39. Kedatangan Keluarga Al-Ghifari

6.5K 418 27
                                    

Hallo semuanya....apa kabar? Lama aku tak update. Wkwkwkwkwk......
Aku minta maaf banget ya, karena ada sedikit trouble di dunia nyata.
Sama aku juga ada project di penerbitan, mungkin udah ada yg tau aku udah nerbitin buku tapi bukan novel?
Yups! Beberapa waktu lalu, aku udah nerbitin buku antogi surat, bareng sahabat pena yg berasal dari berbagai daerah. Dan yg lagi proses pengajuan ISBN saat ini adalah antologi fiksi.

Naaaaah, kabar gembira lainnya dan nggak kalah bikin aku semangat nulis adalah aku lagi ikut kelas menulisnya Kak Panji Ramdana, penulis asal Jawa Barat. Di Instagram beliau udah cukup dikenal banyak orang, loh. Mungkin ada yg kenal? Atau ngikutin Instagramnya dari akun beliau sebelumnya yg dikasih nama "Melodi dalam Puisi"?

Untuk saat ini kami masih diskusi tentang tema apa yg cocok untuk project nulis bareng kali ini. Dan aku beneran udah nggak sabar pengen cepet-cepet bikin karya itu bareng Kak Panji dkk. Do'ain biar semua lancar ya. Mudah-mudahan aku sehat terus. Jadi, bisa lebih banyak bikin karya.  Sayang kalian.....makasih udah mau nungguin kelanjutan ceritanya Shikha dan Mas Aham. 😘😘😘😘😘😘😘😘😘😘😘😘

*****

Kedatangan Ayah dan Bunda, serta adikku Zain, ke London kali ini adalah pertama kalinya semenjak aku memutuskan untuk menyusul Mas Aham dan tinggal menetap di negeri Ratu Elizabeth ini. Nggak pernah terpikir olehku sebelumnya kalau aku bisa menyandang dua kewarganegaraan sekaligus. Padahal nggak ada pembicaraan tentang hal itu sebelumnya.

Aku nggak tahu apakah Mas Aham udah mendiskusikan ini dengan Ayah dan Bunda. Tapi yang aku sadari, Mas Aham adalah suamiku. Dialah imamku sekarang. Apa pun keputusan yang dia ambil itu demi kebaikan kami berdua. Tentu saja, lalu harus bagaimana lagi? Karena Mas Aham adalah pewaris tunggal MT. Corporation, dan kantor pusatnya bertempat di tengah-tengah kota London, maka secara otomatis dialah yang akan melanjutkan bisnis keluarga tersebut.

Tanpa melupakan di mana dia pernah dibesarkan, Mas Aham tidak akan melepaskan Indonesia begitu saja. Selama hampir dua tahun kami menjalani rumah tangga kami, Mas Aham selalu memberikan donasi kepada warga negara Indonesia yang tinggal di kota London. Khususnya mahasiswa-mahasiswi kuliahan kayak aku. Yang notabenenya adalah anak perantauan yang harus pintar mengelola keuangan agar tetap hidup layak di sini. Karena meskipun beberapa di antaranya adalah anak dari keluarga berkecukupan, nggak dipungkiri mereka pun dituntut harus hidup mandiri dan nggak bisa selalu bergantung dari hasil meminta uang jajan dari orangtua.

Kudengar mereka memilih bekerja part time. Selain untuk mengisi waktu luang, yang pastinya adalah untuk menambah pengalaman juga uang jajan.

"Bunda, Shikha kangen." Seruku manja, sembari memeluk Bunda sambil duduk di kursi ruang tamu.

Ayah, Bunda dan Zain memang baru saja tiba dari bandara. Aku sengaja menunggu kedatangan mereka dan Mas Aham memberiku izin untuk absen nggak kuliah hari ini. Untungnya hari ini jadwal kuliah nggak begitu padat dan nggak ada jadwal pengumpulan tugas atau kuliah praktek.

"Hmm...." Dehem Bunda.

Please deh, Bundaku masih aja sok cool gitu. Aku ini anak gadisnya satu-satunya loh. Eh! Lupa, aku udah nggak gadis lagi. Hehe....

"Ih, Bunda masih saja rese sama Shikha." Celetukku dengan nada kesal.

"Maklum, Bunda lagi mood swing, Nak. Mau berangkat ke sini saja kemarin mesti debat dulu. Ayah pusing liat kelakuan Bunda kalian." Sahut Ayah terdengar mengejek. Kemudian tersenyum jahil pada Bunda. Yang dibalas dengan pelototan tajam dari istrinya itu.

Istrinya Tuan JeniusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang