Fifi berlari di lorong sekolah yang kosong tanpa pelajar. Kencang sekali. Bahkan saat ada tangga kecil dia tidak melewatinya. Memilih melompatinya. Kembali berlari setelah berpose seperti superhero saat sudah mendarat. Sebenarnya beberapa anak di dalam kelas menyadari dia yang berlari begitu cepat. Tapi karena terlalu cepat. Sampai tidak mengetahu diapa yang baru saja lewat barusan. Tujuannya hanya satu.Kamar mandi.
"Aahhh! Kebeleet!" seru Fifi. Kelasnya masih ada guru yang mengajar. Namun, kalau sudah panggilan alam. Diapun tidak bida berbuat apapun. Setelah izin keluar kelas. Dia langsung kalang kabut. Di depan sudah terlihat kamar mandi. Begitu sudah di depan, dia berhenti. Langsung masuk ke dalam.
"AAHHHGGTT! MESUM LO! DASAR COWOK CABUL!"
Fifi kembali keluar setelah di lempari tempat sampah. Begitu masuk, ada dua perempuan yang dia tebak dari kelas dua. Sibuk memakai make up di depan cermin. Begitu dia masuk, mereka kontan berteriak. Menyerang dirinya, memukuli bahkan menjambak rambutnya. Untung dia sempat menghindar. Salah-salah kepalanya bisa benjol Dan rambutnya botak.
Di luar, Fifi mengusap kepalanya. Dia melihat plang kamar mandi dengan heran. Di sana tidak salah. Ini kamar mandi perempuan. Cuman, dia lagi-lagi lupa identitasnya sekarang.
"Aaaaiissh! Gue lupa terus!" Fifi menepuk dahi. Mengeluh kesal. Baru sadar dia sudah persis seperti laki-laki yang suka mengintip. Langsung menyosor masuk seperti tadi itu benar tidak sopan. "Untung gue nggak babak belur. Kalau badan si Tio lecet, gue yang kena smack down,"
Mata Fifi mengerling, pintu di sebelah jadi objeknya sekarang. Dengan tulisan kamar mandi laki-laki yang dia tatap dengan horor. Dia tahu kedua kamar mandi di sekolahnya memang terdengar kabar ada hantu di sana. Dari kuntilanak sampai pocong. Sudah banyak sekali korbannya. Dari kakak kelas sampai anak baru yang melihat penampakan beberapa hari lalu. Cuman kali ini bukan karena hantu.
Ketidak cocokan jiwa dan raga ini membuat tempat itu jadi semakin angker.
"Serius gue ke kamar mandi laki-laki?" gumamnya. Berdiri di depan pintu. Sebentar mengintip ke dalam. "Ada orang nggak, ya, di dalem?" tanyanya. Tapi, ketika dia sudah tidak tahan. Rasanya peduli setan tentang hal itu. "Alaah! Bodo amat! Gue kebelet,"
Fifi masuk ke dalam. Dia mengendap-ngendap memastikan ada penghuni di dalam atau tidak. Di dalam sunyi. Dia membuka satu persatu pintu kamar mandi di dalam. Bernapas lega ketika tahu di sana hanya ada dirinya. Setidaknya dia bisa buang air kecil dengan tenang.
"Eh, tapi tunggu!" Fifi melirik pada Urinoir yang tergantung di dinding. Bergantian pada jamban di dalam kamar mandi di sampingnya. "Guekan masih di dalam tubuh Tio. Biasanya cowok, kan kalau kencing di situ," katanya. "Tapi, kan gue---aah! Nggak tahu! Gue masuk ke dalam aja,"
Sebentar tidak ada suara setelah pintu itu tertutup. Tapi tidak lama, kamar mandi jadi gaduh sekali. Fifi berteriak di dalam sana.
"Aahhhh! Huaaa! Gue nggak liat! Tio maafin gue! Sumpah gue nggak megang. Ya allah! Ampuni hamba! Saya nggak berniat melakukan pelechan seksual ini di kamar mandi. Tapi---aahhh lega" Entah apa yang terjadi di dalam. Hanya Fifi dan tuhan yang tahu. Suara air terdengar serta cibiran yang tidak jelas. Baru setelah itu, pintu kembali terbuka. Fifi keluar dari sana dengan wajah lesunya. "Akhir---"
"Lo ngapain sih, Yo?"
Fifi mundur terkaget-kaget. Berdiri di depan pintu. Mengengam gagangnya erat. "Wa--wahyu?" Laki-laki itu berdiri di depannya. Menatapnya aneh. Sementara dia, panik bukan main. Dia pasti mendengar teriakannya, kan? Sejak kapan? Dari kapan Wahyu ada di sini? "Eng! Gue--"
"Lo nggak---"
"Nggak!" potong Fifi. "Gue nggak ngapa-ngapain!" Wahyu berniat bicara lagi. Tapi lagi-lagi di potong. "Serius! Gue nggak ngapa-ngapain! Lo percaya sama gue! Gue nggak ngapa-ngapain!"
Wahyu tertawa geli. Dia berjalan ke arah Urinoir. Berdiri di depannya. "Santai, Yo! Gue kaga kasih tahu siapa-siapa!"
"Hah? Maksudnya?" tanya Fifi. Gadis itu melihat Wahyu penasaran. "Lo ngapain, Yu?"
"Kencing, lah!"
Fifi membulatkan matanya. Sontak membalikan badannya. Meringis mengerutu. 'Wahyu, kenapa lo nggak bilang dulu! Hiks! Mata gue ternodai dan gue menodai lo! Hiks!'
"Lo ada masalah, Yo?" tanya Wahyu di sana. Terdengar suara air terjun, meluncur ke Urinoir.
Fifi membalas, tetap memunggungi Wahyu. Suara itu benar-benar membuatnya keki. "Eh? Nggak ada tuh,"
"Lo aneh sumpah! Kalau ada masalah lo cerita sama gue! Gue bantu. Jangan sok malu-malu, lah!"
"Serius, kok! Nggak ada! Cuman merasa nggak nyaman aja sama badan gue," balasnya. Di sana, Fifi sesekali melirik ke belakang. Memastikan Wahyu sudah selesai atau belum. Menampar pipinya ketika melihat laki-laki itu masih belum rapih. "Kayanya masuk angin,"
"Yaudah! Nanti lo nggak usah latihan dulu. Istirahat!"
"Ya, ok!" Fifi kembali melihat pada Wahyu. Kini laki-laki itu sudah berada di belakangnya. Terlihat masih membetulkan celananya.
"Kita harus bisa kalahin sekolah Pelita! Kita buktiin ke mereka sekolahan kita nggak bisa di anggap remeh," tutur Wahyu. Seringainya muncul. "Gimanapun caranya gue harus memang. Demi sekolah kita. Kalau bisa gue kasih pelajaran juga,"
Senyuman langsung muncul di bibir Fifi. Karena begitu bersemangat. Tangannya refleks menarik tangan Wahyu. Mengengamnya erat. "Bener! Lo harus kalahin sekolah pelita! Maksud gue! Kita! Kita harus kalahin mereka. Kita harus bisa buktiin ke mereka kalau kita itu pantes!"
Wahyu tertawa cangung. Melihat tangannya itu. "Eng, Yo?"
"Ya?"
"Gue belom cuci tangan,"
Mereka saling pandang. Wahyu menunjukan senyuman tidak berdosanya. Sementara Fifi, di perlahan melepaskan tangannya. Mundur sembari melihat tangannya horor.
"Aahhhgggt! Tidaakkkk!"
KAMU SEDANG MEMBACA
CHOCOLET (TAMAT)
Teen FictionFifi dan Tio bertukar tubuh karena sebuah coklat pelet. Mereka pikir ini buruk. Tapi nyatanya ini membantu kisah asmara mereka. Membongkar semua rahasia yang selama ini mereka sembunyikan. 🍫🍫🍫🍫🍫🍫🍫 Sebutanya...