•Ngga tau!
Aku terbangun kala mendengar suara rintihan, aku lantas menoleh ke arah Afkar yang tidur di sampingku dengan tangan di perutnya. Dengan grasa grusu aku duduk dari tidurku dan menatap punggung Afkar posisinya memang dia membelakangiku
Tanganku terulur mengusap lengannya
"Afkar, kenapa?" tanyaku
Sudah tau kalau Afkar sakit perut lantas pertanyaan macam apa yang aku lontarkan? Astagaa
Dia membalikkan badannya ke arahku dengan tangan yang terus meremas perutnya. Dia sakit perut karena efek tipes atau karena makananku?
"Perut gue sakit, shhh" ringisnya
Aduhh aku ngga tega, aku beranjak dari tempat tidur ku mengambil minyak kayu putih di nakas yang belum sempat ku kembalikan tadi, jaga jaga kalau ada apa apa yaa seperti ini
"Em, anu di olesin minyak kayu putih biar anget," tidak seperti di novel novel yang adegannya aku yang mengoleskan, dia mandiri kok buktinya dia mengoleskan minyak kayu putih sendiri diperutnya aku hanya memandang wajahnya
Lantas ku lirik jam di dinding ternyata masih jam dua malam, itu artinya masih lama masuk waktu subuh.
Setelah dia mengoleskan minyak kayu putih itu dua kembali merebahkan dirinya begitupun aku, tidak ada pembicaraan setelahnya. Botol kecil berwarna hijau itu pun sengaja tak aku kembalikan ke nakas supaya nantinya gampang dicari alhasil dia ikut tidur di ranjang
Aku jadi makin kasian ketika melihat keringat dingin di pelipisnya. Ini memang salah dia karena terlalu sibuk dengan tugas kuliahnya sampai tidak makan berhari hari, ya memang tugas penting tapi kesehatan lebih penting dari apapun itu
Aku yang awalnya hendak tidur pun kembali beranjak mengambil tisu yang ada di meja belajar Afkar tepatnya di rak bersama dengan beberapa koleksi miniatur kebanggannya itu
Mengambil beberapa lembar tisue lantas aku letakkan di nakas, aku mulai mengelap keringatnya sambil sesekali meniup agar tidak perih
Dia memang sudah memejamkan matanya tapi ku yakini dia belum sepenuhnya tidur kembali, entah dari mana asalnya semenjak kepulangan Afkar tadi sore aku semakin ingin dekat dengannya bahkan sekarang aku tak canggung seperti awal kita hidup satu atap
Setelah selesai mengelap aku membuangnya di tong sampah dekat ranjang, aku kembali menatap seorang yang sedang berusaha masuk ke dalam alam mimpinya. Mukanya polos tak seperti ketika Afkar sedang membuka matanya yang keliatan hanya wajah datar dan dinginnya, mukanya pucat pasi membuatku semakin merasa kasihan
Di tengah tengah aku memandang wajahnya tiba tiba pergerakan tubuhnya terasa, dia yang awalnya tidur terlentang kini beralih mengahadapku.
"Tidur,"
Tuhkan, aku bilang apa kalau dia tu sebenarnya belum sepenuhnya tidur.
Aku berdehem, merebahkan diri menghadap Afkar dengan bantal guling di antara kami berdua. Aku memejamkan mataku, namun baru beberapa menit ranjang kembali bergerak dan
Afkar kembali memelukku hangat, yang aku rasakan badannya memang hangat bahkan nafasnya pun hangat. Afkar mengambil tanganku yang awalnya aku gunakan memeluk bantal guling lantas dia letakkan di kepalanya. Bukan begitu matanya tetap terpejam

KAMU SEDANG MEMBACA
Arfa&Adisty [END]
Teen FictionStory 1 Pernikahan bagi sebagian orang memang membahagiakan tapi jika itu disetujui kedua belah pihak terutama sang mempelai. Lalu bagaimana jika pernikahan terjadi lantaran perjodohan atau--kecelakaan? Itu yang aku rasakan ketika harus menikah atas...