Chapter 28 (2)

5.9K 622 23
                                    

A/n aku mau ngucapin dulu makasih nih buat respons positif kalian di part pemberitahuan sebelumnya.
Jujur nih, seneng banget ketika kalian nagih-nagih buat update. Alhamdulillah bisa kembali semangat untuk melanjutkan. Komentar kalian aku baca kok, maaf kalau belum sempat membalas. Dan cerita Jihan-Kean kembali dilanjutkan.

Happy reading!!!

Wangi parfum Jo Malone Oud & Bergamot Cologne intense menyeruak ke seluruh ruangan. Wanginya jauh berbeda dengan parfum under one hundred rupiahs yang ada di drugstore. Yang ketika pertama kali disemprotkan wangi citrusnya bertahan cukup lama di badan. Berdasarkan aroma hangat dari cedarwood dan oud dari parfum ini sangat menunjang untuk dipakai oleh lelaki dengan kesan cool dan misterius.

Kean melintasi ruanganku hanya beberapa detik. Namun wangi parfumnya bertahan hingga lebih dari lima belas menit. Entah bagaimana cara dia menyemprotkan parfumnya, mungkin parfum-parfum mahalnya itu diguyurkannya ke seluruh tubuhnya. Entahlah, yang jelas wanginya begitu kuat setiap kali dia lewat.

Berbicara tentang parfum mengulang kembali kisah Umar bin Abdul Aziz. Sebelum beliau menjadi seorang Khalifah, beliau juga gemar sekali memakai wangi-wangian dan pakaian sutra. Namun setelah beliau menjadi seorang Khalifah, justru beliau mengganti pakaiannya dengan kain yang kasar. Selain itu beliau juga menjual perhiasan istrinya untuk dimasukan ke Baitul mal. Beliau bahkan enggan menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadinya sekalipun yang ia gunakan adalah alat penerangan. MasyaAllah sungguh luar biasa, teladan yang baik.

Suara telepon berdering mengejutkanku. Aku segera mengangkat gagang telepon. Suara cempreng di seberang sana memekakkan telinga. Rasanya gendang telingaku akan pecah.

"Han? How are you?"

Aku menutup telinga sebelah kiri, padahal gagang telepon menempel di telinga sebelah kanan.

"Alhamdulillah, gak usah teriak juga kali Kay!!"

"Haha ... sorry, abis gue kangen sih. Ngopi yuk?"

"Kayla, lo gak liat ini baru jam berapa?"

Sebelum Kayla menjawab aku juga ikut menoleh ke arah jam di pergelangan tangan kiri, yang baru saja menunjukkan jam sepuluh pagi.

"I see, maksud gue break time Jihan. Pentium berapa sih lo? Cantik-cantik kok agak sableng ya?" Ledeknya yang diiringi tawa renyah.

"Asem lo, buruan ada apa? Gue banyak kerjaan nih!"

"Gue ngajakin ngopi aja, di tempat biasa ya! Lo barengan aja sama gue, Fanny nyusul dia ke lokasi projek apartemen temennya itu dulu."

"Gue gak janji ya, soalnya Kean dari tadi sibuk terus."

"Hmm, yah sekali aja kali Han jangan Kean mulu Napa sih? Gue punya oleh-oleh nih hasil hunting liburan kemarin."

Aku sedikit mendengus kesal di dalam hati. Terkadang sedikit iri juga apalagi melihat rekan kerja yang lain bisa cuti dengan tenang tanpa dikejar-kejar dateline. Ironi cutiku hanya dipakai untuk istirahat di rumah tanpa ada kegiatan pergi untuk berwisata sekadar self healing seperti orang lain. Atau pun untuk bertadabbur alam.

"Iya ... iya ... gue usahain, tapi gak janji ya!"

"Okay, see you later ... assalamu'alaikum ibu Jihan! Bye ..."

Aku menarik napas jengah, antara ingin bergabung namun waktuku masih terpaut dengan pekerjaan. Mana mungkin kutinggal si otak cuan itu bekerja sendirian sementara diriku duduk manis di teras cofeeshop.

Cuti ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang