[49] Apakah Kau Bahagia?

6.3K 412 58
                                    

Sutra tragedi mengantih rapi benang predestinasi. Teliti, hingga terbentuk indah jurai-jurai perih. Lantas dengan anggun membelit sang tuan dalam tatih dan sedih.

***

“Aku sudah membereskan masalah Daren dan keluarga Reikt hingga ke akarnya. Dendam ini harusnya sudah berakhir bersama dengan kematian dia.” Presna menarik napas panjang. Selepas menyelamatkan Ziya dari penculikan, ia tidak bisa tenang hingga mematikan sumber kekacauan. Mencoba meminimalisir kemungkinan hal yang sama akan terjadi di masa depan. “Orang-orang yang terlibat dalam penculikan dan menjadi korban ledakan telah mendapatkan kompensasi sesuai dengan yang kau inginkan. Sementara untuk Ila ....” Tiba-tiba hening menyelimuti suasana. Presna menarik napas panjang sebelum lanjut bicara. Sekelumit sesal berduyun-duyun menyerangnya. Menyadari bahwa bukan hanya tidak mampu menyelamatkan nyawa gadis itu, bahkan mengamankan tubuhnya dari ledakan saja mereka tidak bisa. “Aku tahu Kak Ziya sangat menyayanginya. Selain itu, dia telah berjasa besar menyelamatkan Kak Ziya. Karena itu aku memakamkannya di pemakaman keluarga Grekala.”

Mengangguk paham, Respati semakin menggenggam erat tangan Ziya yang kini terbaring lemah di atas ranjang. Mengingat bagaimana ia wanita itu meraung dengan penuh keputusasaan, hati mendadak remuk redam. Kematian Ila telah memberikan satu pukulan besar yang mengkaramkan harapan dan kekuatan.

“Tidak, ini bukan Ila. Dia masih hidup. Kalian membohongiku, bukan?” Masih terngingat jelas kata-kata Ziya ketika melihat jasad Ila yang hangus akibat ledakan. “Ila tidak mungkin meninggalkanku. Dia bilang akan menemaniku selamanya. Bagaimana mungkin dia pergi dan mengingkarinya? Tolong, katakan bahwa ini hanyalah kebohongan dan permainan kalian saja. Ila tidak mungkin tiada.” Air mata menganak sungai di wajah. Ziya berulang kali menggelengkan kepala; menolak fakta yang terbentang di depannya. Terlampau larut dalam galabah, membuatnya jatuh tak sadarkan diri saat itu juga.

Seketika Respati menundukkan kepala. Semakin diingat, semakin ia tersiksa. Mengusap pelan puncak kepala Ziya, ia berbisik, “Maaf.”

Berdiri di dekat nakas, Presna melirik sebentar ke arah Ziya dan kemudian memalingkan muka. Terlalu lama menatap membuat sisi tabah kian tergerus oleh galabah. “Aku akan membawa Kak Ziya kembali ke kediaman Grekala.”

Mendengar pernyataan Presna, Respati mendelikkan mata. “Ziya adalah istriku, sudah seharusnya dia berada di kediaman Jayaprana.” Meski diucapkan dengan pelan, tetapi penuh dengan ketegasan. “Aku akan merawatnya. Kau tidak perlu khawatir.”

“Khawatir?” Mengulang satu kata dengan nada mengejek, Presna menatap tajam kakak iparnya. “Bagaimana aku tidak khawatir jika Kak Ziya berada dalam genggamanmu? Kau pikir, kesedihan Kak Ziya bermula dari mana? Siapa yang terus menorehkan belati ke hatinya hingga terluka parah? Kaulah yang melakukan itu. Kau yang menyiksa kakakku. Karena dendam ayahmu, kakakku terjerat dalam lingkaran pilu.”

“Aku tidak punya tenaga untuk berdebat.” Menutup mata, Respati berusaha mengontrol emosinya. Jika itu meledak, ia tahu hanya akan membawa lebih banyak perkara; kian menambah rumit masalah saja. “Aku tahu, aku salah. Namun, jangan lupa, Ziya tidak pernah akan menginjakkan kaki ke keluarga Jayaprana jika bukan karena ayahmu yang mendorongnya. Kediaman Grekala terlihat aman, tapi kenyataannya jauh lebih berbahaya. Kau kira aku akan dengan sukarela menyerahkan Ziya ke dalam mulut singa?”

“Respati!” Presna meninggikan suaranya. Sejejak amarah tergambar di sana. “Aku akan tetap membawa Kak Ziya, dengan atau tanpa izinmu. Aku tidak peduli. Kau harus tahu ...” Belum sempat menyelesaikan argumen, igauan Ziya dengan segera membungkam Presna.

“Ila.” Keringat dingin memenuhi dahi si wanita. Ia menggeliat kecil sembari terus mengulang nama pelayan setianya. Beberapa saat kemudian Ziya memegang perutnya dengan bibir bergetar menahan sakit.

Renjana yang Ternoda [TELAH DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang