Chapter 27

4 1 0
                                    

              Jingga menyusun buku yang baru saja ia gunakan untuk belajar bersama tutornya di rak buku. Beberapa hari ini, ia belajar dengan giat bersama tutor karena hari ujian SBMPTN sudah semakin dekat. Dari pagi hingga malam, Bu Bunga, tutor Jingga, senantiasa berada di sisi gadis itu untuk membantunya belajar. Menurut beliau, Jingga masih lemah dalam matematika, jadi beberapa hari belakangan, mereka fokus dengan mata pelajaran tersebut. Kemarin, Bu Bunga memujinya di tes yang berisi soal-soal, yang selalu diadakan di akhir pelajaran untuk mengetahui pemahaman Jingga mengenai materi yang diajarkan karena ia mendapat nilai yang sangat baik. Sebagai bentuk penghargaan, Bu Bunga akan memberikan 3 hari libur untuk Jingga karena gadis itu telah belajar dengan keras dalam sepuluh terakhir ini hingga mendapat nilai yang sempurna dalam tes akhir. Seharusnya, Jingga senang karena ia mendapatkan libur secara cuma-cuma dari Bu Bunga yang cenderung perfeksionis. Ia bisa bersantai ria dan melukis apapun yang ia mau, yang akhir-akhir ini tidak bisa ia lakukan karena tidak memiliki waktu untuk melakukan hal itu.

               Tetapi, saat ini Jingga ingin mencari kesibukan yang akan membuatnya tidak memikirkan pria itu. Ia perlu membuat dirinya tidak memiliki waktu untuk membuat kepalanya mengingat wajah dan kenangannya bersama pria itu. Jingga belajar mati-matian dari pagi hingga malam dengan alasan seperti itu beberapa hari belakangan. Ketika Bu Bunga memberinya libur, ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Apakah ia tetap belajar sendiri? Tetapi, Bu Bunga melarangnya untuk belajar dan menggunakan waktu tersebut untuk refreshing sejenak karena setelah tiga hari libur ini, mereka akan kembali belajar dengan keras tanpa hari-hari untuk istirahat lagi. Jingga harus ambisius untuk SBMPTN hari ini agar ia bisa masuk ke jurusan yang sangat diidam-idamkan oleh orang tuanya, terutama Ayahnya. Jika ia lulus di jurusan tersebut tahun ini, ia tidak perlu menghadapi tekanan dari orang tuanya. Jingga tidak perlu lagi merasa menjadi seseorang yang tidak berguna di dunia ini.

              Di saat Jingga bingung harus melakukan apa untuk mengisi waktu luangnya, panggilan masuk membuat ponselnya berdering. Gadis itu mengambil ponselnya yang tergeletak di atas kasur dan melihat sebuah nama yang terpampang di layar ponselnya. Ia mengerutkan dahi begitu melihatnya karena sangat tidak wajar pria itu meneleponnya.

              "Halo, Jingga!" sapa pria itu di seberang sana.

              "Hai, Ta," balas Jingga. "Kenapa?"

              "Lagi ngapain? Sibuk, nggak?" tanya pria itu, Genta.

              "Nggak. Kenapa?"

              Terdengar kekehan Genta di ponselnya. "Bisa nemenin gue belanja, nggak Ji?"

              "Belanja?"

              "Iya, belanja bahan-bahan toko," ulang Genta. "Sekala cuti hari ini, katanya mau ngurus sekolah Acha."

              "Acha siapa?"

              "Adiknya Sekala."

              "Oh."

              Jingga baru tahu kalau Sekala memiliki adik perempuan.

Tunggu. Kenapa Jingga peduli?

              "Jadi, gimana Ji? Kalau lo nggak bisa, juga nggak apa-apa."

              Jingga menimbang-nimbang apakah ia harus menerima ajakan Genta atau tidak. Sebenarnya, ia tidak memiliki alasan untuk menolaknya karena sekarang pun ia bingung harus melakukan apa untuk mengisi waktu istirahatnya. Jadi, Jingga menerima ajakan Genta dan bilang ia akan ke coffeeshop sebentar lagi. Awalnya, Genta menawarkan agar ia saja yang menjemput gadis itu, tetapi Jingga menolak karena ia tidak ingin keluarganya mengetahui tentang Genta, jadi ia memutuskan agar ia saja yang pergi ke coffeeshop, yang membuat Genta menghormati keputusan Jingga.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 11, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dandelion dan AnginTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang