnnya."
"Boten Pakde, saestu boten. Kembaliannya buat Pakde aja!" Kismi menggeleng kuat.
"Loh Mbak, kok ngoten?"
"Ndak papa Pakde, diterima Nggeh?" Bapak tua itu terlihat menyimpan banyak haru.
"Ya sudah Mbak, terimakasi banyak. Mugi Gusti Allah ingkang mbalesi!"
"Amin, Pakde. Terimakasih juga Nggeh!"
Nadia sedari tadi hanya memperhatikan interaksi mereka. "Yuk Nad pulang! Katanya mau nganterin aku!" Kismi menarik tangan Nadia yang mematung.
"Eh bentar-bentar Kis! Aku beli juga deh, buat keponakanku!"
"Ya udah pilih aja!" Nadia mengangguk. Perbuatan Kismi yang ia lihatnya tadi, membuat Nadia ingin melakukan hal serupa juga.
Ketika Nadia sibuk memilih keong yang hendak dibelinya, tanpa sengaja bola mata Kismi menatap seseorang dari balik kaca mobil yang setengah terbuka di seberang jalan sana.
"Astaga Kapten Gibran!"
Bersambung,,
***
"Jemput nggak? Jemput Nggak? Jemputlah masak nggak!)
Makasih semuanya,
Sudah membaca sampai titik ini.
Sudah sabar menunggu sampai sejauh ini.
Perjalanan Cerita Kismi masih nan jauh,
Semoga kalian tidak bosan menunggu,
Love you you you.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah kasih Kismi (Sudah Terbit)
ChickLit"Ehem, Bismillah. Jadi begini Nak, sebenarnya yang dinikahi Gibran putra saya bukan Elsa, tapi kamu!" *** Kismi yang baru saja pulang dari kegiatan Pesantren Kilat di Yogyakarta harus dikagetkan dengan kenyataan bahwa hidupnya kini tak lagi sama se...