♡♡♡♡
Seperti yang telah disepakati, akhirnya kesempatan itu telah tiba. Mas Aham sejak hari ini sudah masuk bekerja menjadi salah satu dokter di rumah sakit milik keluarga Matthiew. Tentunya, Mas Aham ditempatkan di bagian departemen kesehatan mental dan syaraf. Berhubung Mas Aham itu psikiater, ilmunya lebih komplit dibanding psikolog. Karena pengobatan yang dilakukan olehnya juga menyertakan dengan obat-obatan kimia dan terapi menggunakan alat.
"Hari ini udah beneran bisa megang pasien?" Tanyaku, sambil menata rambut Mas Aham.
Sejak kemarin dia memang mau aku dandani. Katanya agak sedikit lupa, gimana style dia kalau lagi kerja ke rumah sakit. Soalnya kan, dia udah terbiasa berangat kerja dengan setelan kemeja, tuxedo dan dasi.
Sebenarnya sih, penampilan dia nggak jauh beda dengan ketika ingin ke rumah sakit. Kadang dia juga pakai kemeja dan dasi. Tapi nggak pakai jas.
"Iya, soalnya kemarin sudah perkenalan juga. Dek, nanti Mas tidak bisa jemput kamu setiap hari ya. Karena di rumah sakit, Mas cuma karyawan biasa. Mas sengaja tidak memberitahukan identitas Mas yang sebenarnya. Takutnya nanti heboh."
"Loh, iya kah? Kenapa nggak ambil posisi sebagai pimpinan aja? Wakil direktur mungkin. Atau salah satu jabatan lainnya."
"Tidak apa-apa. Mas tidak ingin serakah. Lagi pula, di RS Mas sudah jadi kepala departemennya. Itu pun pasti akan membuat orang-orang merasa itu kurang etis. Mas kan, baru bergabung. Padahal masih banyak yang lebih senior dari Mas." Jelasnya panjang lebar.
Aku manggut-manggut aja, sambil tetap sibuk menata rambut Mas Aham.
"Gantengnya suami Shikha. Pasti banyak yang naksir nih, kayaknya." Ucapku terkekeh geli.
"Memangnya kamu tidak cemburu?" Tanyanya tiba-tiba.
"Apa yang musti aku cemburuin, coba? Toh, Mas Aham udah jadi suami Shikha. Shikha percaya kok, Mas Aham bisa jaga hatinya." Kupeluk ia dari belakang. Pandangan kami bertemu pada cermin yang sejak tadi memantulkan keberadaan kami berdua.
"Dek." Panggilnya, menyadarkanku.
"Hmmm, apa?" Tanyaku balik.
"Kapan siap lepas IUD?" Tanyanya, yang membuatku kaget.
Bayangin, udah hampir dua tahun dia nggak pernah ngebahas soal itu. Tiba-tiba aja hari ini dia nanyain. Dengan nada suara yang serius, pula.
Aku bingung, mau jawab apa. Jujur aja aku belum siap. Karena perjalananku masih panjang. Dan perjuanganku pun semakin berat. Aku bukannya nggak mau hamil. Demi Allah, aku juga pengen punya anak. Tapi dalam keadaanku yang kayak gini, aku masih belum yakin bisa melewatinya dengan mudah.
"Mas...."
Belum sempat aku menjawab pertanyaannya, dia udah berbalik menghadap aku. Lalu mendudukkan aku di atas pangkuannya. Berhubung aku masih memakai bathrobe, cukup mudah untukku duduk dengan posisi mengangkang di atasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istrinya Tuan Jenius
Humor21+ pokoknya. Shikha mengira, Aham adalah kakak kandungnya. Namun, setelah keduanya kedapatan tidur di dalam satu kamar, Ayah dan Bunda mereka tiba-tiba saja memutuskan bahwa mereka berdua harus menikah. Malam itu, Aham baru saja pulang dari studi S...