Kalian tuh, ya. Aku ajak menuju jalan yang bengkok, mau-mau aja.
Udah dulu ya, adegan ena enanya. Nanti, kalo aku nggak sibuk. Kukasih lagi.
Ya Allah, dalam sekejab imageku berubah seketika. 😭🤭Btw, ikuti PO "Istrinya Guru Besar".
Nanti bakal dapat banyak bonus. Ada book mark, ttd aku, sama tambahan ekstra part 1-3.
♡♡♡Di suatu pagi, di hari Minggu aku dan Mas Aham waktunya bermager ria. Meski pun udah dapat jatah tadi malam, Mas Aham masih aja minta lagi setelah sholat subuh. Sudah kubilang, Mas Aham itu udah nggak tertolong.
"Mas, kalau kita ngasih Acyclovir ke pasien dengan dosis 5 kali 1 tablet untuk 10 hari, indikasinya untuk apa?" Tanyaku tiba-tiba.
"Banyak, untuk mengobati tubuh yang terserang virus. Salah satunya virus cacar. Tapi tidak semua virus bisa menggunakan acyclovir. Sedangkan untuk dosis tertinggi rata-rata memang 5 kali sehari. Bisa saja lebih rendah, disesuaikan dengan kondisi penderitanya." Jawab Mas Aham terdengar menjawab dengan serius. Padahal aku udah senyum-senyum aja dari tadi. Penasaran banget sama reaksinya setelah kukasih pertanyaan kedua.
"Kalau aku kasih Mas jatah 5 kali sehari, dan itu berlaku untuk 10 hari berturut-turut, gimana?" Tanyaku dengan volume suara yang lebih rendah. Meski pun begitu, tak mencegah Mas Aham menatapku dengan sorot mata terkejut.
"Maksudnya gimana?" Tanya Mas Aham dengan kedua kelopak mata yang berkedip-kedip lucu. Aku hampir aja ketawa ngeliat ekspresi Mas Aham yang jarang banget aku dapati ini.
Priaku ini, tiba-tiba jadi nge-blank. Ponsel yang tadi dia pegang langsung terlepas dari genggamannya. Kuyakin jika saat ini dia sedang minum, dia pasti tersedak. Kulihat jakunnya naik turun seiring dia menelan ludahnya dengan susah payah.
Aku yang gemas udah nggak tahan lagi nyubit kedua pipinya. Menggoyang-goyang kepalanya ke kanan dan ke kiri, kemudian bibirnya kukecup beberapa kali.
"Mas Aham kapan punya waktu luang?" Tanyaku dengan ekspresi lebih serius. Nggak ada senyuman atau kekehan geli. Kali ini aku mau ngobrol serius sama dia.
"Lah, ini Mas ada waktu luang. Senin sampai Sabtu kan, kerja."
"Cuma hari Minggu ya, waktu luangnya?" Tanyaku dengan lesu.
"Kenapa?" Tanyanya penasaran. Tangannya merangkul tubuhku, dan merapatkan pelukannya hingga kulit kami saling menempel. Setelah itu, dielusnya pipiku dengan lembut.
"Daddy mau belajar tentang agama Islam." Jawabku. Terjeda sebentar, "Mas mau nggak, ngedampingin?" Sambungku lagi.
Bisa aku rasakan tubuh Mas Aham menegang. Kutolehkan kepalaku menghadap dirinya. Kedua bola matanya membola, seakan terkejut dengan apa yang barusan aku katakan.
"Mas." Kuelus pipinya untuk menyadarkannya.
"Seriously? Mas tidak salah dengar, kan?" Tanyanya, tetap datar.
Aku menggeleng mantap."Daddy bilang sendiri sama kamu?"
Aku mengangguk lagi.
"Kapan?"
Aku berpikir sejenak. Mengingat-ingat kapan Daddy ngomong gitu ke aku.
"1 Minggu lebih deh, kayaknya." Jawabku akhirnya.
"Kenapa kamu baru memberi tahu Mas sekarang?" Tanyanya agak terdengar sebal.
Lah, yang bikin aku lupa terus itu siapa? Yang suka minta jatah hampir tiap malam juga siapa? Kok aku yang disalahin?
Kupelototi dia, dan sengaja menjauh darinya. Mungkin karena pergerakanku yang tiba-tiba, dia nggak siap dan nggak sempat mencegah.
"Mas tuh, ya. Nggak usah dekat-dekat aku dulu sebelum aku yang nyuruh."
"Dek, kok...."
"Sssstthhh....pokoknya nggak ada jatah selama sebulan. Titik! Enak aja, Shikha yang disalahin. Salahin diri Mas sendiri dong. Udah enak banget aku kasih hampir tiap malam, habis pulang kerja. Bukannya istirahat, atau pillow talk dulu. Trus tidur. Ini malah langsung minta dilayani. Kapan Shikha punya kesempatan ngasih tau ke Mas Aham? Shikha sebal pokoknya."
Aku beranjak dari tempat tidur. Nggak peduli cuma pakai selendang tipis di pinggang. Biarin. Aku udah biasa dipelototin Mas Aham dalam keadaan kayak gini. Sekalian aja, ngerjain dia. Biar tau rasa. Tegang, tegang dah lu Otongnya Mas Aham.
