Drt drt
Ponsel Raka bergetar. Siang ini ia membolos sendiri di rooftoop sekolah. Raka memikirkan ketika nanti pulang sekolah ia harus bertemu dengan Alan, anaknya Om Bagas. Di tambah lagi, dirinya juga harus menjenguk Gibran. Satu hari lagi, darah itu harus cepat di dapatkan. Kalau tidak, Raka akan memberantas pasukan Vandalas tanpa ampun!
Raka merogoh saku celananya, mengambil benda pipih berlogo apel yang di lengkapi cashing berwarna hitam simple.
"Selama siang, apa benar ini dengan Raka Williams?" Ujar orang di seberang sana.
Raka mengerutkan keningnya, "Iya."
"Maaf menganggu waktu anda. Saya suster dari RS. Adijaya, tujuan saya menelpon anda karena pasien atas nama Gibran Airlangga sudah tidak bisa tertolong."
Deg.
Raka menegakkan tubuhnya dan memegang ponselnya kuat. Detak jantungnya seolah berhenti saat itu juga. Tidak mungkin.
"Kami sebagai pihak rumah sakit, meminta agar anda dan keluarga pasien seger-"
"Jangan bercanda anjing!" Potong Raka yang emosi yang langsung berdiri. Baru saja ia membayangkan bagaimana jika Gibran tidak selamat. Namun ternyata, bayangannya itu malah terjadi di kehidupan nyata.
"Mohon maaf, kami tidak akan main-main jika mengabarkan pasien telah meninggal. Saya harap anda segera ke rumah sakit untuk membawa jenazah pulang dan kami turut berduka cita, selamat siang."
Tut
Tubuh Raka kaku, tangannya bergetar, kakinya lemas. Ia tidak percaya itu. Kemana anak Graventas ketika ia meminta bantuan untuk mencari golongan darah itu?
"Gak mungkin anjing! Gue harus mastiin ini semua." Teriak Raka yang langsung berlari keluar rooftoop dan berjalan menuju dimana kelasnya berada.
Persetan dengan jam pelajaran yang masih sedang berlangsung, Raka membuka pintu kelasnya dengan cara menendang pintu itu menggunakan kakinya hingga menimbulkan suara kerasa yang membuat teman kelasnya kaget bukan main. Terlebih Pak Zori yang sedang menjelaskan materi Geografi di depan kelas.
"Raka! Kamu itu tidak punya sopan santun?!"
Raka tidak memperdulikan teriakan guru berkacamata itu. Ia terus berjalan menuju bangkunya untuk mengambil tas dengan muka merah menahan amarah.
Temannya yang melihat itu saling pandang tak mengerti, apalagi sahabatnya selaku inti Graventas.
"Kenapa Rak?" Tanya Edgar.
"Cabut. Kita ke rumah sakit." Jawab Raka yang di dengar oleh Pak Zori.
"Gak ada cabut-cabut ya! Kamu ini sudah bolos, masuk kelas tidak punya sopan santun! Sekarang ngajak temanmu untuk cabut?! Mau ja-"
"Gak usah banyak bacot, lo mau gue tebas?" Potong Raka dengan sangat kurang ajarnya. Setelah itu Raka dan inti Graventas keluar kelas XII IPS 3 menuju parkiran.
"Rak kenapa sih tiba-tiba ngajak cabut?" Tanya Ryan yang tidak di jawab oleh Raka.
"Anak monyet!" Umpat Ryan kesal.
Ketika sudah sampai parkiran, Raka menghentikan langkahnya dan menatap kelima temannya itu.
"Kumpulin semua anak Graventas di markas. Gibran meninggal, dan gue gak percaya." Ujar Raka membuat kelima temannya itu menatapnya tidak percaya.
"Jangan ngadi-ngadi anjing!" Sungut Galang.
"Mulut lo mau gue bakar?!" Kesal Rio.
"Bercanda lo keterlaluan Rak!" Timpal Ryan.

KAMU SEDANG MEMBACA
GRAVENTAS (OTW END)
Teen Fiction"Darah di balas darah, nyawa di balas nyawa! Sampai kapan pun, Graventas tidak bisa di kalahkan!" -Raka Williams. "Siapa pun yang bangunin singa tidur, detik itu juga nyawa taruhannya!" -Samuel Louis. • • "Lo harus janji, kalo lo gak akan berpaling...