27. Habis Manis, Shikha Disimpan

11.8K 834 14
                                    

JANGAN DIBUANG!

♡♡♡

Usai membersihkan diri, aku lantas mengenakan gaun tidur berbahan satin lembut yang berpadu dengan bahan brokat di bagian dada. Yang membuatnya agak menerawang. Keluar dari ruang ganti, aku mendapati Mas Aham tengah duduk di atas ranjang sambil bersandar.

Ia menatapku dengan tatapan intens. Aku yang ditatap begitu jadi salah tingkah. Nggak biasanya Mas Aham menatapku seperti itu, kecuali lagi ada sesuatu yang hendak dia bicarakan dengan serius. Atau pas lagi ada maunya.

"Kenapa?" Tanyaku, setelah sampai di dekat ranjang.

"Sini." Perintahnya.

Aku pun naik ke atas bed, dan mendekat ke arahnya. Lalu duduk berdempetan di sampingnya. Secara otomatis pula satu tangannya melingkar di pinggangku dan semakin mengeratkan pelukannya.

"Ada apa?" Tanyaku penasaran sekali.

Ditatapnya aku begitu dalam, sebelum akhirnya menenggelamkan wajahnya di ceruk leherku.

"Mas kangen sama Ayah dan Bunda, Dek. Mas pengen ketemu sama mereka. Tapi belum bisa pulang ke Indonesia. Kerjaan di kantor tidak bisa ditinggal." Ujarnya serak.

Awalnya aku kaget, gitu kan. Pria dewasa semacam Mas Aham bisa mellow gini juga. Padahal kalau di luaran sana, udah kelihatan tegas dan berwibawa banget. Giliran lagi kangen Ayah sama Bunda, malah kelihatan galaunya.

"Ya udah, tinggal minta mereka ke sini aja. Kan, gampang. Lagian Ayah sama Bunda juga sering ke sini toh, waktu Mas Aham kuliah dulu." Jawabku enteng.

Perasaan di sini, yang anaknya Ayah sama Bunda itu aku loh. Tapi kenapa Mas Aham yang kangen banget sama mereka? Aku malah biasa aja, karena sering VC-an kalau lagi ada waktu luang.

"Tidak segampang itu, Dek. Saat ini keadaan sedang tidak memungkinkan. Lockdown di mana-mana. Dilarang melakukan penerbangan jika belum menunjukkan hasil swab antigen dengan hasil negatif. Apalagi di Indonesia sekarang, kasus covid-19 sedang melonjak naik."

"Ya udah, tinggal video call aja. Cari aman." Balasku lagi. Pun ia langsung menegakkan tubuhnya dan menatapku dengan sorot mata yang nelangsa.

"Besok saja, kalau begitu. Sekarang pengen kamu."

"Hah!"

Maksudnya?

"Mau aku apa?" Tanyaku polos.

Didekatkannya wajahnya ke telingaku dan berbisik, "Pengen kamu meneriakkan nama Mas sepanjang malam ini."

Tolong ya, suamiku benar-benar.

Kulirik jam dinding yang menggantung di salah satu sisi kamar kami. Di sana tertera sedang menunjukkan pukul 11.45 pm. Kalau dia bilang sepanjang malam, alamat bakal digempur sampai jam 3 subuh, nih. Minimal sampai jam 2.

Aku bergidik ngeri membayangkannya. Sudah akan melakukan pengajuan negosiasi, tangannya udah nakal aja grepe-grepe sana sini. Tanpa kata, tanpa protes lagi, aku akhirnya pasrah aja.

♡♡♡

Pagi menjelang, suara burung berkicau terdengar hingga menembus gendang telingaku. Saat mataku terbuka, kulihat jendela kamar sudah dibuka lebar-lebar. Sedangkan pelakunya, pergi entah ke mana. Aku terbangun, dalam keadaan yang sudah mengenakan baju tidur lengkap dengan dalamannya. Seingatku, tadi aku dan Mas sudah sempat mandi dan sholat Subuh. Lalu ketiduran lagi karena masih mengantuk. Nggak baik, sebenarnya. Tapi aku nggak bisa menahannya.

Kulirik jam di dinding kamar. Ternyata sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Satu jam lagi, jam kuliah akan dimulai. Aku jadi bingung, kenapa Mas Aham nggak ngebangunin aku? Agak kesal sih, tapi mau gimana lagi? Ya udah, aku langsung bergegas turun dari ranjang, lalu berniat ke kamar mandi. Tapi saat aku ingin membuka pintu, ternyata pintu sudah dibuka dari dalam.

Istrinya Tuan JeniusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang