[23] Berbunga

27 1 0
                                    

Acha masuk ke dalam kelas dengan senyuman lebarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Acha masuk ke dalam kelas dengan senyuman lebarnya. Jalannya juga seperti anak kecil, tasnya dia gengam erat, sekali berjalan ziczag lalu berhenti tersenyum menutup mulutnya sendiri. Atau memeluk pintu kelas juga memutar seperti sedang menebar bunga mawar di setiap langkahnya.

Ada beberapa yang sadar dengan hal itu, tapi lebih memilih mengabaikan.

Saat Acha sudah di depan kelas, dia melihat teman sebangkunya dengan antusias. Langsung kalang kabut pergi ke tempat duduknya. Mengangu teman sebangkunya itu. Melendot manja. "Fifi! Ya ampun lo cantik banget hari ini. Gue kangen banget sama lo,"

Tio bergerak tidak nyaman, sudah payah melepaskan lendotan yang lengket seperti lem itu. "Ihhh! Apaan sih? Udah deh, masih pagi, ya!"

Acha mengecutkan bibirnya. Tasnya dia lepas, dibanting ke atas meja. Kesal, tapi langsung pundar. "Fi! Hari ini tuh hari keberuntungan gue!"

"Oh, trus?" balas Tio. Dia menulis pekerjaan rumah. Untung saja kelasnya dan kelas Fifi tidak jauh berbeda pelajarannya. Dia masih bisa mengikuti. Habisnya gadis itu mengancamnya untuk tidak macam-macam dengan pelajaran. Atau dia akan membatalkan janji sepuluh juta itu.

"Lo kau denger, nggak! Gue tadi berangkat sekolah sama siapa?" kata Acha. Dia mengguncang-guncangkan tangan Tio. Hasilnya pulpennya mencoret buku tulisnya lumayan panjang. "Coba tebak!"

Tio berdecak, membanting pulpen ke atas meja. Mengalah untuk melayani gadis di sampingnya ini. "Ya, siapa, ya? Nenek lo?" tebaknya asal.

"Bukan! Coba tebak siapa?" ucapnya sembari berpose imut di depannya. "Ayo, tebak,"

Ujung mata Tio berkedut. Tangannya di bawah dia tahan untuk tidak melayang memukul Acha. Melihat tingkahnya yang seperti itu benar-benar menguji kesabarannya. Lagipula ini masih pagi, ada apa dengannya yang tiba-tiba bertingkah layaknya anak kecil di depannya ini? "Siapa, ya? Gue nggak tahu,"

Acha gemas, dia memukul Tio juga mendorongnya kecang sekali. Hampir terjatuh. Lalu berbisik. "Gue tadi ke sekolah bareng Tio! Gue di bonceng sama dia!"

Di sana, Tio terdiam. Otaknya masih memproses kalimat yang dia dengar sebelumnya. Begitu dia sudah selesai, kepalanya menoleh. Membulatkan mata tidak percaya. "APA?!"

"Iya, aduh! Selama ini gue berdoa minta sama Allah biar di bonceng sama Tio. Akhirnya doa gue dikabulin. Udah gitu dia yang manggil gue di jalan, nawarin juga. Ahhhhhh" katanya memekik. Menggebrak-gebrak meja. Sembari kakinya menghentak ke lantai gemas. "Ya ampun gue masih nggak percaya apa ini mimpi?"

'Nggak! Ini nyata! Tapi lebih nyata lagi kalau gue dateng ke si Fifi dan nampol tuh orang. Dia lupa perjanjian kemarin apa?'

Tio tersenyum cangung. Berusaha basa-basi. "Serius? Wah, lo beruntung banget sumpah! Trus dia nggak ngapa-ngapain lagi, kan?"

Acha menjentikan jarinya. Tangannya mengusap kepalanya sendiri. Wajahnya kini merah sekali. "Dia juga ngusap kepala gue. Trus katanya kalau gue kesiangan lagi, suruh bilang dia aja. Gue katanya boleh bareng sama dia!"

'APA?! DASAR TU CEWEK!!!!!'

Gadis itu melihat ke depan, kedua tangannya menyatu berdoa. Menutup matanya. "Gue harap Tio selalu kaya gitu selamanya! Biarkan dia tetap Tio yang seperti itu. Am---mmmpht" Belum selesai Acha bicara. Tio lebih dulu membekap mulutnya. Menggagalkan doanya itu. Membuat Acha dongkol. Dia melepaskam tangan itu kesal. "Apaan sih, Fi?"

"Ada guru!" tunjuk Tio pada guru di luar kelas. Menuju ke kelasnya untuk mengajar hari ini. Ibu guru yang terkenal galak satu sekolah. Bahkan Tio sendiri. "Udah, jan berisik!"

"Elah, kenapa harus udah masuk sih?"

Tio diam, melirik Acha. Giginya mengertak di dalam. Kemudian membatin. 'Gue harus ngomong sama tuh cewek!'

🍫🍫🍫

Meja yang di pakai Fifi dan Wahyu tiba-tiba di gebrak kencang sekali. Begitu mereka melihat pelakunya. Hanya Fifi yang panik.

"Tio! Gue mau ngomong sama lo!" hardik Tio marah. Memincingkan matanya pada Fifi di sana. Mengatakan dia benar-benar serius kali ini.

Fifi bangun dengan cangung. Berusaha menenangkan Tio. "Sabar, Fi! Sabar!"

"Gue mau ngomong sama lo, cepet!" desaknya. "Sekarang juga!"

"Fi! Lo kenapa sih? Eh, Tio maaf, ya! Dia emang lagi PMS! Marah-marah mulu!" kata Acha gelisah. Merasa mempermalukan dirinya di depan Tio. Bingung ada apa dengan temannya ini. Begitu kelasnya sudah selesai, dia langsung kalang kabut pergi ke kantin meninggalkan dirinya. Hampir tidak bisa terkejar. Lalu saat sampai, dia langsung mencari keberadaan "Tio" dan Wahyu. Lalu marah-marah seperti sekarang. "Fi? Udah ayo!"

"Nggak! Lepas tangan gue!" katanya. Menepis tangan Acha. "Gue harus ngomong sama Tio. Lo nggak curiga sama dia. Tiba-tiba baik kaya gitu. Sok banget pake ngajakin datang kesekolah bareng. Di bonceng juga. Gue curiga!" Tio melototi Fifi. Mentransfer apa yang dia rasakan sekarang.

'Lo habis sama gue!'

Wahyu ikut campur, bangun melerai. "Udah-udah, yaudah Yo! Lo ngomong dulu deh! Malu di liatin orang,"

Fifi merasa tidak salah. Lagipula niatnya baik..Kalau saja dia tidak mengajak Acha. Dia bisa terlambat sekolah. Dan yang terpenting mereka itu sahabat. Aneh saja kenapa Tio begitu tidak sudinya membiarkan Acha duduk di belakang motornya. Tidak ada yang di rugikan di sini. Kenapa dia begitu sensi?

"Gini-gini! Gue nggak ada maksud apa-apa! Gue emang ngajak Acha doang. Kalau nggak gue ajak dia pasti telat. Sesama pelajar," ucap Fifi menjelaskan. Tapi Tio masih tidak senang. "Emang nggak boleh?"

"Nggak! Nggak boleh! Lo mencurigakan! Lo pasti ada apa-apa, kan?" tukas Tio. Menyudutkan Fifi agar dia tampak bersalah di sini.

Fifi tidak suka dengan sikapnya itu. Dia menyipitkan matanya. Sepertinya Tio menantangnya secara tidak langsung. Jadi, dia yang dongkol. Membuat keputusan saat itu juga. "Iya, gue mau berterima kasih sama Acha. Dia waktu itu kasih gue coklat. Emang salah? Oh ya!" Fifi melihat pada Acha. Menarik kedua tangannya. "Acha! Sebagai rasa terima kasih! Lo mau nggak kencan sama gue? Malam ini?"

"Eh? Kencan?" ulang Acha. Langsung membulatkan matanya setelah itu. "EHHH?"

Wahyu melirik pada Fifi bingung. Dan Tio memijit pelipisnya. Situasinya jadi semakin buruk untuknya.

CHOCOLET (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang