Chapter 29 (1)

6.7K 723 47
                                    

Bismillah,
Assalamu'alaikum!!!
Aku kembali lagi nih, setelah hampir tiga minggu ditelan bumi.

Berhubung selama dua minggu ini bolak-balik rumah sakit terus mulai disibukkan sama kerjaan, jadi bener-bener gak sempet nerusin cerita 'Cuti' ini. Dan baru bisa kembali hari ini.

But somehow, aku berterima kasih buat teman-teman pembaca Cuti yang udah komen nagih update dan nunjukin support kalian terhadap cerita ini. Seperti tadi aku baca komentar kalian yang bilang kangen sama Cuti, lalu yang review juga cerita Cuti.

So, thank you guys, to anyone who support me. Who read and love my stories and who are still waiting patiently.

Happy reading!!!


Inilah hari yang aku tunggu-tunggu. Yup, hari Jumat. Penantian selama lima hari kerja, karena besoknya dipastikan bisa libur. Ada sebab lain aku menanti hari Jumat. Kemarin aku sempat membeli outer batik. Sesuai dengan aturan perusahaan, hari Jumat diwajibkan memakai batik untuk seluruh karyawannya. Selain itu, sudah lama juga aku tidak membeli batik baru.

Dengan aura baju baru, semangat kerjaku tiba-tiba naik drastis. Kududuk di kursi kebanggaan sambil menatap serius layar laptop yang menyala. Satu per satu file kubuka sambil mengecek kembali schedule Kean.

Intercom berbunyi, dan resepsionis mengatakan ada tamu yang ingin bertemu Kean. Setelah kupersilakan, tak lama pintu diketuk oleh seorang pria dengan stelan batik slimfit bercorak burung cenderawasih, celana katun hitam, dan sepatu pantofel LV-black-nya yang mengkilap, tak lupa suntoo generasi terbaru menjadi aksesoris tambahan di lengannya, serta lanyard coach yang digantungkan di leher.

"Kean ada, Han?"

Aku menghentikan jari-jariku dan menoleh ke arah pemilik suara.

"Belum datang, Mas. Tungguin aja dulu,"

"Oke, gue nunggu di sofa ya?"

Aku mengangguk mengiyakan. Mas Atha pun duduk di sofa sambil mengeluarkan ponsel dari dalam sakunya. Aku kembali fokus ke layar laptop yang menyala.

Kurang lebih selang lima belas menit Kean datang dengan rambut yang super klimis. Wangi parfum yang menyeruak seperti biasa, sepatu Bottega Veneta, Alexander Christie hitam yang simpel tapi tetap elegan untuk menjadi aksesoris tambahan di lengannya. Tapi tunggu ...

"Lho? Jihan, kalian couple-an batiknya?"

Mas Atha tiba-tiba berdiri dan menunjuk baju kami seperti itu. Aku menatap motif batik yang dikenakan Kean. Warna dan motifnya sama. Bagaimana ini bisa terjadi?

Kean ikut menatap ke arahku dan berganti menatap kemeja batik yang dipakainya. Dari mimik wajahnya, jelas dia sama-sama terkejutnya. Namun, beberapa detik kemudian dia mencoba mengalihkan keterkejutannya dengan menatap Mas Atha serius.

"Beli dimana? Atau dapet cendera mata dari klien?"

"Gak!!" jawab kami serempak.

Kean menatap ke arahku beberapa detik, lalu berdehem. "Hmm, gue beli di Summarecon."

"Jihan juga?" Mas Atha menoleh padaku.

Aku tertegun, menggigit bibir bagian dalam. Karena aku pun membelinya di Summarecon juga.

Dengan ragu aku menganggukkan kepala.

"Wah, bisa samaan gitu bro? Janjian?"

Mas Atha merangkul pundak Kean. Yang kemudian ditepis oleh Kean.

Cuti ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang