Hari ini pelanggan tidak terlalu ramai, jadi Sekala dan Genta bisa sedikit berleha-leha. Sekala dan Genta duduk di salah satu meja dan menikmati kopi yang dibuat oleh Sekala. Sebenarnya, Retro's Coffee adalah milik sepupu Genta, yaitu Evan yang memiliki banyak usaha. Awalnya, Evan sedikit ragu untuk membuka Retro's Coffee karena takut tidak bisa menghandle-nya. Evan memiliki lima usaha, termasuk Retro's Coffee dan semuanya memiliki pendapatan yang lumayan. Genta akhirnya meminta Evan memercayainya untuk menjalankan Retro's Coffee. Lalu, Genta merekrut Sekala menjadi pegawainya.
Desain toko ini adalah karya Genta. Pekerjaan Genta yang sebenarnya adalah menggambar graffiti di dinding. Banyak toko yang memercayainya untuk melukis di dinding mereka dan biayanya pun tidak sedikit. Genta sering pergi ke luar kota demi melukis dinding toko-toko lainnya. Sedangkan, Sekala pandai membuat kopi. Pria itu hanya melihatnya di youtube beberapa kali dan ia segera bisa membuat kopi yang tidak kalah dari kopi-kopi mahal di luar sana.
Jadi, hanya dengan adanya Genta dan Sekala, toko ini berjalan dengan lancar.
"Kal, jadi kamu tadi ketemu Ujang?" tanya Genta. Ujang adalah teman sekolah Sekala, juga teman kuliah Genta. Genta sudah lama tidak bertemu dengannya karena kabarnya, Ujang telah menikah dan merantau ke Palembang. Makanya, ketika Sekala bilang ia bertemu dengan Ujang, Genta menjadi antusias.
"Iya, aku ketemu dia di dekat Holland. Tapi, dia tadi buru-buru, sih, katanya ada seminar. Jadinya, nggak sempat minta nomor HPnya." jawab Sekala.
Genta memanggut-manggut. Harapannya sedikit sirna.
"Oh iya, btw—,"
Bunyi pintu berderik, membuat Genta menghentikan kelanjutan ucapannya. Ia dan Sekala menatap ke arah sumber suara. Seorang perempuan yang familiar masuk ke toko, lalu menduduki kursi di pojok dan mengeluarkan benda-benda. Genta menyipit, memperjelas penglihatannya. Ah, ternyata pallete, cat air, dan kertas.
Tunggu. Gadis itu ingin melukis? Di sini?
Genta ingin menghampiri gadis itu karena tampaknya Sekala memilih untuk memerhatikannya saja. Tetapi, Sekala menarik ujung lengan baju Genta, lalu menggeleng, melarang pria itu ke sana.
"Kenapa?" tanya Genta, sedikit berbisik.
Melihat Sekala hanya menatapnya, membuat Genta kembali duduk, menyerah. Entah apa yang akan dilakukan pria itu.
Sekala hanya melihat gadis itu menggambar di sana dari kejauhan. Genta sedikit jengah dengan pemandangan ini. Mengapa Sekala hanya melihatnya begitu saja? Kalau ia sangat ingin memerhatikan gadis itu, kenapa Sekala tidak menghampirinya dan duduk tepat dihadapannya?
Genta tidak habis pikir.
Lebih kurang, setengah jam berlalu. Sekala bangkit dari kursi, lalu menghampiri gadis itu. Ia berjalan perlahan, berusaha agar tidak mengganggu konsentrasinya. Sekala mengintip sedikit begitu ia lebih dekat, ingin mengetahui apa yang menjadi penyebab gadis itu sangat serius.
Ternyata, gadis itu sedang melukis.
Sekala melihat lukisan setengah jadi, belum menjadi utuh. Ia hanya melihat warna-warna hangat menyatu dan membentuk sebuah suasana, yang belum ia ketahui itu apa. Gerakan tangan itu gesit, menggeser kuas dari satu bagian ke bagian lainnya, membentuk sebuah fenomena, yang lagi-lagi hanya bisa Sekala rasakan.
![](https://img.wattpad.com/cover/193338770-288-k278544.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion dan Angin
Fiksi RemajaJingga percaya adanya keajaiban setelah bertemu Sekala, seorang pelayan coffeeshop yang menyukai puisi. Bersama Sekala, membuat Jingga tahu, bahwa walaupun banyak yang meremehkan mimpinya, Jingga bisa menggapainya dengan hanya Sekala di sisinya. La...