Jam sepuluh pagi, aku baru saja pulang dari proyek pembangunan hotel di wilayah Bekasi. Saking panasnya cuaca hari ini, seakan-akan matahari berjarak sepuluh senti di atas kepala. Ini baru satu matahari, bagaimana kelak di Padang Mahsyar?
Kondisi Kean jauh lebih baik dari hari kemarin. Dokter Azzam pun kembali memberikan beberapa obat penenang untuk Kean. Berdasarkan informasi dari Abimanyu, dua hari yang lalu Kean sempat mengunjungi makam mamanya. Di luar dugaan, saat Kean akan kembali ke kantor dia menyaksikan kecelakaan di depan matanya sendiri. Terkadang anxiety disorder yang diderita Kean, sering terjadi kapan pun. Hanya dalam satu tahun terakhir jarang ia rasakan lagi.
Hari Rabu ini mungkin akan menjadi hari terakhir di Hadinata. Aku pun berencana untuk clearance di hari ini juga. Agar tidak usah bolak-balik lagi untuk mengurus segala keperluan yang tertunda. Sejak semalam aku sudah menyiapkan seluruh barang-barang inventaris yang akan dikembalikan. Seperti iPad, semua kartu milik Kean baik debit maupun credit card-nya.
Beruntung Nazwa bisa ikut ke proyek hari ini. Sehingga pekerjaanku cukup terbantu olehnya. Kean berhenti tepat di lampu merah. Lalu menyibukkan diri dengan ponselnya. Dari mimik wajah yang aku tangkap dari kaca spion depan, sepertinya Kean sedang kebingungan. Alisnya berulangkali naik sebelah.
"Maaf Pak, saya dapat kabar dari Mas Abi katanya besok saya gak ikut ke Makasar." kata Nazwa tiba-tiba dengan penuh kehati-hatian.
Kean menggaruk tengkuk lehernya, "nanti di kantor saya atur lagi."
Nazwa pun mengangguk patuh. Projek di Makasar benar-benar tidak melibatkan aku sama sekali. Mungkin alasannya karena aku tak lama lagi berada di Hadinata. Sehingga Kean memilih orang-orang yang memang masih bekerja bersamanya.
Tepat jam dua belas lebih sepuluh menit, kami sampai di kantor. Aku izin terlebih dahulu untuk melaksanakan shalat zuhur di mushola lantai dua. Kean pun setuju dan kembali ke ruangannya diikuti Nazwa.
Cukup lama aku menatap kaca besar di lantai dua setelah selesai shalat. Pemandangan dari luar jendela menghadap langsung ke jalan raya. Hanya tinggal menghitung jam, semuanya akan berakhir. Aku pasti akan sangat merindukan tempat bernaung selama hampir enam tahun ini.
"Jangan ngelamun terus, kalau kangen datang aja ke kantor."
Suara seseorang membuyarkan lamunanku. Aku berbalik badan ke arahnya.
"Ini last day kamu Han?"
Aku tersenyum tipis mengangguk pelan.
"Senang bisa kerja bareng sama kamu selama lima tahun," giliran Mas Atha yang menghadap padaku.
"Thank you udah bantuin kerjaan saya, jadi penengah antara saya dan Kean. Btw, congrats ya Han ... pindah ke Altaf kan?" lanjut Mas Atha.
"Iya, mas. Makasih juga buat kerja samanya selama ini. Saya pribadi mau minta maaf kalau selama saya kerja sering ngerepotin dan mungkin banyak kesalahan juga,"
"Nope, Han. Kamu itu kelewatan baik Han, banyak banget jasa kamu di sini."
"Bener kata Kean, melepaskan kamu itu berat. Staf seperti kamu itu emang benar-benar dibutuhkan banget sama perusahaan. Gak gampang cari staf seperti kamu,"
Aku kembali mengulas senyum tipis mendengar penuturan mas Atha.
"Saya gak sepenuhnya seperti itu mas. Kalian justru yang banyak ngebantu kerjaan saya di sini. Pak Kean punya banyak sekretaris, dan talenta mereka juga lebih daripada saya."
Mas Atha mendengus tertawa kecil.
"Sepertinya Kean kesulitan juga melihat skill dari semuanya. Kean kan banyak maunya, dan harus selalu perfek." ujar Mas Atha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cuti ✔️
General FictionWhat is the wonderful thing for a worker? Yeah ... Cuti. Wait ... Form cuti milikku di acc? Sebentar ... sebentar, bagaimana jika waktu cuti itu ternyata untuk selamanya? Apa, Artinya ... Aku, dipecat?