[4] Hari Valentine

33 4 0
                                    

"Ini, buat kamu Evan!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Ini, buat kamu Evan!"

Evan menerima sekotak coklat dari salah satu penggemarnya. Seorang gadis kelas dua yang kini wajahnya merah sekali menahan malu. Sebagai laki-laki yang diakui oleh seluruh sekolah sebagai pengeran sekolah dia hanya bisa tersenyum. Membalas hadiah itu dengan senyuman tampannya. "Terima kasih,"

"I-ya! Sama-sama!" balasnya malu-malu. Bergerak kekanan dan kekiri seperti anak kecil. "Evan kamu, mau nggak---"

"Ini! Punyaku juga! Buat kamu Evan!" serobot perempuan lainnya. Menyingkirkan dengan kasar gadis sebelumnya. Dan beberapa anak perempuan lainnya di belakang. Ya, ada lebih banyak antrian di belakang sana. Membeludak sampai keluar kelas.

Kelasnya itu tentu saja jadi heboh. Beberapa anak histeris saat setelah memberikan coklat pada Evan. Terutama jika mendapatkan senyuman badai miliknya. Bahkan beberapa bersikap lebay dengan pura-pura pingsan atau sesak napas di depannya. Tidak heran, hari ini bertepatan hari Valentine. Hari dimana semua gadis memberikan coklat pada laki-laki yang mereka idolakan juga mereka sukai.

Tapi sepertinya, hari ini jadi hari dimana pangeran sekolah jadi satu-satunya laki-laki yang mendapat banyak sekali coklat dari pada gadis. Lihat saja tumpukan kotak berisi coklat di bawah sana.

Bersamaan itu, masuk Tio. Dia berhenti tepat di ambang pintu saat melihat kelasnya jadi begitu ramai. Bahkan dia tidak bisa masuk secara leluasa karena antrian para siswi yang sudah sampai keluar kelas. Jelas itu membuat dia dongkol.

"OI!" Seru Tio. Semua orang di dalam menoleh. Kelas seketika sunyi. "Lo semua ngapain, Hah?"

"Ngasih coklat ke Evan!" kata salah satu perempuan sembari menunjukan sekotak coklat di tangannya. "Sekarangkan hari Valentine,"

"Lo pikir ini antrian sembako!" hardiknya. Beberapa bergedik ngeri saat mendengar pekikkan itu. Menunduk takut. "Keluar!"

"Tapi---"

"Mau gue panggilin guru, Hah! Keluar sekarang juga!"

Semuanya serentak keluar kelas, melewati Tio dengan takut. Laki-laki itu memang di kenal juteknya, dia memang friendly jika di ajak bercanda. Tapi kalau sudah membuat situasi menyebalkan begini. Dia tidak segan-segan untuk murka di depan banyak orang. Sebagian siswi mengeluh karena coklat mereka sama sekali belum sampai di tangan Evan. Juga dapat senyumannya. Beberapa orang mencibir saat melewatinya. Menyumpah serapah tanpa suara. Hanya melayangkan tatapan benci sejatam silet.

Berharap saja di antara para siswi yang dongkol tidak ada yang mengutuknya.

Pintu lalu di tutup oleh Tio saat benar-benar semua anak dari kelas lain keluar. Berjalan ke mejanya sembari menggelang heran.

"Ini baru sobat gue! Sehati!" seru Wahyu di pojok sana. Tio duduk di bangku di sebelahnya dengan decakan kesal. "Yang di sana mah, mana tahu sama perasaan orang lain. Kerjanya cuman senyum sambil nerima coklat. Dah, kek panita donasi aja lo, Van!"

CHOCOLET (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang