"Cieeeee......yang masih setia menunggu. Janganlah risau. Coba deh, tikung si doi di sepertiga malam. Siapa tau, kamu hadir dalam mimpinya sebagai satu-satunya orang yang menjadi jawaban tentang siapa jodoh yang ia tunggu selama ini."
~Author~
♡♡♡
Aku mematut diriku di depan cermin dekat washtafel kamar mandi. Hah! Sudah kuduga. Banyak sekali tanda merahnya. Mas Aham benar-benar menyebalkan. Masa di leher juga ada. Gimana nanti aku pergi ke kampus? Nggak mungkin kan, aku pakai syal dan switter? Lah wong sekarang udah masuk musim panas. Dikira nanti aku salah kostum.
Di tengah kegundahanku memikirkan cara bagaimana menutupi tanda merah itu, tiba-tiba aku teringat pesan Bunda saat akan melepaskan keberangkatanku di bandara.
"Bunda sudah memasukkan ke dalam koper kamu beberapa lembar gamis, atasan tunik, rok, dan kerudung juga sekalian cadarnya. Terserah kalau cadarnya belum mau dipakai. Gamis sama kerudungnya aja nggak apa-apa. Pelan-pelan aja, belajarnya."
Haruskah aku memakainya sekarang? Tapi aku belum siap. Tapinya lagi, keadaanku saat ini lebih urgent. Aku malu kalau ada orang lain melihat tanda merah ini. Meski pun nanti orang-orang nggak menegur secara langsung. Aku juga nggak mau dianggap seperti perempuan nakal. Padahal yang ngelakuin ini adalah suamiku sendiri. Malesin banget kalau harus ngejelasin satu-satu ke orang-orang.
Dan pada akhirnya aku pun memakai pakaian yang sudah Bunda persiapkan. Setelah aku keluar dari ruang ganti, Mas Aham langsung terperangah menatapku. Kenapa ya? Apa aku nggak cocok pakai gamis ini? Atau nggak serasi sama kerudung dan cadarnya? Padahal aku udah susah payah memakainya. Dengan hati penuh pertimbangan yang begitu berat.
(Anggap itu tetap sosoknya Elya. Meski pun aku pakai foto orang lain.)
"Kenapa? Nggak cocok, ya?" Tanyaku gugup.
Aku udah mau balik ke ruang ganti, dia malah berjalan cepat ke arahku dan langsung memelukku erat. Lalu berkata "Terimakasih. Mas cinta sama kamu, Dek."
DOARRRRRRRR
What?
Apa tadi katanya?
Aku nggak salah dengar, kan?
"Mmm....Mas, Shikha nggak salah denger, kan?" Tanyaku untuk meyakinkan.
"Kamu tidak salah dengar. Dan Mas yakin kamu tidak tuli." Jawabnya dengan begitu lembut. Kemudian mengecup keningku dengan sangat romantis.
Please! Jantungku mau lepas dan jatuh ke perut. Lalu meledak.
Ini beneran Mas Aham? Aku nggak percaya.
"Mau ke kampus sekarang? Mas antar, ya." Serunya lagi, setelah kami terdiam lama dengan posisi yang masih berpelukan.
"Hmmm...jam 8 pagi udah masuk kelas. Ini udah jam 7 lewat. Sebaiknya Shikha berangkat sekarang. Takutnya nanti telat." Jawabku dengan nada yang terdengar bergetar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istrinya Tuan Jenius
Humor21+ pokoknya. Shikha mengira, Aham adalah kakak kandungnya. Namun, setelah keduanya kedapatan tidur di dalam satu kamar, Ayah dan Bunda mereka tiba-tiba saja memutuskan bahwa mereka berdua harus menikah. Malam itu, Aham baru saja pulang dari studi S...