Chapter 9

9.3K 888 39
                                    

Pagi hari di hari jumat, outfit ke kantor sedikit berbeda. Dengan kepala sedikit pening, hidung tersumbat dan tenggorokan sedikit perih untuk menelan. Sehingga sarapan tadi Ibu membuatkan aku semangkuk oatmeal yang dimix dengan dragon fruit, kurma, dan diberi sedikit madu. Aku begitu salut pada malaikat tak bersayap yang aku sapa Ibu, diusianya yang sudah senja beliau tidak pernah mengeluh lelah mengurus kedua anaknya di rumah padahal Ibu juga masih harus mengajar. Setiap aku membantu Ibu selalu menolak dan mengatakan kalau aku pasti terlalu lelah di tempat kerja.

Sejak dari rumah aku sudah menggunakan masker dan outer yang cukup tebal. Beberapa pekerjaan telah menanti untuk aku cek satu per satu. C'mon Jihan, you can do it. Aku menyemangati diriku sendiri yang sudah mulai terasa sedikit pening. Padahal tadi di rumah aku sudah memakan obat pereda sakit kepala.

"Ji, buat briefing gimana? Udah ready?"

Refleks aku mengangkat kepala. Di depan meja kerjaku seorang pria berdiri sambil sibuk meneliti sebuah dokumen yang dipegangnya.

"Ji, are you okay? Why are you wearing a mask?" tanyanya berubah cemas.

Aku tersenyum kecil di balik masker, "I'm okay. Cuma sedikit flu aja sih. Oh iya, everything is ready for briefing." jawabku menjawab pertanyaan sebelumnya.

"Kamu di sini aja," titahnya.

aku mendongakkan kepala, "maksudnya? Lalu briefingnya?" tanyaku.

"Kamu gak usah ikut. After all, the briefing doesn't really matter." katanya. Kean menaruh dokumen yang dipegangnya di hadapanku. Tangannya meraih gagang telepon dan menekan angka-angkanya.

"Tolong buatin teh jahe hangat, lalu antar ke ruangan assistant R&D, sekarang."

Aku tercengang. Dia memesankan minuman itu untukku? C'mon Jihan, you're not young anymore. Apa hanya perasaanku saja yang terlalu peka atau memang dia melakukan hal demikian pada setiap perempuan yang sakit yang dia temui?

Berhenti membuat episode harapan yang tidak mungkin terwujud untuk diri sendiri dan untuk orang lain. Ingat bahwa seorang womanizer akan melakukan hal yang sama pada setiap perempuan manapun.

Di saat aku masih sibuk dengan semua teka-teki yang tidak memiliki potensi apapun, Kean meraih kembali dokumen tadi dan berjalal menuju ruangannya. Sekitar sepuluh menit dari kepergian Kean, pramubakti bernama Mbak Mila membawa secangkir minuman yang tadi diminta.

Aku tidak ingin memiliki ekspektasi terlalu tinggi, lebih tepatnya menghindari sifat terlalu baper dan kepedean. Karena sulit untuk ditepiskan bahwa aku juga perempuan, bisa saja tersentuh dengan sebuah tindakan seseorang. Menurut Pakar Psikolog, Marissa Harrison, perempuan merupakan makhluk yang perasa dan peka. Sehingga membuat perempuan mudah luluh hatinya oleh kata-kata manis dan perhatian dari seorang pria ketika jatuh cinta. Padahal bisa saja sebenarnya perhatian yang diberikan pria tersebut hanya menganggapnya sekadar teman biasa. Maka akan aku tanyakan lebih dulu kepada yang memesan minuman ini tadi.

"What happend Ji?"

"Nope, ini Mbak Mila nganterin minuman teh jahe yang anda minta. Langsung anterin ke ruangan anda aja?"

Pria di sebrang sana tertawa ringan, "not for me Ji, it's for you."

For me?

Tak mendapatkan aku berbicara lagi, Kean kembali membuka suaranya. "Anything else, Ji?"

"Emm ... sorry sorry, nope."

"Okay, tolong info Abi untuk ikut briefing sekarang." titahnya.

Cuti ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang