Kalau di ingat sepertinya ini pertemuan mereka yang ke tiga di belakang sekolah. Tapi kali ini, gadis yang tidak tahu jika dirinya sudah melakukan kesalahan dan menimbulkan kekacauan penghancur masa depan mereka. Dia sekarang malah bersikap semaunya dan melanggar semua peraturan, janji dan apapun itu.
"Heh! Lo mau mati, ya?!" sengit Tio. Lagi dan lagi, mereka ada di situasi yang sama. Tio yang marah dan Fifi yang terpojok di dinding. Akan tetapi, gadis itu kali ini tidak memasang wajah ciutnya. Melainkan sikap tidak peduli. Bahkan melipat tangannya di depan matanya. Mengabaikan dirinya sejak dia menarik gadis ini ke tempat sepi ini. "Heh! Gue ngomong sama lo, ya!"
"Apaan sih, Tio! Udah deh!" balas gadis itu tidak kalah. "Nggak usah lebay!"
"Le--lebay! HEH!?!" Pekik Tio kencang. Fifi terkejut sebentar. Mengelus dadanya. Kembali mengabaikan Tio. "Lo denger, ya! Lo inget juga, sekarang itu lo lagi di badan gue! Bukan di badan lo sendiri. Seenaknya lo ngajak si Acha kencan pake badan gue! Lo lupa kita ada perjanjian?! Hah?!"
"Inget, kok!"
"Trus kenapa lo ngajak di Acha kencan?" Tio mengusap wajahnya. Frustasi sendiri. Suaranya sudah hampir menghilang di kata-kata terakhir. Terutama saat melontarkan nama Acha dengan bibirnya. "Gue nggak mau tahu! Habis dari sini lo batalin rencana kencan lo berdua itu."
Fifi berdecak. "Gue nggak mau,"
"Oh! Lo mau gue melakukan hal-hal di luar batas dengan badan lo ini, Hah?" ancam Tio. "Gue bisa lakuin sekarang! Jangan nantang gue,"
"Iihhss! Lo tuh kenapa si Tio!" omelnya. "Segitunya lo egois. Gue sama Acha itu sahabat. Kalau lo sebegitu bencinya sama Acha. Biarin kali ini gue ambil alih badan lo buat kencan sama dia. Dia itu sahabat gue. Lo nggak liatkan betapa senangnya dia pas dapet pujian dari lo. Walaupun bukan dari lo asli. Bagas bakalan kembaliin kita berdua ke tubuh masing-masing seminggu lagi. Dan gue mau sebelum hal itu terjadi. Gue mau Acha ngerasain gimana di spesialin sama lo. Cuman satu hari. Lagian gue nggak bakalan ngapa-ngapain! Cuman kencan!"
"Lo--gue---Aahhhght!" Tio geram. Dia pergi dari hadapan Fifi. Melampiaskan kemarahannya pada salah satu pohon di dekatnya. Mencabut ujung pucuknya. Lalu melemparnya. "Sumpah, lo sama Acha itu nggak jauh beda! Ngeselin!
"Terserah! Atau lo mau gue batalin perjanjian sepuluh juta itu. Biarin aja lo selamanya ada di badan gue!" kata Fifi enteng.
Tio mendengar itu tentu saja aneh. "Enteng banget lo ngomong kaya gitu? Lo udah suka ada di badan gue? Jujur deh, lo ngapain sama badan gue?"
"Gue nggak ngapa-ngapain!" balas Fifi marah. Tapi langsung berubah pelan setelah itu. Murung menundukan kepalanya. "Kalau gue ada di badan lo. Gue nggak rugi-rugi amat. Setidaknya gue nggak bakalan ketemu Dewa lagi, dan gue nggak bakalan dijodohin sama dia," lirihnya. Fifi melihat Tio, sekarang laki-laki itu menatapnya. Terlihat jelas dia tahu apa maksud dari perkataannya. Akhirnya melanjutkan bicara. "Semalem gue ketemu sama Dewa. Diminimarket! Dia suruh gue atau lo buat bilang ke anak tim sepak bola Buat nyerah lawan sekolah dia. Sekaligus ngejelek-jelekin Wahyu. Gue balas dia, tapi dari dulu semua ucapan dia, sikap dia dan bahkan kehadiran dia itu selalu bikin gue terintimidasi. Apapun dia yang dia mau gue selalu nurut walaupun gue nolak hal itu. Termasuk gue yang suka sama Wahyu. Dia pake cara curang dengan mencuri hati kedua orang tua gue biar dia bisa dapetin gue tanpa harus ngotorin tangan dia, Lo kenal sama dia, kan?"
"Iya, ke--kenal!"
"Lo pernah ketemu dia, kan! Dia ngomong apa?" tanya Fifi.
Tio menelan salivanya. Sekarang dia yang terpojok. Membahas soal Dewa itu benar-benar topik yang paling dia hindari. Dia sudah punya janji dengan Wahyu. "Cuman ketemu aja. Biasalah, anak bola kalau udah ketemu pasti saling adu mulut. Sindir-sindiran," balasnya. Tapi karena itu dia malah mendapatkan tatapan curiga dari gadis itu. "Serius, Fi! Ya, satu kali itu Dewa berhadapan sama tim-tim gue. Tapi, waktu gue ke kamar mandi. Gue nggak tahu apa yang mereka omongin. Wahyu cuman bilang, gue nggak usah bahas soal Dewa. Terutama ke lo,"
Gadis itu menganguk pasrah. Memang jalan satu-satunya hanya bertanya pada Wahyu. "Gue bakalan cari tahu sendiri. Alasan Wahyu hindarin gue segitunya. Dan gue bakalan dapetin alasannya sebelum kita berdua balik ke tubuh masing-masing! Dan lo jangan halangin gue!"
"Tapi, Fi---"
"Yo! Dengerin gue! Gue rasa apa yang terjadi sama kita sekarang adalah takdir, Yo! Semua kejadian ini ngasih kita pilihan, ngasih kita cara, ngasih kita solusi dan meluruskan kesalahpahaman yang udah terjadi di hidup kita. Dan mungkin kasih kita kesempatan buat menjalani hidup yang berbeda dari biasanya. Melihat dari perspektif yang berbeda," katanya lagi. "Gue nggak suka sayur asem. Tapi karena gue di badan lo. Gue bisa negrasain betapa enaknya sayur asem yang selama ini gue benci. Karena gue di badan lo gue akhirnya bisa naik motor yang selama ini gue di larang-larang. Dan karena gue di badan lo, gue bisa ketawa, ngobrol dan liat senyum Wahyu dari deket. Itu udah bikin gue bahagia, Yo!"
Fifi menghela napas. Ingin menangis, tapi dia tahan sekuatnya. "Gue udah seneng, kok! Dan gue juga mau Acha ngerasain hal yang sama. Bahkan lo juga. Gue nggak mau mendesak lo untuk ngaku lo suka sama Acha tahu nggak. Tapi kenapa lo nggak sedikit mendekati dia. Lo belom tahu dia kaya gimana, kan? Lo pake badan gue buat kenal sama dia. Baru setelah itu lo boleh komentar apapun. Dan ambil keputusan tentang dia,"
Tio tidak bisa membalas lagi. Hanya bisa mengeluh kesal. Menganguk mengiyakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
CHOCOLET (TAMAT)
Teen FictionFifi dan Tio bertukar tubuh karena sebuah coklat pelet. Mereka pikir ini buruk. Tapi nyatanya ini membantu kisah asmara mereka. Membongkar semua rahasia yang selama ini mereka sembunyikan. 🍫🍫🍫🍫🍫🍫🍫 Sebutanya...