Bab 49 (Astaghfirullah, Kismi! (2))

3.6K 365 29
                                    


***

"Hehe maaf lupa. ASSALAMU'ALAIKUM, KAPTEN! Nanti pulangnya jangan lupa belikan nasi goreng 69 ya! Terima kasih saya sampaikan!"

Kapten Gibran menatap heran layar ponselnya. Sudah lama Kismi mengetik namun tak kunjung terkirim juga pesan lanjutannya. Kapten Gibran pun kembali fokus pada urusannya. Saat ini dia sedang berada di kantor pelayaran di Surabaya. Ada beberapa hal mendesak yang perlu diurus. Apalagi, tak lama lagi ia akan segera diberangkatkan bertugas dalam ekspedisi pelayaran ke Eropa.

(Ups! Kebongkar deh. Kismi aja belum tau kalau Kapten Gibran akan segera berangkat berlayar lagi, jangan bilang-bilang dulu ya, biar Kismi tau sendiri hehe. Kalian bisa jaga rahasia 'kan?)

Notifikasinya pesan masuknya berbunyi tiga kali. Membuat Kapten Gibran langsung memeriksanya. Dugaanya benar, pesan masuk memang dari Kismi semua. Namun,

Pesan ini telah dihapus

Pesan ini telah dihapus

Pesan ini telah dihapu

"?"

"Kis, kalau ingin apa-apa lagi bilang. Jangan sungkan." balas Kapten Gibran.

"Nggak ingin apa-apa lagi kok!"

"Bener?"

"Iya bener, Kapten."

"Ya udah kalau nggak ingin apa-apa lagi. Ini saya sedang sibuk. Nanti kalau sudah selesai langsung balik ke Malang."

"Oke. Hati-hati."

Tak bisa ditutupi, Kapten Gibran mengunggingkan senyum membaca balasan terakhir pesan Kismi. Entah ada perasaan aneh yang menjalar ke sekujur tubuhnya.

Perasaan aneh macam apa itu?

Perasaan terharu sebab ada yang memperhatikan keselamatannya selain Ummi?

Atau perasaan rindu ingin segera pulang dan bertemu?

Urusan Kapten Gibran masih panjang, tetapi kenapa mendadak ia ingin cepat-cepat pulang.

Dulu, sebelum statusnya berganti, ketika ia ada urusan di kantor pelayaran, pasti akan menginap beberapa hari. Bersantai ria, mengunjungi teman dekatnya yang berada di Surabaya, bahkan masih menyempatkan diri ziarah ke Makam Sunan Ampel dan khataman di Maqbaroh Sang Wali. Tapi kini, hatinya kalang-kabut ingin segera kembali. Ini jelas-jelas Karena Kismi. Entah karena orangnya atau karena nasi goreng titipannya. Yang pasti, ini karena dia.

Tepat Ba'da adzan Ashar, Kapten Gibran sudah memasuki Kota Malang. Kecepatan laju mobilnya, jangan ditanyakan lagi. Setelah menunaikan sholat Ashar di Masjid di dekat jalan yang dilalui, ia segera menuju kedai nasi goreng 69 yang berada di foodcourt Malang Town Square, salah satu pusat perbelanjaan yang cukup terkenal.

***

"Wah, Mas Gibran sudah pulang!" seru Ziyad girang tatkala ia melihat mobil Mas iparnya memasuki pelataran rumah.

"Assala'mualaikum Ziyad."

"Wa'alaikumsalam Mas."

"Kamu udah makan belum?"

"Tadi siang sih Ziyad sudah beli Bakso Cak Min, tapi kalau sekarang Mas Gibran bawain makanan, ya langsung Ziyad makan lah!" Ziyad berkata dengan penuh exited. Ia menutup kembali buku LKS pelajaran IPS-nya.

"Yaudah yuk Mas, langsung makan aja! Hidung Ziyad udah nggak tahan sama bau aroma sedapnya!"

Kapten Gibran mengelus lembut rambut ikal Ziyad. Menurutnya, sifat dan tabiat Ziyad tak jauh beda dengan Kismi. Hampir sama 90 persen sama, baik dari segi kecerdasan, perilaku, sikap, bahkan cara bicaranya juga. Bedanya hanya terletak pada segi gender dan usianya saja. Ziyad laki-laki sedangkan Kismi perempuan.

"Kamu makan dulu gih!" perintah Kapten Gibran pada Ziyad, yang dibalas dengan anggukan mantab. Ziyad memang hobi makan, tak heran jika postur tubuhnya sedikit menggembul sebab banyak lemak yang tertumpuk.

