Hari Rabu siang, sesuai janji Pak Luki menugaskan Abimanyu dan sekretaris pribadinya untuk menjemputku. Padahal tidak harus memperlakukanku seperti ini, aku masih bisa naik ojek online hanya tinggal beri tahu alamatnya saja. Sungkan rasanya seolah aku menjadi tamu pentingnya. Di depan lobi Abimanyu dan sekretaris Pak Luki sudah standby. Tak ingin membuat mereka menunggu lama, aku pun bergegas menuju mobil. Keduanya menyapaku dengan ramah saat aku masuk ke dalam mobil.
Selama di perjalanan aku terus bertanya-tanya maksud Pak Luki mengundangku. Ada hal apa yang akan dibicarakannya? Jangankan berinteraksi dengan karyawannya, untuk datang ke kantor saja jarang sekali dilakukan olehPak Luki. Apalagi sekarang, beliau membuat janji hanya denganku. Siapakah aku? Bukan orang penting. Aku terus memandangi gedung-gedung tinggi dari dalam mobil. Rasa penasaranku tak dapat terelakkan lagi.
Sekitar tiga puluh menit perjalanan, Abimanyu menepikan mobilnya di area parkir sebuah restoran yang mengusung konsep Italia itu. Kami pun turun. Aku mengikuti Abimanyu dan sekretaris Pak Luki melangkah masuk ke dalam restoran. Pandanganku dengan cepat menemukan pria yang mengundangku ke sini. Lelaki paruh baya yang menggunakan polo t-sirt abu, celana jeans, dan sepatu boots sedang duduk sendiri di salah satu meja.
Kakiku berhenti tepat di meja yang sudah diisi Pak Luki. "Selamat siang, Pak." sapaku ketika sampai di depannya.
Senyum mengembang di bibirnya, dia menggeser kursinya lalu berdiri menyambutku. "Siang Jihan, silakan duduk."
The real crazy rich. Orang kaya plus kaya mentalnya juga. Orang kaya yang sesungguhnya, yang selalu mengedepankan etika dibanding menunjukan hartanya. Emang udah jiwa bos banget deh.
Kalau menurut Utsman bin Affan, pengetahuan lebih baik daripada kekayaan. Pengetahuan akan melindungimu sedangkan kekayaan harus kamu lindungi.
Aku pun duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan Pak Luki, diikuti oleh Abimanyu. Sementara sekretaris Pak Luki duduk di belakang kami. Seorang pramusaji menghampiri meja kami dan menyodorkan buku menu kepada Pak Luki terlebih dahulu.Selesai memesan, pramusaji tadi mengulangnya lalu pergi meninggalkan kami. Fokusku beralih kepada Pak Luki yang saat ini sedang menyesap kopi hitamnya. Sikap tenangnya menurun sekali kepada putranya. Garis-garis ketampanan di masa mudanya dulu masih sangat jelas terlihat meski kini telah dipenuhi kerutan di sana sini.
"Ehm ..." Pak Luki berdehem.
"Jihan, saya gak bisa berbasa-basi. Pasti kamu bertanya-tanya, kenapa saya ngirim kamu kue dan sekarang ngajak kamu makan siang. Iya, kan?"
Aku mengangguk pelan sedikit ragu dengan responnya nanti.
Pak Luki menyunggingkan senyum. "Gak ada maksud apa-apa, selain saya mau ngucapin terima kasih karena kamu bertahan bekerja bersama anak saya sejauh ini. Padahal saya tahu, kamu tidak menginginkan ini. Sikap Kean terlalu merepotkan kamu. Dan tujuan saya ngajak kamu makan siang hanya ingin berbagi cerita. Semoga kamu bisa ingat dengan cerita saya.
"Jihan, entah kamu ingat atau nggak sebenarnya kita itu dulu tetanggaan." Pak Luki mendengus tertawa pelan. "Cuma saya kurang aktif bersosialisasi, jadi kayaknya gak semua kenal sama saya. Termasuk kamu. Tapi Umar ... saya salut sama dia. Abang kamu mengenali saya, dan saya merasa begitu terhormat atas pengakuannya itu."
Pantas saja Bang Umar tidak asing dengan nama Hadinata. Aku menyungkingkan senyum penuh hormat belum tahu harus menjawab apa. Karena obrolan kami belum terfokus pada satu topik. Tiba-tiba Pak Luki menggeser ponselnya ke hadapanku. Layarnya menampilkan seorang gadis dengan pakaian serba oranye khas ‘tahanan’. Respon pertamaku mengernyitkan dahi.
"Dia Zafina. Kean sering manggil kamu dengan nama Fina atau Zafina, kan? Ini orangnya. Matanya mirip sekali dengan kamu." jelas Pak Luki.
Aku menggigit bibir bawahku sambil terus memperhatikan wajah gadis bermata bulat dengan rambut sebahu itu. Di dalam foto itu, gadis tersebut benar-benar menunjukkan ekspresi datar. Sama sekali tidak terlihat ada raut penyesalan di wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cuti ✔️
General FictionWhat is the wonderful thing for a worker? Yeah ... Cuti. Wait ... Form cuti milikku di acc? Sebentar ... sebentar, bagaimana jika waktu cuti itu ternyata untuk selamanya? Apa, Artinya ... Aku, dipecat?