Meski ikut mengunjungi ruang rawat Ashwa, Ziya tetap pada keputusan untuk menjaga jarak dengan anak tirinya. Hanum menyerah. Tak memaksa dan membiarkan wanita itu menunggu di luar ruangan bersama Bibi Yoli.
Mengintip dari celah pintu yang terbuka, Ziya tak bisa menyembunyikan kekhawatirannya. Sejak tadi bayi kecil itu menangis dengan kencangnya. Bahkan Pengasuh Hila mengatakan Ashwa sudah seperti itu sejak dua hari lalu.
Hanum menggendong Ashwa. Berharap dapat menenangkannya. Meski hasilnya tangis tak kunjung mereda. Ziya mengepalkan tangan dengan mata terpejam. Berharap bisa bersikap abai. Namun, perasaan tidak tega meluluhlantakkan keras kepala. Bukan hanya masuk ke ruangan Ashwa, ia juga meminta Hanum menempatkan gadis kecil itu di ranjang. Lantas dengan penuh kelembutan mengusap puncak kepala Ashwa; menyalurkan kehangatan dan rasa nyaman.
Terkejut, Pengasuh Hila mencoba menghalangi, tetapi dicegah Hanum. “Ziya adalah ibu sambung Ashwa. Kau tidak berhak melarangnya mendekati Ashwa.”
“Tapi, Nona—” Perkataan Pengasuh Hila terhenti kala menyaksikan Ashwa dengan nyaman berada di samping Ziya. “Bagaimana jika Tuan Respati mengetahui ini? Saya akan dianggap melanggar perintah.”
Hanum memandang Ziya. Saat bersama Ashwa, aura seorang ibu keluar dengan kentara. Seakan mereka telah terikat perasaan yang sama. Walau gadis kecil itu tak pernah menempati rahim Ziya. “Bagaimana Respati tahu jika tidak ada yang mengadu?” Menaikkan sebelah alisnya, Hanum sedikit memelankan suara. “Biarkan Ziya merawat Ashwa. Setidaknya sampai Respati pulang dari luar kota.”
“Saya setuju dengan Nona Hanum. Nona Ashwa terlihat lebih nyaman dan tenang bersama Nona Ziya.” Bibi Yoli mendekati sang majikan dan tersenyum penuh makna. “Selama kita bungkam, semua akan baik-baik saja.”
“Tidak perlu melakukan itu.” Ziya menyela percakapan ketiga wanita di depannya. Menatap Ashwa sebentar, ia mengusap pipinya yang tembam. “Kalian sudah melanggar perintah dengan membiarkan aku menggendong Ashwa. Jika ini terus berlanjut—kalian membiarkanku merawat Ashwa—konsekuensinya akan sangat menakutkan. Respati bukan orang yang bisa mentolerir pelanggaran. Terutama jika hal itu berkaitan dengan orang yang ia sayang.”
“Luar biasa. Kau sangat memahami Respati rupanya.” Sejejak curiga terdengar dari nada bicara. Menimbang pernikahan yang baru seumur jagung, ditambah kenyataan itu hanyalah hubungan sebatas kata sah, Hanum cukup terkejut mengetahui Ziya mampu mengerti karakter Respati dengan cepatnya. “Aku curiga kalian sudah mengenal lama.”
Ziya yang semula memasang wajah tegang mendadak sedikit santai. “Apa sulitnya memahami orang berhati baja dan tak mengenal iba dalam menyiksa manusia?”
“Dia tidak sejahat itu.” Mengembuskan napas panjang, Hanum membasahi bibirnya sebelum melanjutkan perkataan. “Rasa sakit akibat kehilangan membuat dia melupakan kewarasan. Tapi, aku percaya, dia akan menyadarinya. Menyadari apa yang dilakukan padamu adalah salah.” Hanum menganggukkan kepala dengan mantap.
“Aku tahu.” Ziya menarik selimut hingga menutupi setengah dari tubuh Ashwa. “Apa yang dia lakukan padaku tidaklah salah. Aku pantas menerimanya.”
“Sudah, jangan bahas itu lagi.” Tak ingin topik percakapan semakin melebar dan mengundang luka bertandang, Hanum memutuskan kembali topik awal. “Aku minta kau rawat Ashwa dengan sebaik-baiknya. Jangan pikirkan tentang Respati, aku akan mengurusnya. Bibi Yoli, Pengasuh Hila, aku harap kalian bisa bekerja sama. Jangan berani buka suara.”
Tak menyanggah, Ziya hanya berkata, “Aku pasti akan menjaga Ashwa.”
***
“Kau sangat manis.” Ziya berdiri di dekat jendela seukuran dua pintu yang dibiarkan terbuka. Tidur di boks merah muda berhiaskan gambar boneka dilengkapi kelambu warna senada, Ashwa tertawa semringah. Menggunakan jari telunjuknya, ia mencolek hidung gadis kecil itu. “Astaga, bagaimana bisa kau dan ayahmu sangat berbeda? Lihatlah, kau selalu tertawa, sementara dia hanya tahu merengut saja.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana yang Ternoda [TELAH DITERBITKAN]
Romance[TELAT DITERBITKAN] "Cara terbaik membalaskan dendam bukan dengan menusukkan belati ke jantung korban. Itu hanya akan meninggalkan rasa sakit sementara yang kemudian hilang ketika keabadian menyapa. Cara terbaik membalaskan dendam ialah dengan membu...