21. Tercyduq

10.5K 810 47
                                    

Langit nampak cerah hari ini. Sejak pagi, tidak ada tanda-tanda akan datangnya hujan.

Tadi setelah aku mengabari Mas Aham bahwa jadwal kuliahku hanya sampai jam 12 siang, dia pun menjemputku dan mengantarku kembali ke mansion.

Kutanya dia apa nggak sibuk, dia menjawab tidak. Karena memang bertepatan dengan jam istirahat.  Awalnya dia menawariku untuk ikut ke kantornya. Aku bisa istirahat di kamar pribadi yang ada di ruangannya. Tapi, kubilang mau langsung pulang aja. Mumpung aku ada waktu luang, lebih baik aku nemenin Daddy aja.

"Daddy sedang apa?" Tanyaku, saat mendapati beliau tengah duduk di kursi teras belakang mansion.

"Sedang bersantai. Kemarilah, temani Daddy." Ajaknya. Aku mengangguk dan duduk di kursi tepat di sebelah Daddy.

"Bagaimana, Nak. Apa kau sudah berbicara dengan suamimu, mengenai niat Daddy yang ingin mempelajari Islam?" Tanya beliau.

Astaghfirullah! Aku lupa. Setelah mengobrol dengan Daddy terakhir kalinya, aku belum sempat nemu momen yang tepat untuk obrolin soal itu sama Mas Aham. Niatku pas nanti ketika Mas Aham udah pulang kerja. Tapi setiap kali aku mau bahas itu, selalu tertunda karena akhir-akhir ini Mas Aham sering minta jatah. Katanya sebagai obat pemulih setelah suntuk dengan kerjaan di kantor. Setelah menyelesaikan aktivitas itu, dia pasti langsung ketiduran. Bukan lagi lelah karena stres, tapi karena keenakan. Hahahahahah....

Aku yang udah terbiasa pun akhirnya ikut terbuai. Aku senang, Mas Aham selalu tau ke mana dia harus pulang jika sedang mengalami stres akibat dari posisinya yang bisa dibilang cukup berat. Menjadi seorang CEO itu nggak mudah. Makanya aku sering kasih reminder pada diriku sendiri. Bahwa Mas Aham adalah prioritasku saat ini. Dia lagi pengen, aku turutin. Daripada dia mencari pelampiasan di luaran sana, kan? Biar kata, ibarat badanku remuk kayak ayam geprek, yang penting Mas Aham senang. Dan bisa kerja maksimal lagi besoknya.

Dan lagi, ilmu itu aku dapatkan dari menonton video acara majelis ta'lim dr. Aisah Dahlan. Yang aku terapkan dan terbukti sangat manjur.

Mas Aham berjuang untuk kesejahteraan karyawannya. Dan aku sebagai istri musti punya cara yang ampuh untuk bisa kasih dia semangat. Lalu apa yang aku dapatakan? Pahala besar yang dicatat oleh malaikat Raqib. Yang semoga menjadi bekalku agar bisa meraih ridho-Nya. Katanya, ridho suami adalah ridho Allah juga. Jadi, jangan sekali-kali durhaka sama suami, ya.

Aku nyengir sebelum menjawab pertanyaan Daddy dengan wajah tertunduk.

"Mmm....Daddy, Shikha minta maaf. Shikha selalu lupa."

Duh, gimana ngomongnya ya?

Aku udah ketar ketir tapi tiba-tiba Daddy langsung tergelak. Aku kan jadi speachless. Kenapa? Apa yang lucu?

"Daddy tahu, Shikha. Kau tak perlu merasa bersalah. Memang beberapa hari belakangan ini, pekerjaan Aham sedang sibuk-sibuknya. Apa lagi ulang tahun perusahaan sudah dekat. Dan Daddy juga tahu, suamimu itu tidak akan membiarkanmu bicara panjang lebar setiap kali dia pulang dalam keadaan lelah." Jelas Daddy. Yang hasilnya membuatku tertunduk dalam, menahan rasa malu. Empang mana, empang? Atau kali. Mau nyebur aja aku ke sana.

Ya Allah, kenapa Daddy bisa tau soal itu, sih? Jangan-jangan Daddy sadar kalau aku dan Mas Aham hampir tiap hari, mandi pagi-pagi sekali sebelum sholat subuh.

"Tidak perlu malu, Shikha. Daddy paham sekali dengan hubungan kalian. Tanpa kau melontarkan kalimat penyemangat sepanjang kenangan mantan, tetap tidak akan manjur untuk ukuran Aham yang lebih senang dimanjakan oleh istrinya dengan cara yang disukai oleh kaum pria pekerja keras seperti dirinya. Hanya perlu satu tindakan, maka semua lelah akan tergantikan dengan rasa...."

Istrinya Tuan JeniusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang