Berhubung lebih banyak yang memilih POV Kean, gak banyak juga sih cuma beberapa :(
But, it's okay aku tetap buatin POV Kean yaa!!Btw, komen dari kalian aku baca kok. So, thank you guys. To anyone who support me, who read and love my stories, bahkan aku sempat baca beberapa DM yang masuk ke Instagram pribadiku. Thank you, komentar kalian cukup membuat aku kembali semangat.
So ... daripada banyak basa-basi, langsung aja scroll ke bawah!!
Happy reading!!!
She Saw Me
________
Takjub, kata itu yang mewakili perasaan gue ketika bertemu dengannya. Sepulang dari Jerman bokap meminta gue datang ke kantornya. Gue termasuk orang yang tidak terlalu dekat dengan bokap. Satu-satunya orang yang gue miliki di dunia ini setelah nyokap meninggal.
Hidup gue sama sekali tidak memiliki arah tujuan yang menentu. Let itu flow. Tujuan gue hidup simpel karena gue masih dikasih nyawa aja. Gak ada yang lain. Semenjak kepergian nyokap, gue semakin menambah jarak terhadap bokap. Keluar SMA gue meminta bokap untuk ngirim gue ke negera mana pun. Asalkan gak bersamanya.
Selasa, gue masih ingat hari dimana menjadi pertemuan pertama gue dengan perempuan bernama Jihan Zahira. Ketika bokap meminta gue datang ke kantornya, gue juga gak bersikap primitif. Gue tetap profesional. Datang ke kantornya bukan sebagai putera dari pemilik gedung bertingkat bernama Hadinata. Gue datang ke kantornya sama seperti yang lain—melamar bekerja.
Gue tertegun sepersekian detik saat dua bola mata gue bertemu dua bola mata indah. Sayang hanya sekejap. Perempuan itu langsung membuang wajahnya dari pandangan gue. Cih, belagu sekali dia!—batin gue.
Tapi, jantung gue terasa aneh. Ada sesuatu yang menyelinap di sana. Gue rindu dengan tatapan itu. Wajahnya ada kemiripan dengan seseorang di masa lalu. Sulit rasanya untuk mendeskripsikan perasaan gue sendiri. Dia cantik, tutur katanya teratur, suaranya enak didengar. Gue betah kalau harus berlama-lama dengannya.
"Kean, kamu tanda tangan di sini!"
Suara papa membuyarkan lamunan gue tentang Jihan. Gue membaca kertas yang disodorkan papa. Spontan saja mata gue terbelalak melihat isinya yang cukup ganjil.
"Kenapa aturannya seperti ini?"
"Mau kamu seperti apa?" Tantang bokap.
Jelas gue gak terima. Sebagai personal assistant seharusnya Jihan yang memegang semua job desknya. Termasuk menyiapkan semua kebutuhan gue di luar kantor. Tapi perempuan itu terlihat tenang ketika gue berusaha untuk mendemo aturan yang banyak menguntungkannya. Sial, kenapa juga gue merasa tidak terima seperti ini?
"Papa bakalan minta HR buat rekrut satu orang lagi laki-laki buat jadi sekretaris kamu. Nanti tugasnya ditukar dengan Jihan!"
What??? Laki-laki???
Tunggu ... Papa semakin kacau. Dimana-mana sekretaris di perusahaan itu kebanyakan perempuan, kenapa harus laki-laki? Dan jelas-jelas papa merekrut Jihan sebagai personal assistant gue, kenapa tugasnya malah seperti sekretaris? Aturan macam apa yang dibuat Papa?
"Saya keberatan!" Gue menolak untuk menandatanganinya.
"Gak ada waktu buat protes Kean. Kamu tanda tangan di sini!"
"Pa, papa bukan orang yang baru terjun di dunia bisnis. Dan aturan ini ... aturan macam apa Pa? Papa mau membebaskan tugaskan dia?" Gue menunjuk Jihan, meskipun sebenarnya tidak ingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cuti ✔️
General FictionWhat is the wonderful thing for a worker? Yeah ... Cuti. Wait ... Form cuti milikku di acc? Sebentar ... sebentar, bagaimana jika waktu cuti itu ternyata untuk selamanya? Apa, Artinya ... Aku, dipecat?