Aku masuk ke dalam kamar mandi, lalu menutup pintunya dengan kencang. Kemudian tertawa tanpa suara. Sebelum aku menutup kamar mandi tadi, aku sempat melihat ekspresi Mas Aham yang linglung. Rasain. Siapa suruh, bikin aku tersinggung. Nggak tau diri banget jadi suami.
♡♡♡
Dua minggu berlalu, aku dan mas Aham nggak nganu. Dan Qadarullah, 1 hari setelah terakhir kali kami nganu itu, aku kedatangan tamu bulanan. Mas Aham tahu soal itu. Karena dia selalu ngecek tempat sampah di dalam kamar mandi. Kalau ada sampah bekas pembalut, artinya dia puasa dulu sampai 1 minggu ke depan. Tapi ini sudah 2 minggu. Hitungannya aku 1 minggu udah bersih, tapi aku belum sempet ngasih ke dia. Aku males nawarin juga. Setiap kali dia pulang kerja, sebisa mungkin aku mengalihkan perhatiannya ke hal lain. Kubilang aku lagi capek habis kuliah praktek. Kadang habis dari mengerjakan tugas kelompok.
Ya, memang betul kok itu. Aku nggak bohong. Kebetulan akhir-akhir ini tugas kuliahku sedang banyak-banyaknya. Tugas laporan sana sini. Bikin asuhan kedokteran, LP, form skill dll. Belum lagi tugas analisis jurnal, lalu presentasi kelompok, diskusi. Ujung-ujungnya laporan lagi. Ah, pokoknya kalau kalian mau jadi mahasiswa kedokteran, siap-siap aja deh sama direpotkan oleh tugas yang kayak nggak ada habis-habisnya itu.
"Kenapa asin sekali?" Kesalnya, sambil menatap tajam koki yang memang setiap hari memasak makanan untuk kami. Kebetulan kali ini kami saat ini sedang makan malam.
Aku yang menyaksikan tingkahnya sempat melongo. Sejak kapan Mas Aham bisa bersikap begitu? Padahal rasa makanannya biasa-biasa aja kok. Malahan enak, menurutku. Gimana bisa dia bilang itu rasanya asin?
Tidak hanya sampai di situ. Setelah sarapan, dia hanya melirikku sebentar. Kemudian berlalu begitu saja. Tanpa kata, tanpa pamit.
Aku yang bingung sejak tadi, mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Mas Aham. Kulirik, Daddy Joseph. Memberi beliau kode atas rasa heranku akan tingkah putra beliau satu-satunya itu.
Dan kalian tahu apa tanggapanya? Beliau terkekeh geli tanpa memberi penjelasan apa pun padaku.
"Dad, apa yang lucu?" Tanyaku sebal.
"Kau memang cukup berani, Shikha. Untungnya dia tidak melampiaskan amarahnya itu padamu secara langsung."
"Maksud, Daddy?" Tanyaku penasaran.
"Kau belum menyadarinya? Sepertinya Daddy tahu, apa penyebab suamimu mengalami mood yang buruk hari ini."
"Memangnya kenapa, Dad? Aku benar-benar tidak mengerti." Seruku tak habis pikir.
Maksudku, nggak ada angin nggak ada hujan, sikap Mas Aham berubah jadi menyebalkan. Padahal sebelumnya sampai tadi setelah sholat Maghrib, sikapnya baik-baik saja saat bersamaku. Kenapa malam ini, ketika waktu menjelang tidur dia jadi begitu?"
"Aaron mengatakan pada Daddy, suamimu sudah membuat karyawannya kalang kabut selama 1 minggu ini. Berkas yang sebenarnya sudah betul, dia suruh revisi lagi. Laporan keuangan yang menurutnya kurang teliti, harus dicek lagi. Dan masih banyak lagi kelakuan suamimu yang membuat seisi kantor heboh. Dia seakan menuntut kesempurnaan. Padahal sebelumnya tidak begitu. Kecuali ketika kalian dulu sempat tinggal terpisah. Dia juga bersikap begitu." Ucap Daddy terlihat menampilkan raut prihatin.
"Ah, masa sih, Dad?" Tanyaku nggak percaya. Setahuku, setiap aku ke kantornya Mas Aham, keadaan terlihat damai-damai saja.
"Kalau kau tidak percaya, coba buktikan saja sendiri, besok siang. Kau kan, biasanya mengantar makan siang untuk Aham." Kata Daddy, memberi saran.
Aku mengangguk. Dan mungkin ide itu cukup bagus. Aku akan ke sana besok siang. Tapi aku nggak akan ngasih tau Mas Aham kalau aku mau ke sana. Sekalian sih, mau ngasih kejutan. Siapa tahu aku bisa mencyduk dia sedang melakukan apa di kantornya. Awas aja kalau aku liat dia ngelakuin hal-hal aneh di kantornya. Jujur aja aku masih was-was kalau sewaktu-waktu si Nini Lampir Megan masih suka datang ke kantor Mas Aham.
♡♡♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Istrinya Tuan Jenius
Humor21+ pokoknya. Shikha mengira, Aham adalah kakak kandungnya. Namun, setelah keduanya kedapatan tidur di dalam satu kamar, Ayah dan Bunda mereka tiba-tiba saja memutuskan bahwa mereka berdua harus menikah. Malam itu, Aham baru saja pulang dari studi S...