[13] Mimisan

41 2 0
                                    

"Eh, Tio!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Eh, Tio!"

Tio menatap Fifi bingung begitu dia menoleh karena tepukan di pundaknya. Mereka berhenti di tengah jalan. Tepatnya tidak jauh dari gerbang sekolah. Diperhatikan orang-orang. Merasa ada yang janggal. Tio membalas para pelajar dengan senyuman. Kemudian menepis tangan itu dari pundaknya. "Mendingan lo hati-hati sama omongan lo sendiri! Kayanya orang yang pertama bikin rahasia kita berdua kebongkar itu lo,"

Fifi berdeham, mengakui hal itu. "Ya, maaf,"

"Ya, wajar. Lo juga yang bikin masalah ini ada," Tio melanjutkan jalannya. Mengantongi kedua tangannya, memasang wajah ketusnya ke semua orang. Terutama pada gadis di sebelahnya itu. "Gue udah bisa bayangin masa depan gue yang buruk,"

"Ya, maaf! Guekan nggak sengaja," lirih Fifi. "Gue juga maunya balik lagi kok ke tubuh masing-masing. Nggak enak juga ada di badan lo!"

"Ya, ya!' balasnya malas-malas.

"Lo bisa nggak sih jaga image?" tanya Fifi. "Gue tahu lo benci sama gue! Tapi sebagau cowok lo harusnya bertanggung jawab soal badan gue yang lo pake,"

Tio berhenti mendadak. Melontarkan tatapan tajamnya. "Maksud lo apa?"

Fifi berdecak sebal. Dia melihat dari atas sampai ke bawah. Tio sepertinya sama sekali tidak peduli dengan badannya. Lihat saja, tangan di masukan di rok, kedua kaki dengan pose yang tidak sopan, dasi yang bahkan di pakai tidak rapih juga wajah yang sejak tadi seperti menantangnya untuk ribut di pagi hari ini.

Jujur, dia ingin menangis karena tubuhnya di sana.

Fifi menghentikan Tio untuk melakukan itu lagi. Tangannya meluruskan tangan, kaki, dan postur berdirinya. Membetulkan dasi di leher juga menarik senyuman di wajahnya. "Ini, begini trus gini! Gue mohon sama lo. Jangan bersikap seperti biasanya lo. Karena itu aneh banget," pintanya. "Tolong lo jaga sopan santun. Tersenyum selalu dan selalu menebar kebahagiaan ke orang-orang,"

Perlahan senyuman Tio di sana memudar. Kembali memasang wajah datarnya. "Lo yang sok benerin penampilan gue sekarang malah lebih nggak normal tahu nggak?" katanya. Matanya melirik ke belakang. Benar, orang-orang yang melintas memperhatikan mereka. Gemas karena terlihat begitu mesra. Berpikir mereka adalah sepasang kekasih. "Lo nggak mau di anggap ada hubungan apa-apa sama gue, kan?"

Fifi menggaruk pelipisnya. Tidak terpikirkan akan hal itu. "Maaf, lagi!"

"Huft! Gue nggak bisa begini terus!" Tio melengos pergi. Meninggalkan Fifi di belakang. "Gue harus cepetan balik ke badan gue,"

"Eh, soal coklat itu? Apa yang lo dapet?" tanyanya setelah berhasil menyusul.

"Soal itu---"

"Fifi!" pekik Acha di belakang. Langsung menyambar melendot pada dia lihat temannya. Tio di dalam risih. Kesal dia harus mengalami hal ini setiap hari. "Tumben lo udah dateng," katanya. Begitu melihat Tio di sebelah. Dia malu-malu. "Eh, Tio! Selamat pagi,"

Fifi tertawa canggung. Melambaikan tangan. Pamit pergi. "Hai! Gue duluan, ya,"

"Iya. Semangat belajarnya, Tio!" balas Acha semangat. "Fi! Liat, Tio jawab sapaan gue! Dia juga dadah ke gue. Ya ampun hari ini kayanya hari keberuntungan gue, deh! Aduh, gue makin suka sama Tio,"

"Ya, selamat ya," jawab Tio malas-malas. Semakin tidak nyaman saat Acha memgeratkan cengkramannya. Memeluk tangannya bagaikan guling. Bahkan menggesek-gesekan kepalanya pada lengannya. "Hehe! Gue turut seneng,"

Acha tiba-tiba saja menarik tangannya. Membuat Tio hampir jatuh kalau dia tidak sigap. "Ehh, lo mau kemana, Fi?"

"Apaan sih? Gue mau ke kelas!"

"Ih, kita kan pelajaran pertama olahraga. Ayo ganti baju," katanya. Masih menarik-narik tangan, memaksa untuk pergi. "Ayo ke kamar mandi!"

Jelas Tio panik bukan main. Mana tahu dia soal hal ini. Olahraganya kan setiap hari kamis. Hari ini pelajaran olahraga? Hari ini? "Eh? Ganti baju? Sekarang?"

"Iya, lah! Lo lupa?" tanya Acha. Menatap Tio curiga. "Jangan-jangan lo nggak bawa baju ganti,"

"Oh, ya! Ya ampun gue lupa. Gue nggak bawa baju ganti. Kayanya hari ini gue nggak olahraga. Nanti gue izin aja sama Pak Jetro," tuturnya. Aktingnya terlihat lebay sekali. Juga senyuman terpaksanya itu. "Lo ke sana aja. Gue ke kelas, ya!"

Ketika Tio berusaha melepaskan tangan Acha. Gadis itu tidak membiarkannya. Dia memang melepaskan lendotannya. Tapi tidak gengaman tangannya. "Yaudah, temenin gue ganti baju. ayo!"

"Ehh! Tunggu dulu,"

Acha menyeretnya, jalannya cepat sekali. Dia hampir tidak bisa mengimbangi. Sempat juga dia tersandung lantai kramik yang berlubang. Menggiringnya ke kamar mandi. Masuk ke dalam begitu saja. Langsung menutup pintu rapat-rapat.

"Eh, Cha, gue--"

"Ehh, kalian belom ganti baju juga?" seru Acha.

Tio perlahan menoleh. Begitu dia melihat objek di ujung sana. Seluruh badannya membeku. Kedua tangannya gemetar bukan main. Mulutnya menganga lebar sekali. Sepertinya apa yang ada di sana. Tidak perlu di jelaskan lagi.

"Loh, Fifi juga belom ganti baju?" ucap salah satu siswi di sana.

"Tahu nih orang. Dia lupa bawa baju!" Balas Acha memukul pundak gadis itu cukup keras. "Ya, kan,, Fi? Fi? Fifi! Lo--lo mimisan!"

Tio sadar, dia menyeka darah dari hidungnya. Lalu tumbang tidak sadarkan diri.

🍫🍫🍫

Nah loh pingsan

Kepo kelanjutannya.

Komen dan bintang, ya

CHOCOLET (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang