2. Canggung

21.1K 1K 19
                                    

Dan di sini lah kami. Setelah acara resepsi yang diadakan di halaman depan rumah orang tuaku yang luas, aku dan Mas Aham memasuki kamarku yang masih dipenuhi dekorasi bunga-bunga segar. Baru membuka pintu saja, aroma bunga menyeruak masuk ke dalam penciumanku.

Demi apa pun sebenarnya suasana ini begitu romantis. Hanya saja, situasi kami saat ini cukup canggung. Yang awalnya hanya beranggapan hubungan kami sebagai saudara, lalu malah berubah menjadi hubungan suami istri.

Mas Aham tidak banyak bicara saat sudah memasuki kamarku. Ia hanya memintaku untuk segera membersihkan diri, lalu mengajakku untuk sholat sunnah pengantin bersama. Demi Tuhan, aku gugup sekali. Berbagai macam praduga sudah berseliweran di benakku. Apa mungkin dia akan meminta haknya malam ini juga? Rasanya benar-benar aneh. Dia yang dulu aku anggap kakak sendiri, siap atau nggak siap, akhirnya harus aku berikan apa yang seharusnya menjadi hak dia sebagai suami.

"Mas mau minta hak Mas malam ini juga?" Tanyaku tanpa saringan apa pun. Bahkan dari suaraku saja, terdengar seperti tanpa beban.

Ketahuilah, jika aku sudah penasaran akan sesuatu, maka aku nggak akan sungkan untuk bertanya. Walau itu adalah sesuatu yang tabu sekali pun.

Dia mendelik sekilas sebelum menghela nafas, tampak lelah.

"Saya tidak ingin memaksa jika kamu belum siap. Sholat sunnah pengantin hanya sebagai awalan saja. Bahwa saya sudah boleh menyentuh kamu tanpa adanya campur tangan dari jin atau sebangsanya." Ucapnya datar. Lalu segera masuk ke kamar mandi. Meninggalkan aku yang tiba-tiba merinding akibat ucapannya tadi. Apaan sih, kok malah ngebahas jin? Aku jadi serem sendiri kan.

Sambil menunggu dia selesai mandi, aku pun segera melepaskan segala macam benda yang menempel di tubuhku. Ketika aku akan melepas gaun pengantinku, aku sedikit mengalami kesusahan. Aku lupa jika gaunku menggunakan kancing bukannya resleting. Dan yang lebih menjengkelkan lagi adalah letaknya itu di belakang. Mau nggak mau aku menunggu Mas Aham selesai membersihkan dirinya dulu.

Sekitar 20 menit kemudian, Mas Aham keluar dari kamar mandi dengan wajah yang tampak lebih segar. Dia juga sudah mengenakan setelan kaos putih polos dan celana kain berwarna hitam panjang di atas mata kaki.

Ya, sejak beberapa hari kemarin, barang-barang Mas Aham sudah dipindahkan ke kamarku. Terutama pakaian ganti. Mungkin kalian penasaran, kenapa dia yang pindah ke kamarku, bukannya aku yang pindah ke kamarnya. Jawabannya sederhana. Karena kamarku ukurannya lebih luas dan semuanya sudah sangat komplit.

Yah, kalian bisa menebak sendiri lah ya, yang namanya kamar cewek. Apa-apa harus serba ada. Bahkan sesuatu yang dianggap orang lain hal remeh temeh, bagi kita sebagian cewek adalah hal yang cukup penting.

"Loh, kenapa gaunnya belum dilepas?" Tanya Mas Aham bingung.

"Bantuin, aku nggak bisa lepas sendiri. Kancingnya ada di belakang. Mana banyak banget, lagi." Rengekku memelas.

Dengan sangat terpaksa akhirnya Mas Aham membantuku membuka kancing lucknut itu. Sumpah ya, aku udah ketar ketir banget selama dia ngelepas kancing gaunku. Secara, aku cuma pakai tank top untuk menutupi BH yang aku pakai. Mana warna putih, pula. Aku yakin pasti bakal nerawang. Belum lagi, sempat beberapa kali tangannya nyentuh bagian punggungku. Meski pun nggak menyentuh kulit secara langsung. Tapi efeknya luar biasa untukku. Seperti sedang tersengat listrik, cuy.

Jujur saja, walau pun aku suka pakai baju yang mini-mini, juga kadang nekad ikut party di night club, aku tuh nggak pernah ngebolehin temen cowokku untuk nyentuh aku barang seujung kuku pun. Kalau sampai berani, siap-siap dia kena tendangan ala Kapten Tsubasa. Begini-begini, aku jago bela diri. Meski belum melebihi level Bunda.

"Sudah." Serunya, setelah kancing gaunku terbuka semua.

Dengan berat hati, aku melepas gaunku di hadapannya. Dan terpampanglah tubuhku yang langsing nan seksi ini. Dan sudah kubilang kan, tadi. Aku hanya mengenakan tank top, dan bawahannya aku hanya mengenakan hot pants 1/3 bagian paha.

Kulirik, sekilas Mas Aham tampak menelan salivanya dengan susah payah. Terlihat dari jakunnya yang bergerak begitu seksi di mataku. Tanpa banyak kata, dia pun mengalihkan pandangan, lalu berpura-pura mencari mukenaku dan sajadah untuk kami sholat.

Aku memang sengaja melakukan itu. Hanya ingin melihat reaksinya. Tapi tak kusangka bisa sebesar itu efeknya. Kupikir karena selama ini dia sudah cukup lama tinggal di luar negeri, dia sudah terbiasa dengan pemandangan semacam itu. Ya ampun, sepolos itu suamiku.

Sehabis mandi aku hanya mengenakan handuk yang melilit di tubuhku. Meski sedikit deg deg an, aku berusaha bersikap biasa saja saat keluar dari kamar mandi. Dan, gotca! Tepat ketika aku berdiri di ambang pintu, Mas Aham menatapku dengan sorot matanya yang tajam. Hanya beberapa menit, sebelum aku berlalu menuju lemari pakaian yang ada di dalam ruangan khusus.

"Kalau ingin menggoda saya, coba lakukan dengan cara yang benar." Serunya tiba-tiba, setelah aku selesai berpakaian.

"Maksudnya?" Tanyaku pura-pura tak paham. Sambil menunjukkan raut bingung.

"Sudahlah. Lupakan saja. Cepat kenakan mukenamu. Sebentar lagi adzan maghrib. Saya tidak mau terlambat datang ke masjid."

♧♧♧

Cieeee, suami Shikha mupeng ngeliat istrinya handukan doang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cieeee, suami Shikha mupeng ngeliat istrinya handukan doang. Wkwkwkwk

Istrinya Tuan JeniusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang