Bonus buat kalian yang masih setia menunggu walau tanpa kepastian. Wkwkwkwk.
♡♡♡
Seumur hidupku, aku nggak pernah menyangka bakal punya kisah hidup yang semacam kisah-kisah novel ala sultannya orang barat. Hidup mewah di sebuah mansion dengan berpuluh-puluh maid dan bodyguard. Dan kalau mau ke mana-mana harus pakai supir pribadi. Untungnya suamiku bukan salah satu ketua geng mafia atau sejenisnya. Bisa-bisa hidupku nggak akan setenang saat masih menjadi gadis remaja, anak kesayangan Ayah dan Bunda.
Entah di mana letak kesalahannya? Perusahaan sebesar milik keluarga Mas Aham mengalami penurunan harga saham. Tapi kehidupan yang ada di mansion seakan nggak terpengaruh sama sekali. Semua orang terutama para Maid, masih terlihat sejahtera. Gaji mereka tetap dibayarkan sesuai perjanjian. Para bodyguard juga masih pada setia berjaga di sekeliling rumah.
Apa memang hanya aku di sini yang kampungan? Lagi pula, aku sama sekali nggak ngerti kehidupan orang-orang kaya di negeri Eropa ini.
Aku menghela nafas pelan, memikirkan hal-hal yang sebenarnya nggak perlu aku pikirkan itu.
Astaga! Di saat seperti ini aku masih saja sempat melamun. Padahal Mas Aham udah mulai melancarkan aksi serangan bertubi-tubi pada tubuhku. Mengingat hampir tiga bulan lebih kami nggak berhubungan intim, sepertinya aku harus bersiap digempur habis-habisan olehnya malam ini.
"Ahhh...Mas, jangan kenceng-kenceng." Pekikku saat Mas Aham menggigit ujung salah satu payudaraku dengan kencang. Ya ampun. Ganas amat ini laki satu.
Tanpa membalas ucapanku, Mas Aham tampak memandangiku dengan begitu intens. Bukannya tersentuh, aku malah ngeri sendiri. Itu bukan tatapan lembut, guys. Tapi tatapan penuh nafsu.
"Saya mau kamu malam ini. Kita akan coba beberapa gaya sampai saya benar-benar puas menyalurkan hasrat saya yang lama terpendam." Ucapnya terdengar begitu berat.
Ya, aku paham betul keadaannya. Jujur saja, bagi laki-laki yang sudah pernah meraskan nikmatnya ML dengan pasangannya, kebanyakan pasti akan ketagihan dan selalu ingin menyalurkan hasratnya itu tiada batas. Jika dulunya ia masih bisa menahan diri karena sadar secara agama nggak boleh melakukan itu di luar hubungan pernikahan. Tapi, untuk Mas Aham, kasusnya pasti berbeda. Dia sadar telah menikah. Di saat istrinya begitu dekat dan mudah ia jangkau, kapan pun dan di mana pun, egonya pasti menang.
"Pelan-pelan, ya. 'Punya' Mas Aham besar. Shikha kadang masih ngerasain sakit kalau diituin." Ucapku jujur.
"Maaf, kalau saya menyakitimu." Balas Mas Aham lembut. Posisi kami yang saat ini sangat intens membuat suasana menjadi lebih romantis. Aku tau, Mas Aham sudah sangat berhasrat akan tubuhku. Tapi dia juga paham betul, tidak boleh terburu-buru. Kalau kata Buya Yahya, "Harus ada mukaddimah-nya dulu." Atau bahasa sederhananya adalah "pembukaan atau pemanasan". Tidak boleh terburu-buru dan langsung ke inti. Itu namanya dzolim sama istri.
Dan aku membenarkan hal itu.
Namun, sepanjang perjalanan hubungan seksualitas aku dan Mas Aham, dia selalu berusaha berhati-hati dan lembut saat memperlakukanku. Nggak pernah terburu-buru. Semuanya dinikmati dengan begitu indah. Ah, aku jadi semakin merasakan perasaan cinta yang menggebu pada pria minim ekspresi ini.
"Terimakasih, Sayang!" Seru Mas Aham serak disertai napas yang ngos-ngosan, ketika kami sudah mencapai puncak masing-masing. Kulirik pada jam dinding di kamar kami, sudah pukul 3 lewat 30 menit lebih di waktu subuh. Astaga! Priaku benar-benar nggak ada tandingannya. Bayangin aja dari jam 11 tadi, dia masih kuat dan beberapa kali menuntunku untuk melakukan bermacam gaya. Aku yang nggak begitu paham hanya bisa pasrah walau rasanya udah mau pingsan.
Mas Aham merebahkan tubuhnya tepat di sampingku. Lalu memandangiku dengan wajah yang masih dipenuhi keringat. Aku yang masih harus menguasai diri dari keadaan yang begitu lelah maksimal, menjadi bingung sendiri.
"Kenapa?" Tanyaku penasaran.
Dia hanya menggeleng, lalu beranjak dari tempat tidur. Kemudian berjalan menuju kamar mandi sambil mengenakan celana boksernya. Nggak lama kemudian, dia keluar dengan membawa sebaskom kecil air dan selembar handuk kecil berwarna putih. Tanpa aku sangka tiba-tiba aja dia menyingkap selimut yang menutupi bagian bawahku.
"Mas mau ngapain?" Tanyaku heran.
Dia nggak membalas ucapanku. Tapi, tangannya sudah sibuk dengan kedua kakiku. Lah, malah ditekuk dan dibuka lebar-lebar.
"Mas." Panggilku lagi. Tapi dia tetap nggak menggubrisnya.
Aku hanya pasrah dengan apa yang akan dia lakukan. Dan tebakanku benar. Nggak tau apakah hal ini perlu aku ceritakan juga atau tidak. Intinya, Mas Aham sedang menyeka bagian intimku yang sejujurnya masih terasa sangat basah dan lengket akibat tumpahan cairan milik pria itu. Gimana nggak? Lah, wong dia beberapa kali klimaks di dalam. Kepenuhan akhirnya tumpah ke luar. Duh, aku ngomong apa sih?
Meski ada rasa geli dan aneh, aku mencoba untuk nggak terpengaruh. Nggak lucu kan, kalau aku tiba-tiba mendesah keenakan. Bisa-bisa aku nggak bisa tidur setelah ini. Badan rasanya udah sakit banget kayak habis digebukin warga satu RT. Tapi untungnya Mas Aham menyekanya hanya di bagian luar sampai bagian paha dalam. Jadi, masih aman.
Selesai dengan kegiatannya itu, Mas Aham mengambil sesuatu dari dalam lemari. Sebuah bed cover. Tanpa ada kata, priaku ini langsung menyelimutiku dengan selimut yang tadi kami pakai. Dia menggendongku ala bridal. Lalu meletakkanku di sofa bed. Selagi menunggu dia mengganti bed cover kami, aku hanya diam dan memandanginya dengan perasaan hati berdesir.
Sekaku-kakunya Mas Aham, ternyata dia memang pria yang bisa bersikap romantis. Meskipun mungkin dia sendiri nggak menyadarinya.
♡♡♡
Wkwkwkwk
Jangan berharap ada adegan yang eksplisit di sini. Karena aku mau ngasih gambaran kalau Shikha akan tetap menjadi sosok yang polos dan nggak terlalu sesumbar tentang urusan ranjangnya dengan Mas Aham. 🤭🤭🤭🤭
KAMU SEDANG MEMBACA
Istrinya Tuan Jenius
Humor21+ pokoknya. Shikha mengira, Aham adalah kakak kandungnya. Namun, setelah keduanya kedapatan tidur di dalam satu kamar, Ayah dan Bunda mereka tiba-tiba saja memutuskan bahwa mereka berdua harus menikah. Malam itu, Aham baru saja pulang dari studi S...