"Mas Gibran nggak nyari Kak Kismi?" tanya Ziyad. Pertanyaan serupa dengan apa yang dilontarkannya pada Kismi tadi. Bocil milenial pikirannya sudah mulai ngadi-ngadi memang.

Kapten Gibran menggeleng pelan. Jam segini, biasanya Kismi sedang dalam perjalanan pulang dari sekolah, kalau nggak gitu sedang pergi ke TPQ dekat rumah, bantu mengajar katanya.

"Oh ya sudah kalau tidak nyari Kak Kismi. Padahal tadi sepulang sekolah Kak Kismi nyariin Mas Gibran!"

"Sungguh?"

"Iya Loh Mas. Bahkan sedari siang tadi Kak Kismi mondar-mandir keluar rumah untuk memeriksa kedatangan Mas Gibran. Sampai menunggu di depan gang juga!" kata Ziyad meyakinkan. Padahal itu hanya fiktif belaka. Pada kenyataannya, sama sekali Kismi tidak mondar mandir keluar rumah.

Sesekali dia hanya bertanya kepada Ziyad, "Kapten Gibran belum pulang juga ya?" tanyanya tadi. Kismi bertanya bukan karena apa, melainkan karena ketidaksabarannya ingin menyantap nasi goreng segera.

"Oh gitu ya? Ya sudah. Kamu cepet makan saja Yad!"

 Ziyad mengangguk lagi, "Ziyad izin makan duluan ya Mas!" Kapten Gibran tersenyum. Membiarkan Ziyad makan sekotak nasi goreng 69 dengan lahap.

Kemudian kakinya beranjang menaiki tangga. Jika sekarang kamar Ziyad telah kedatangan pemiliknya, berarti sekarang dirinya terpaksa akan segera transmigrasi ke kamar sebelah, ke kamar Kismi tentunya.

Ceklek, tangan kanan Kapten Gibran memutar knop pintu kamar Kismi yang tak terkunci. Membukanya perlahan sebelum masuk kedalam. Ia meletakkan ranselnya yang ia ambil dari kamar Ziyad tadi lalu meletakkannya diatas meja belajar. Kapten Gibran membuka lebar jendela kamar. Udara sejuk sore hari diiringi angin sepoi-sepoi menyapu wajah tampannya. Kemudian Kapten Gibran merebahkan tubuhnya yang cukup penat setelah perjalanan jauh yang ditempunya dengan kecepatan kilat dari Surabaya-Malang yang baru saja dilaluinya.

Kamar Kismi berukuran tak lebih dari 5˟4 meter. Walpaper temboknya bergambar sketsa langit malam dengan aksen beribu bintang di sekelilingnya. Untuk ukuran gadis seusianya, mungkin terlihat cukup aneh, tapi Kismi tak peduli.

Di lemari kaca yang berada tepat dipojokan kamar, terdapat banyak boneka milik Kismi semasa kecil. Tak berkurang dan tak terbuang. Semuanya masih terawat dengan baik. Fokus retina Kapten Gibran menatap salah satu boneka berbentuk love warna merah bernamakan Tata (bt21). Tak banyak khalayak umum yang mengetahui tentang boneka tersebut selain pecinta idol. Kening Kapten Gibran berkerut, dirinya seperti pernah melihat boneka serupa disalah satu sudut rumahnya, entah disudut rumah yang sebelah mana, Kapten Gibran melupa.

Beberapa saat kemudian,

Alunan merdu murattal Juz Amma Surah An-Naziat, lantunan salah seorang Qori' cilik dari speaker Majid hampir menghilangkan alam kesadaran Kapten Gibran. Membuainya lembut seperti suara nina bobo yang disenandungkan seorang ibu kepada anaknya. Belum saja ia sempurna terlelap, tiba-tiba bunyi gesekan badan pintu kamar mandi dengan lantai membuatnya tersentak kaget.

Membuat Kapten Gibran spontanitas terbangun dari tidur rebahannya.

Namun, sekujur tubuhnya menegang seketika.

Kismi keluar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan selembar handuk yang menutup tubuhnya.

"Astaghfirullah, Kismi!"

***

Sebenarnya ada 1 part lagi yg ingin ku up.

Tapi maaf banget nih Rek, lagi ngantuk pol-polan ini.

Daripada tidak diedit dan alurnya ngiawor, mending aku up besok aja ya.

hehehe, maaf banget loh ya.

Terima kasih.

Love you all...

Kisah kasih Kismi (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang